36. Cinta Selesai

3.5K 169 33
                                    

Vote dulu bos.

36. Cinta Selesai

"Gildan siap pindah sekolah kalau itu memang udah jadi keputusan Ayah."

Aku menelan salivaku perlahan. Terlalu syok saat mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Gildan. Aku sangat yakin, itu memang suara Gildan.

Beberapa detik kemudian dua orang laki-laki keluar dari ruang kepala sekolah. Orang itu tidak lain adalah Gildan serta laki-laki dewasa yang berdiri berdampingan dengannya.

"Ayah bisa pergi duluan, Gildan nyusul," ujar Gildan pada laki-laki disampingnya.

Ya, itu ayah Gildan. Aku tahu karena dia menyebutnya ayah di depanku.

Ayah Gildan hanya mengangguk. Menepuk pundak Gildan sekali, lalu pergi meninggalkan Gildan seperti yang Gildan bilang tadi.

Setelah ayah Gildan mulai menjauh,
Gildan menatapku. Aku tersenyum paksa, sesekali berdehem. Menormalkan tenggorokan yang mulai sakit karena menahan air mata.

Cowok dengan tangan yang dimasukan ke saku celana itu tidak membalas senyumanku. Dia malah melangkah maju, sehingga dia berada tepat disampingku sekarang.

"Gue rasa lo udah denger semuanya," kata Gildan, pandangannya menatap lurus ke depan. Kemudian lanjut melangkah dan meninggalkanku begitu saja.

Aku tersenyum miris. Jujur, entah kenapa aku merasa kalau Gildan sudah berubah? Dia sudah tidak memperdulikan aku lagi. Mirisnya lagi, dia mau pindah sekolah. Meninggalkanku tanpa mau menjelaskan kenapa dia harus pergi dari sekolah ini.

Tanpa menoleh lagi aku kembali melangkah maju, melewati deretan-deretan kelas yang masih ramai dengan hal-hal yang biasa dilakukan saat jam istirahat.

Mataku menatap lurus kedepan. Tidak menoleh sama sekali, tidak peduli jika aku akan menabrak sesuatu atau menabrak siapapun.

Aku menggeleng kuat saat otakku mulai membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi. Aku tidak mau membayangkan betapa menyedihkan nya aku saat Gildan benar-benar pergi nanti. Tidak ada perhatian lagi, tidak ada larangan lagi, dan tidak ada yang mengikutiku lagi.  Semua yang dilakukan Gildan mungkin akan hilang bersamaan dengan kepergian Gildan. Semua itu tidak akan bisa aku dapatkan lagi. Itu pasti sangat membuatku merasa kehilangan.

"Kenapa, ya? Di saat aku mulai merasakan cinta yang begitu besar buat Gildan, dia malah mau pergi?" tanyaku pada diri sendiri.

Rooftop Sma Angkasa mungkin akan menjadi tempat yang akan seringku datangi sekarang. Ya, sekarang aku sedang berada disini. Menatap gedung-gedung besar serta tinggi.

Mungkin, berada di tempat tinggi seperti ini dapat mengurangi rasa sedih dan stres yang belakang ini sering muncul.

"Apa Gildan udah gak suka aku lagi? Gildan juga gak pernah bales chat aku, dia juga jarang nemuin aku, parahnya lagi dia gak pernah nanya kabar aku. Apa mungkin itu karena dia emang udah gak suka aku?"

Bibirku mulai manyun, refleks air mataku keluar, barengan dengan suara rengekan yang lumayan kencang. Semua itu adalah simbol, simbol yang menandakan kalau aku sedang benar-benar merasa sedih. Ya, aku menyedihkan sekali.

"SEMUA COWOK ITU SAMA. SAMA-SAMA NYEBELIN! GAK PERNAH NGERTIIN PERASAAN CEWEK!" aku mulai kesal. Merasa kalau semua cowok memang sangat menyebalkan.

Tangisanku semakin mengeras. Lagi pula tidak akan ada yang mendengar.

"Emangnya Ayah sama Abang lo juga nyebelin?" tanya seseorang.

Aku melotot kaget. Orang itu pasti memergokiku yang sedang nangis barusan.  Dengan cepat aku menghapus air mataku dan berhenti merengek. Kemudian mengangguk tanpa melihat siapa orang itu.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang