Bab 3

3.4K 401 1
                                    

Sudah terhitung 2 kali aku kembali pasrah dengan keadaan. Pertama saat pria psikopat yang menyandang status tunanganku mememukul dan menganiayaku habis - habisan hingga pada akhirnya aku merenggang nyawa, dan yang kedua adalah saat ini, dimana aku mau - mau saja ikut bersama mereka yang awalnya ketakutan karnaku kembali ketempat yang mereka namakan sebagai istana kerajaan Feng.

Aku tak tahu harus bergantung kepada siapa saat ini, semua orang dan lingkungan sekitarku terasa sangat asing. Kembali pasrah mengikuti mereka yang kini menuntunku menuju istana mungkin adalah pilihan terbaik. Mungkin saja setelah aku sampai disana, aku bisa menemukan cara bagaimana aku bisa kembali pulang kemasa depan, walaupun aku sepenuhnya belum yakin jika aku berada di dunia, tempat dan waktu yang berbeda dari masa depan. Meski kecil kemungkinan, aku masih berharap semua yang ku alami hanyalah mimpi buruk. Kematian di tangan psikopat itu, hingga keberadaanku disini, aku berharap semuanya hanyalah ilusi di alam bawah sadarku, semua hal mengerikan yang kualami sama sekali tidaklah nyata, ia hanyalah mimpi buruk di alam bawah sadarku.

Aku menghembuskan nafas berat, terlalu banyak berpikir membuatku pusing. Ditambah dengan perasaan pengap dan panas yang kurasakan di dalam kereta membuatku mau tak mau melonggarkan sedikit kerah baju, setelahnya akupun berinisiatif membuka jendela agar angin segar siang ini berhembus masuk melalui cela terbuka. Awalnya aku hanya berniat membuka sedikit, namun suara keramaian dan bangunan - bangunan yang menyapa pendanganku mencuri perhatianku sepenuhnya. Rasa penasaran dengan situasi sekitar membuatku membuka jendela cukup lebar. Seorang pengawal yang juga mengenakan pakaian putih menyadari kehadiranku, ia yang berjalan disisi tepat di samping jendela kereta yang membawaku lantas mendekat.

"Yang mulia, apakah anda membutuhkan sesuatu?" tanyanya sopan.

Jujur saja panggilan gelar seperti itu amat sangat asing di telingaku, aku belum bisa beradaptasi dengan panggilan itu. Tapi aku tak punya pilihan selain menjalaninya saja, anggap saja jika saat ini aku tengah memerankan pemeran seorang putri kerajaan.

"Aku lapar!" kataku tentu saja tak sepenuhnya berbohong. Aku memang belumlah makan, mirisnya aku mati menyenaskan di tangan tunanganku dalam kondisi perut yang belum terisi makanan apapun, hanya jus jeruk yang sempat kuminum sebelum kejadian malang nan mengerikan itu menimpaku.

Pengawal itu lantas mengangguk dan berkata "Hamba akan membeli beberapa makanan untuk anda" katanya lantas bergegas pergi menuju sebuah kedai yang ada di pinggir jalan setapak.

Tak berselang berapa lama, pengawal yang kutaksi berumur nyaris 30an itu kembali dengan membawa berbagaimacam makanan, aku tak tahu bagaimana ia bisa dengan cepat mendapat semua makanan itu, padahal dari pengamatanku, semua kedai makanan yang ada di pinggir jalan nampak sangat ramai.

"Yang mulia, ini makanan yang hamba belikan, hamba harap anda menyukainya" katanya menyerahkan beberapa bungkus makan yang di bungkus dengan kertas dan dedaunan.

Dengan senang hati aku menerima semua makanan yang pengawal itu sodorkan, setelahnya akupun tak lupa mengucap terimakasih padanya. Sebelum aku menutup jendela dan menyisahkan sedikit cela, aku melihat pemuda itu nampak tertengun. Meski penasaran, aku tak ingin bertanya lebih lanjut. Sebab perutku lebih dulu bergemuru saat mencium aroma harum dari makanan - makan yang masih panas dan mengepulkan asap.

Kubuka salah satu bungkusan kertas yang menutup salah satu makanan yang di belikan pengawal untukku, saat ku buka, haroma harum dari roti kukus beserta manis menguar dan bercampur menjadi satu. Hal yang pertama kulihat saat bungkus kertas terbuka sepenuhnya adalah makanan berbentuk kelinci kecil berwarna putih. Kuperhatikan makanan berbentuk kelinci itu dengan seksama, akupun sadar jika itu adalah bakpao berbentuk kelinci.

"Huwaa.. mengapa makanan ini nampak begitu menggemaskan? Aku tidak tega memakannya" keluh Na Na

"Tapi aku sangat lapar. Kelinci yang menggemaskan, maafkan aku yang memakanmu" tambah Na Na mulai memotong bakpao berbentuk kelinci itu dan mulai memakannya.

Hal pertama yang ia rasakan adalah roti kukus yang bercampur dengan isian kacang hijau dan gula merah yang bercampur menjadi satu. Manis dan empuk sungguh perpaduan yang sangat nikmat, hingga satu penilaianku akan Bakpao yang ku makan, selain bentuknya yang menggemaskan, rasanya juga sangat enak.

"Sekarang kita makan yang mana lagi?" tanyaku pada diri sendiri setelah menghabiskan dua bakpao berbentuk kelinci putih.

"Mungkin lebih baik membuka bungkusan dari daun teratai terlebih dahulu, baunya mengingatkanku dengan bebek panggang!" putusku lalu lantas membuka bungkusan daun teratai, dan saat bungkusan tersebut terbuka sepenuhnya, irisan tipis bebek panggang yang pertama kali aku lihat. Tanpa menunda waktu, aku segera memakannya dengan lahap, terlalu rakus menikmati bebek panggang yang ku makan, tiba - tiba kereta yang membawaku berguncang cukup keras hingga aku yang tak siap akan guncangan itu  terpental kiri dan kanan sisi kereta.

"Uhuk.."

"Uhuk.. Uhuk..!"

Rasa sakit di tenggerokan dan sesak di dadaku membuatku terus menerus terbatuk dan dengan refleks salah satu tanganku menepuk - nepuk dadaku. Tersedak tentu saja adalah hal yang ku alami kini, saat perjalanan kini mulai terasa seperti sebelumnya, mulus tanpa guncangan, aku dengan cepat membuka jendela dan berteriak meminta air.

"Air!"

"Ba-bawakan aku air!"

"Uhuk.. Uhukk!"

Yang benar saja, aku tidak akan mati konyol hanya karna tersedak sepotong daging bebek panggang bukan? Meskipun saat ini aku tahu dadaku terasa amat sesak, bahkan kedua bola mata dan warna kulit wajahku mulai memerah.

Pengawal yang membelikanku makanan berlari menghampiriku dengan membawa kendi air minum kecil, saat ia menyodorkannya, aku dengan cepat menyambar dan meneguknya hingga tandas.

"Hufft .. aku masih terselamatkan" kataku lega.

Aku lantas mengembalikan kendi tempat minum itu pada pengawal tersebut, dan tak lupa mengucap terima kasih padanya untuk kedua kalinya. Dan untuk kedua kalinya aku melihatnya tertengun, begitupun dengan rombongan pengawal dan dayang yang tidak jauh darinya nampak begitu terkejut. Tentu saja saat ini keningku mulai mengerut akan respon yang mereka berikan.

"Apa yang salah, mengapa setiap kali kuucapkan terimakasih, pengawal itu nampak cukup terkejut?" tanyaku pada diri sendiri "Anehnya lagi, bukan hanya ia seorang diri yang nampak terkejut, tapi semua orang yang mungkin mengiringku"

Saat hendak bertanya, seorang pengawal yang berdiri di barisan terdepan lantas berteriak mengumumkan jika kami telah tiba di istana. Pandanganku dengan cepat terali, tatapan mataku kini tengah fokus menatap bangunan besar dan mewah sama seperti yang kerap kali kulihat di tv. Aku tak menyangka, di masa lalu ada bangunan sebesar, seluas dan semegah bagunan yang mereka sebut sebagai istana.

"Apa yang kalian lakukan pulang kemarin? bukankah seharusnya kalian mengubur diri hidup - hidup bersama yang mulia putri sebagai tanda pengabdian dan kesetiaan. Lantas mengapa kalian kembali? Apakah kalian ingin di hukum?" suara gertakan seseorang yang berdiri di depan gerbang yang menjulang tinggi mengalihkan pandanganku dari istana menata pria paruh baya itu.

Tak suka dengan nada suaranya, akupun dengan kesal berkata "Hei pria tua, mengapa kau menghalangi jalanku, cepatlah menyingkir!" teriakku yang membuat beberapa orang yang turut menjaga gerbang terkejut.

"Ya-yang mu..mulia putri" ucap mereka terbata karna begitu terkejut.

"Bagaimana ini mungkin?"

.

.

.

TBC

Sabtu 17 Oktober 2020

Feng Na Na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang