30. Semua Punya Resiko

2.5K 130 17
                                    

Jangan lupa VOTE.
FOLLOW bagi yang belum.



Jika kamu tidak yakin dengan keputusan yang kamu putuskan. Maka coba berpikir lebih keras lagi. Apakah itu keputusan yang tepat atau tidak.
-PosesifGildan

30. Semua Punya Resiko

Malam ini tidak seperti malam sebelumnya. Ya, aku rasa begitu. Cermin didepan ku menatap ku seolah aku adalah orang paling pengecut. Entah mana yang harus aku pilih, menepati janji kepada sang pacar, atau mengucapkan terimakasih pada orang yang sudah membantu ku.

Sekali lagi aku mengecek layar hape. Dengan jelas pesan dari Bang Dandi terlihat disana. Aku belum membukanya apalagi membalasnya. Aku sangat bingung.

Bang Dandi: nanti malam makan malam diluar bareng gue. Bisa?

Perlahan aku membuka pesannya. Online. Ya. Bang Dandi sedang online. Bagaimana ini? Aku harus menyetujuinya kah? Atau tidak? Iya atau tidak. Itu yang ada diotakku sekarang.

Disa Arine: bisa Bang.

“iya. Aku dengerin kata-kata kamu. Apapun itu.”
“termasuk jauhin Dandi?”

Ingatan itu mendadak munsul. Dengan cepat jari ku menghapus pesannya dan menggantinya menjadi TIDAK-

Bang Dandi: gue didepan rumah lo.

“WHAT?!”

Chat itu masuk sebelum aku sempat mengirim pesan penolakan padanya. Ini sangat kebetulan. Aku sangat prustasi sekarang! Mengapa dia bisa ada didepan rumah ku? Darimana dia tau alamat rumah ini ya Tuhan?!

Dengan cepat aku mengintip lewat jendela kamarku. Memastikan apakah dia benar benar ada atau hanya ghaib. Dan ternyata itu tidak benar. Diluar sana tidak ada siapun. Nafas ku langsung berjalan dengan lancar kembali. Untung dia hanya bercanda.

“DISAAA! TEMEN LO NIH! KELUAR LO.”

Haaaah!? APALAGI INI YA TUHAN?

“DISA. LO BUDEK? TEMEN LO TUH NUNGGUIN,” teriak Bang Rigel sekali lagi.

Nafasku kembali tidak normal. Jangan bilang teman yang dia maksud adalah Bang Dandi?

Dengan melantunkan doa, aku keluar dan melihat siapa teman yang datang. Mataku seketika melotot melihat siapa yang datang. Bagaikan tersambar petih dimalam hari. Dia adalah Bang Dandi! Dia duduk diruang tengah bersama Bang Rigel. Keduanya mentap ku bersamaan.

“Lama lo. Temen lo udah nunggu dari tadi. Ngapain, sih, didalam kamar lama amat? Sesembahan lo ya?” tuduh Bang Rigel sembarangan.

“Gila! Mana ada aku sesembahan! Emangnya Abang kira aku mau ngepet gitu?” sanggahku sebal.

Setelah itu mataku langsung tertuju pada Bang Dandi. “Bang Dandi kok tau rumah aku?” tanya ku tidak mau basa basi.

“Jangankan rumah lo. Nama lengkap, tanggal lahir, golongan darah, serta apa yang lo suka dan gak suka juga gue tau.” Jawab Bang Dandi, membuat mataku melotot sempurana. Sedetail itu kah?

“Cihuyyyy! Keren amat lo, Dis,”  bisik Bang Rigel menghampiri.

“Keren apanya?” tanyaku gak ngerti.

“Keren. Walaupun lo jelek tapi banyak yang suka. HAHAHA.”

Sial.

Bang Rigel langsung kabur menghindari ledakan maut alias menghindari kemarahanku.

AWAS YA BANG! NANTI AKAN KU BALAS!

"Udah siap?" tanya Bang Dandi bernada datar.

Aku gugup dan bingung. Dia sudah ada disini. Menolaknya pun sudah tidak ada gunanya. Ibaratkan, mau gak mau ya harus mau.

Posesif Gildan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang