13. Masa Hukuman

5.4K 217 8
                                    

Guys! FOLLOW DULU SEBELUM BACA
VOTE DAN KOMEN JUGA. PLISS.
TERIMAKASIH

"melindunginya adalah tugas penting buat gue,"
-GildanRagasa

13. Masa Hukuman

Kemarin sudah di putuskan. Bahwa Gildan mendapat skors selama satu minggu sebagai hukuman. Kemarin juga Ayah Gildan datang ke sekolah. Mungkin karena Ayah Gildan adalah salah satu Donatur Sma Angkasa,  maka hukumannya hanya skors saja. Tidak sampai di keluarkan. Baguslah. Aku juga tidak mau kalau sampai cowok itu di DO dari sekolah.

Aku memandang benang merah yang di berikan Gildan waktu itu. Aku menjadikannya sebagai gelang tangan agar tidak hilang. Sedangkan Gildan menjadikan benang merah itu sebagai kalung. Aku melihatnya sendiri kemarin saat cowok itu keluar dari ruang kepala sekolah.

"Disa Arine,"

Panggilan tidak asing itu terdengar di telingaku. Aku menggeleng tidak percaya. Mana mungkin Gildan ada di sekolah. Dia saja sedang masa skors.

"Disa Arine pacarnya Gildan Ragasa,"

Aku menoleh nggak percaya. Gildan benar-benar ada di sini. Cowok itu berdiri di ambang pintu dengan rantang makanan di tangannya.

"kamu ngapain di sini? Bukanya kamu lagi di skors?" tanyaku saat sudah berada di hadapanya.

Aku bingung sendiri. Kenapa dia sekolah? Bukankah dia sedang di skors satu minggu?

"gue emang di skors. Emangnya kenapa?" tanya Gildan menaikan satu alisnya.

"tapi kok sekolah?"

Aku mengamati Gildan. Cowok itu lengkap dengan baju putih abu-abunya. Di tambah slayer berwarna merah yang sengaja di ikat di lengan kirinya. Ciri khas Gildan memang seperti itu, mengikat slayer hitam atau merah di lengan atau pergelangan tanganya. Bahkan kadang di dahinya.

"gue cuma mastiin lo baik-baik aja,"

"sama ini, gue bawain lo makan. Lo pasti belum makan dari kemarin," ujar Gildan seperti sangat tahu tentang aku.

Memang dari kemarin aku tidak nafsu makan. Bahkan natap nasi aja rasanya enek banget. Entah kenapa saat aku lagi banyak pikiran nafsu makanku malah menurun.

Gildan memberikan rantang makananya.

"makasih," ujarku setelah mengambil rantang makanan yang Gildan berikan.

"makan sekarang," Gildan menyuruhku.

"nanti aja, Dan. Nanti pas istirahat,"

"sekarang,"

"nanti, Dan,"

"gue bilang sekarang ya sekarang," paksa Gildan.

Aku mengangguk takut. Suara keras Gildan membuatku takut.

Aku duduk di kursiku. Sedangkan Gildan duduk di kursi tempat Bulan. Cewek itu memang belum datang. Karena ini masih sangat pagi dan kelaspun masih sepi.

"selama gue di skors. Gue bakal tetap pantau lo. Gue nggak akan biarin ada orang yang nyentuh lo sedikit pun," ujar Gildan serius.

Aku yang sedang mengunyah pun langsung buru-buru menelannya.

"nggak usah repot-repot, Dan. Aku gak akan kenapa-kenapa," tolak ku nggak mau di pantau.

"lo nurut aja bisa nggak? Ribet banget," cetus Gildan.

Sekarang aku merasa kalau Gildan semakin aneh dan berlebihan. Cowok itu ingin selalu aku berada dalam pengawasannya. Dia juga tetap datang ke sekolah walaupun hanya mengantarkan makanan kemudian balik lagi ke Walbul. Di jam pulang barulah dia datang lagi untuk menjemputku.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang