VOTE DULU GENGS
FOLLOW BAGI YANG BELUMBodoh memang, ketika kita mencintai seseorang namun lupa untuk membuktikan dan memperlakukannya seperti layaknya orang yang kita cintai.
-Posesif Gildan31. Seperti Petir Yang Bersembunyi
Aku menatap tiga mangkuk bakso yang sudah ku lahap semua isinya. Ini mangkuk yang ke empat. Nafsu makan ku mendadak tinggi akibat setres. Tidak peduli akan naik berapa berat badanku nanti. Yang penting pikiranku teralihkan dengan memakan banyak porsi bakso.
"Masih gue liatin." Fahri geleng-geleng. Begitu juga Bulan, Bintang , dan Jo.
"Gue tebak ni anak abis dikutuk jadi bagong. Makannya seabrek-abrek noh," ujar Jo. Tapi aku tidak menghiraukan.
Bulan menarik mangkuk baksoku dengan paksa. Jelas aku menariknya balik. Sehingga terjadi tarik menarik mangkuk.
"Disa udah! Kamu udah makan 4 porsi bakso! Masi mau nambah?" tegur Bulan dengan nada khawatir.
Perlahan aku melepas mangkuk baksonya. Mengikhlaskan nya pada Bulan.
"Kalo ada masalah itu cerita. Bukan nyiksa perut kaya gini," Bulan melotot marah, dia memberi nasehat yang benar.
"Dengerin tuh apa kata pacar gue. Kalo ada masalah itu cerita. Sini cerita sama kita, lo ada masalah apa? Dari tadi diem terus," sambar Bintang.
"Diem-diem ngabisin 4 porsi bakso lagi. Gila aja," celetuk Jo sambil melihat 4 mangkuk bakso dengan tabjuk. Seperti tidak percaya kalau itu semua aku yang habisin.
Aku menghela nafas lelah. Hari ini aku benar-benar tidak mempunyai semangat. Aku masih merasa bersalah karena kejadian semalam. Jujur saja aku belum tidur dari semalam, memikirkan Gildan yang sudah aku kecewai.
"Biasa lah. Masalah anak muda," jawabku sok bercanda.
"Dih? Emang lo masi muda?" sahut Jo geli.
"Masi lah! Dikira aku udah tua gitu?" balasku melotot.
"Lagian dari tadi diem mulu. Gue kira lo udah gak punya tenaga karena usia lo yang semakin menua," Jo berbicara asal.
Tentu saja aku ingin menaboknya. Tapi tanganku sudah tidak punya kekuatan untuk itu. Aku lebih memilih menidurkan kepalaku dimeja.
"Gue rasa si Disa bener-bener ketempelan dah." Jo mulai sok tau.
"Kalo kata gue, sih, kayanya dia sawan. Abis diculik setan mungkin?" Fahri semakin ngaur. Kedua temanku itu mengamatiku seakan aku sedang benar-benar ketempelan atau habis diculik setan.
"Bukan diculik setan. Tapi diculik Dandi. Kayanya, sih, gitu," sambar Bintang. Matanya melirikku, menyindir.
Aku mengangkat kepalaku kembali. Sedikit pusing mendengarkan percelotehan mereka.
"Gildan tau kamu jalan bareng Dandi ya?" tebak Bulan. Sayangnya itu benar. Aku tidak bisa mengelaknya.
"Pantes tuh bocah kaga ngapelin lo. Biasanya kan istirahat selalu ngapelin," ujar Jo.
"Jadi ini alasan lo diem aja dari tadi? Kaya orang gak punya semangat hidup tau gak lo," Fahri menyoraki. Mungkin dia pikir itu sangat lebay.
Aku semakin gak mood. Aku berdiri dan meninggalkan uang diatas meja. Buat bayar bakso yang ku pesan. "Tolong bayarin ya. Kembalinya ambil aja gapapa. Aku ikhlas kok," ujarku lalu pergi dengan wajah lesu.
Aku berhenti ditaman kosong belakang sekolah. Walaupun agak seram tapi aku merasa lebih nyaman disini.
Perasaan bersalahku pada Gildan belum hilang. Sejak semalam dia belum membalas chat. Entah itu di Dm, line, whatsapp, atau sms. Padahal sudah terkirim semua. Tapi dia tidak membacanya dan tidak merespon sama sekali. Pagi tadi, dia juga gak jemput. Mungkin dia sangat marah sampai gak mau jemput aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Gildan
Teen Fiction"Ucapan cinta aja nggak cukup, Dis. Tindakan di butuhkan untuk membuktikan bahwa aku benar-benar mencintaimu" Gildan Ragasa namanya. Cowok dengan wajah datarnya itu jatuh cinta dengan cewek super aktif dan cerewet seperti Disa Arine. Disa arine. Ce...