Aku tidak tahu mengapa aku seperti ini. Aku tidak tahu mengapa aku merasa marah, kesal, sedih dan juga merasa bersalah secara bersamaan. Aku tidak tahu, mengapa kalimat yang dikatakan pangeran Feng Lang begitu mengusik dan menyakitkan bagiku. Apakah karna aku bukan Feng Na Na yang di maksud dalam cerita itu, atau karna rasa bersalahku membohongi semua orang dengan mengisi raga Feng Na Na dari masalalu.
Awalnya aku menginginkan kembali ke masa depan dimana tempat seharusnya aku berada. Namun setelah melihat keluarga Feng di masa depan, aku berpikir untuk tidak kembali dan mencari kebahagiaan di sini. Sayangnya, jiwa Feng Na Na yang datang dalam mimpiku begitu menakutkan, ia tak segang melukaiku dan hal itu membuatku berpikir ulang untuk menetap.
Seharusnya aku memang tidak berada di sini, tempat ini seharusnya tak menerima aku tetap menetap bukan? Terlebih cepat atau lambat aku akan pergi dari sini jika raga Feng Na Na dari masa lalu kembali. Terlebih lagi mungkin dengan begitu rasa bersalahku dan kesedihanku akan lenyap seiring berjalannya waktu.
Aku lantas bangkit dari peraduan, menuju sebuah cermin yang ada diruangan. Kulihat bayangan penampilan Feng Na Na dari masa lalu membuatku cukup terkejut. Aku baru menyadari jika raga Feng Na Na dari masa lalu yang kutempati kini cukup berisi. Selama aku menghabiskan waktu di sini, aku tidak pernah memperhatikan penampilanku atau bahkan untuk sekedar bercermin. Ini adalah kali pertamaku melihat sosok Feng Na Na dari masa lalu, dan seketika rasa iri muncul dalam hatiku.
Aku lantas berkata "Betapa beruntungnya kau di cintai oleh yang mulia kaisar Feng Rui, sedangkan aku di masa depan harus menerima perjodohan yang tak ku inginkan dan berakhir tragis ditangan tunanganku sendiri"
"Mengapa kita berbeda? Sedangkan kita sama - sama bermarga Feng. Meskipun margamu kau dapatkan dari hasil pertunanganmu dengan kaisar Feng Rui, tapi kita sama sama bernama Na Na"
"Aku iri dengan keberuntungan yang kau miliki Feng Na Na. Kau nampak sangat bahagia, meski penampilanmu biasa saja"
Aku lantas kembali menuju peraduan dan duduk di tepi. Pandanganku menatap pintu yang tertutup rapat jauh di hadapanku. Aku menatap pintu itu dengan tatapan kosong dan hampa, dan seketika aku memejamkan mataku seraya mendesah berat. Aku melempar tubuhku di atas peraduan, tidur terlentang dengan kedua mata yang masih terpejam.
"Jika aku tak pantas tetap tinggal di sini, maka cepatlah bawa Feng Na Na dari masa lalu kembali dan bawa aku kembali ketempat di mana aku seharusnya berada"
"Tetap tinggal di sini, sangat menyakitkan. Sampai kapan kau akan mengujiku, wahai Sang Pencipta Langit dan Bumi?"
"Ini sangat sakit... dan juga melelahkan"
***********
Hari berganti begitu cepat, awalnya aku merasa langit masih cerah, namun dalam sekejap berubah menjadi gelap. Tak banyak yang kulakukan, aku hanya berdiam diri di dalam kamarku sambil bermalas - malasan.Dikala bosan aku akan membaca buku - buku yang peraturan kerajaan, dan saat aku lelah, aku memilih menghabiskan waktuku dengan tidur dan beristirahat hingga tak sadar hari - hari yang kulewati selalu melakukan aktivitas yang sama dan monoton.
Aku tak tahu ini sudah hari keberapa aku berdiam diri seperti ini, aku bahkan telah lupa berapa banyak makanan yang kuabaikan dan berakhir dingin. Aku tidak pernah menyentuh makanan - makanan itu. Bukan karna makanan itu tidaklah enak, hanya saja aku merasa tidak pantas memakan makanan lezat itu.
Saat ini pikiranku sangat kacau, aku sudah berada di ambang keputusasaan hanya karna perasaan yang mengusik kewarasanku. Perasaan sedih dan tak nyama ini membuatku frustasi, hingga akhirnya aku tanpa rasa takut membuat keputusan konyol dengan beranggapan jika mati untuk kedua kalinya adalah jalan yang mampu membuatku terlepas dari rasa tak nyaman ini.
Kutatap sebuah kain sutra panjang yang telah ku ikat pada tiang kayu yang ada di kamarku. Kain itu adalah ujung pakaian lapisan dalamku yang sengaja kukoyak karna tak menemukan sebuah tali.
Saat ini aku tengah berdiri diatas sebuah kursi yang membuat tubuhku melayan tinggi diatas permukaan lantai. Aku melilitkan kain sutra yang kujadikan tali untuk mengakhiri hidupku malam ini dengan perasaan hampa. Aku menatap langit malam yang nampak cerah melalui cela jendela yang kubiarkan sedikit terbuka, saat melihat langit tersebut aku mendesah pelan seraya berkata.
"Langit malam nampak selalu cerah, melihatnya sangat menyakitkan disaat aku berada pada titik terendah keputusasaan akan hidupku"
"Sudahlah Feng Na Na.." tegasku
"Apa yang kau harapkan, langit tak akan berubah mendung mengikuti suasana hatimu, orang - orang tak akan merasa kehilangan jika kau pergi karna kau bukan bagian dari sejarah masalalu. Kau hanyalah jiwa asing dari masa depan yang menempati raga seorang dari beruntung, sadarlah. Kau sama sekali tidak berarti tetap tinggal di sini. Di sini bukan tempat yang cocok untukmu,--" jedaku yang berusaha menahan air mataku yang mengenang di pelupuk mataku "-- lantas mengapa kau takut? Bukankah ini bukan pertama kalinya bagimu? Sebelumnya kau telah mati di tangan pria brengsek itu, lantas apa yang kau tunggu? Mari akhiri semuanya agar rasa tidak nyaman dan bersalah yang kau rasakan turut menghilang sepenuhnya" kataku menyemangati diri.
"Ah.. nampaknya di masalalu pun aku tak pantas mencari kebahagiaanku sendiri" desahku sebelum menendang kursi yang menjadi tumpuanku berdiri.
Takkks!
Suara kursi yang ku tendang terdengar nyaring saat menghantam permukaan lantai dengan keras. Perlahan aku mulai merasa leherku tercekik karna lilitan kain pada leherku. Kedua tanganku berusah melonggarkan kain yang mencekikku, dan kedua kakiku mulai meronta - ronta di atas udara.
Rasa sesak yang awalnya perlahan kurasakan kini mulai menyakitkan. Aku kesulitan bernafas, kulit wajahku mulai berubah pucat, kedua kakiku semakin cepat menendang kehampaan ruangan dengan sia - sia. Kepalaku terasa berkunang - kunang, keringat dingin mulai bercucuran, kesadaranku perlahan mulai direnggut dan dirampas dengan paksa oleh kegelapan.
Sayup - sayup aku mendengar suara dobrakan, hingga bunyi hantaman benda yang membentur lantai cukup keras. Sebelum kesadaranku hilang sepenuhnya, aku masih mampu mendengar suara pemuda tampan yang selalu menghangatkan hatiku, aku masih mampu melihatnya meski samar - samar raut wajah khawatir dan takutnya saat melihatku.
Andai saja reaksi yang kau tunjukan itu untukku, betapa beruntungnya aku kembali hidup meski di masalalu dengan perbedaan budaya, waktu dan tempat yang berbeda dari tempat asalku di masa depan.
Sayangnya aku tak ingin berharap lebih. Aku takut aku akan jatuh dalam kubanggan rasa sakit oleh harapan yang ku bangun sendiri. Selain itu.. aku juga sadar jika reaksi yang kau tunjukan malam ini untuk Feng Na Na dari masalalu, bukan untukku, Feng Na Na dari masa depan...
.
.
.
.
.TBC
Rabu, 9 Desember 2020
Jangan lupa like dan komen 🤗 karna like dan komen kalian sangat membantu dalam memperbaiki mood menulisku 😘.
Juga buat kalian yang sudah setia menunggu, memberi like dan komen, atau bahkan bantu share dan promo cerita ini, ku ucapkan terimakasih banyak, semoga kemurahan hati kalian di balaskan dengan hal baik yang setimpal ❤
Terakhir jangan lupa follow akun instagram baruku
@yung379_
![](https://img.wattpad.com/cover/253792241-288-k455511.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Feng Na Na [END]
FantasyHal yang terakhir kuingat adalah kondisiku yang menggenaskan. Lantas bagaimana aku kembali bernafas dengan tubuh yang dibalut dengan hanfu putih yang mengingatkanku dengan pakaian tradisional zaman dulu. Melihat kondisiku yang masih bernafas, banyak...