19. Satu hari untuk kita

4.2K 190 6
                                    


Hai!
VOTE DULU YA SEBELUM BACA! BIAR GAK LUPA! jangan pelit vote dong GENGS.
FOLLOW juga akun aku biar dapetin info kalo aku bikin cerita baru.

Maafin typo ku yang suka meresahkan warga Posesif Gildan

"jangankan satu hari. Satu detik gue baca nama lo aja gue langsung tertarik sama lo, Sa"
-GildanRagasa

19. Satu hari untuk kita

Hari ini Gildan mengajakku berkunjung kerumahnya. Nggak tahu semalam aku mimpi apa sampai bisa berada di depan rumah besar dan memiliki banyak pilar-pilar di bagian depan rumahnya. Jika di sandingkan dengan rumah Bulan Batari orang kaya sombong itu maka dia akan kalah. Karena rumah Gildan lebih besar.

Tanaman-tanaman yang tumbuh segar dan lebat menghiasi halaman depan rumah Gildan. Ini adalah rumah impianku banget. Tapi seperti rumah besar lainya, rumah besar Gildan juga sangat sepi. Sama seperi rumah-rumah besar yang berada di perumahan elit.

Aku berdiri sambil memainkan kuku. Gugup parah. Kira-kira bakal ketemu ayah Bunda nya Gildan nggak ya. Ah aku sangat tidak sabar.

Seorang anak kecil membuka pintu setelah Gildan memencet tombel bell nya.

"siapa?" tanya anak kecil itu jutek. 

Aku mengidik ngeri. Dia nggak kenal yang punya rumah? Aneh banget.

"kamu siapa? Yang cewek," ujarnya lagi menatapku ngeri. Ternyata dia bertanya pada ku. Aku kira dia tanya Gildan.

Dengan senang hati aku menjulurkan tanganku, "DISA ARINE" ujarku memperkenalkan diri.

Si anak kecil itu nggak menyambut uluran tanganku. Membuat aku malu sendiri dan segera menarik tanganku lagi.

"siapanya Abang?" tanyanya jutek. Kejutekannya dan kedataran ini bocil lebih menyeramkan dari pada Gildan.

"Ezar...." ujar Gildan kepada anak kecil yang di panggil Ezar itu.

Aku akan mencantum baik-baik nama si Ezar ini dalam otakku. Ezar akan maksuk ke daftar blacklist.

"siapanya Abang?" tanya Ezar pakai embel-embel "Abang"

Aku langung melirik Gildan lalu bergantian pada Ezar-ezar itu. Pantes sama-sama jutek, kaku, datar, ngeselin. Adik abang dengan Gildan! Panteslah mereka berdua. Sama-sama kaku kaya kanebo kering. Tapi sepertinya Ezar lebih menyeramkan. Dia lebih tajam jika bertanya.

"pacar Abang, Disa namanya," jawab Gildan dengan suara yang halus. Dari sini aku bisa lihat. Kalau Gildan sangat menyayangi Ezar. Adik ngeselinnya. Aku bersyukur karena aku tidak memiliki adik. Lebih baik tidak ada dari pada ada tapi bentukannya macam Ezar.

"beneran? Pacar abang? Jelek gini. Wajahnya nggak simetris. Rambutnya terlalu bergelombang. Nggak cocok sama visual bang Gildan yang ganteng," celetuknya tajam.

Dia mengamatiku seakan aku adalah manusia sampah yang sangatlah tidak pantas untuk bersading dengan Gildan.

Gildan melirikku tidak enak dengan ucapan adiknya itu.

"gapapa, Dan. Mungkin muka ku emang nggak SI-ME-TRIS," sahutku sambil menekan kata simetris di depan muka Ezar.

Aku langsung ingin menarik bibir si Ezar. Mulutnya sompral parah. Nyakitin banget kalo ngomong. Untung adiknya Gildan. Kalo bukan, aku pastiin dia bakal menghilang dari rumah besar ini.

"lambang unsur hidrogen?" ujar Ezar mengajukan pertanyaan mendadak.

Aku melongo bego. Persis seperti menghadapi kuis dadakan di sekolah. Aku yang sama sekali nggak ngerti cuma bisa menggeleng nggak tahu.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang