Jackson|Dua

171 32 10
                                    


"Hei hujan!"

Rain tersentak dari lamunannya. Mendongak, pandangannya tertuju pada mobil BMW yang terpakir dihadapannya. Dia tak dapat melihat siapa pengemudinya karena  terhalang kaca mobil.

Tapi, ada sedikit rasa bahagia yang timbul saat mendengar sapaan itu. Dia berharap itu adalah orang yang dia tunggu-tunggu kedatangannya sedari tadi. Semoga saja...

Kaca mobil itu diturunkan. Dan saat itu Rain mendesah kecewa karena yang ada didalam mobil itu bukan orang yang dia harapkan. "Pak Jackson?" Ternyata itu bosnya, bukan Panji.

"Kamu kenapa disini? Ini udah malam loh, perempuan nggak baik duduk dihalte sendirian," ujar Jackson lalu keluar dari mobil, menghampiri Rain. Dan kini pria itu sudah duduk disebelah Rain.

Menghela nafas, Rain melirik Jackson sekejap. Kemudian Rain melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam setengah sebelas malam, selama itukah dia duduk disini. Rain keluar dari kantor pada pukul setengah enam setelah menyelesaikan pekerjaannya. Dia cukup beruntung karena tak jadi lembur.

Dan semenjak 5 jam yang lalu, Rain duduk disini. Menunggu Panji yang katanya akan menjemputnya dan menemani laki-laki itu ke toko sepatu.

Namun, laki-laki itu tak kunjung datang. Bahkan Panji tak memberinya kabar. Setidaknya kirimkan pesan singkat, katakan dia tidak bisa menjemput atau dia sedang berada di jalan. Kalau begitukan jelas sampai kapan Rain menunggu.

Sebenarnya Rain bisa saja naik angkutan umum. Namun, lagi-lagi ini demi Panji. Jika Rain naik angkutan umum dan ternyata Panji malah datang menjemputnya, bagaimana?

Rain tak ingin hal itu terjadi. Dia tidak ingin laki-laki itu marah dan merajuk. Asal kalian tau, Panji itu orangnya gampang ngambekan.

"Kamu mau pulang bareng saya?" tawar Jackson. Rain tersentak dari lamunannya. Dia menoleh ke arah Jackson lalu menggeleng. Pandangan Rain kembali tertuju pada aspal.

"Yasudah kalau kamu nggak mau." Jackson beranjak, melangkah masuk ke mobilnya. "Sedikit informasi, jalanan disini tuh angker. Penunggunya juga butuh temen," ujar Jackson dari dalam mobil.

"Bapak nakut-nakutin saya?" Rain bergidik ngeri mendengar ucapan Jackson.

"Nggak ada gunanya saya nakut-nakutin kamu,"

Rain meneguk ludahnya. Pertahanannya mulai runtuh me ngingat dirinya sudah duduk selama 5 jam disini, sendirian. Dan sekarang jarum jam mengarah menuju angka sebelas.

Mungkin saja penunggu itu sudah duduk disebelahnya. Bahkan mencoba mengajak Rain berbicara, tapi sayangnya Rain tak tau dan tak mau tahu. Rasa takutnya pada kemarahan Panji berubah jadi rasa takut pada penunggu yang dikatakan Jackson.

"Kamu beneran nggak mau pulang bareng saya?"

Tak perlu berpikir lagi. Tawaran Jackson tak bisa dia tolak. "Yaudah saya pulang bareng bapak," putus Rain lalu masuk ke mobil Jackson. Duduk didepan, disebelah Jackson.

Tepat saat mobil itu mulai melaju, ponsel yang sedari tadi digenggam Rain berbunyi. Dia mengangkat ponselnya, melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Dan ternyata, notifikasi dari Panji.

Panji: Rain, maaf nggak bisa jemput kamu. Mobil aku masuk bengkel.

Rain banya melihatnya tanpa ada niatan untuk membalas. Pesan itu hanya sebuah alasan klasik yang selalu digunakan Panji saat dia tidak bisa menjemput Rain.

Hey Panji! Rain itu tidak bodoh! Dia pikir, Rain tidak tahu siapa itu seorang Panji. Laki-laki itu memiliki mobil lebih dari satu. Kan dia bisa menggunakan mobilnya yang lain untuk menjemput Rain. Huh! Katakan saja kalau dia tidak ingin menjemput Rain. Rain tak keberatan dengan kejujurannya.

Kalau tau begini, Rain tidak usah menunggu Panji sampai larut malam. Tapi sayangnya, Rain tak tahu.

Rain tersentak saat mobil mereka berhenti. Rain menaikkan pandangannya dan matanya bertemu dengan papan bertuliskan Hotel Bintang Lima

Rain menoleh, menatap Jackson yang sibuk mengendalikan mobil, mencari tempat yang strategis untuk parkir. "Bapak ngapain bawa saya ke hotel?"

Jackson menoleh lalu menunjuk seorang laki-laki yang baru saja keluar dari hotel itu. Laki-laki itu melangkah mendekati mobil Jackson. "Saya jemput dia."

Rain terdiam. Sedikit lega. Dia pikir, Jackson akan melakukan yang tidak-tidak padanya. Ah, Rain! Otak lo negatif mulu!

"Heyyo bro!" sapa laki-laki itu. Kemudian menyeret kopernya masuk ke mobil. Dan dia duduk dibelakang.

"Heyyo!" balas Jackson mulai membanting stir meninggalkan kawasan hotel. Tujuan pria itu selanjutnya adalah mengantarkan Rain pulang.

"Pacar lo?" tanya laki-laki itu menunjuk Rain.

Jackson hanya tersenyum tipis tanpa menjawab pertanyaan laki-laki itu. Dalam hatinya, Jackson hanya mengaminkan.

Selama di perjalanan, tak ada diantara mereka yang mengeluarkan suara. Jackson sibuk dengan kemudi, laki-laki yang dibelakang sibuk dengan ponselnya. Dan Rain, dia sibuk dengan pikirannya. Padahal dia sedang tidak memikirkan apapun. Dia hanya bepura-pura berfikir.

Rain tersentak saat mobil yang dia tumpangi telah berhenti melaju. Sudah sampaikah? Kalau iya, dari mana pria itu mengetahui rumahnya? Selama di perjalanan, Rain tidak memberi tahukan jalan menuju rumahnya pada Jackson. Bahkan pria itu tak bertanya pada Rain.

"Bapak tau darimana kalau ini rumah saya?" tanya Rain.

"Kamu tidak perlu tau,"

"Bapak cenanyang?"

"Keluar dari mobil saya!"

"Bapak--

"Bapak, bapak, saya ini masih muda. Kamu tidak usah banyak tanya, keluar dari mobil saya!" ujar Jackson geram.

"Atau keluarnya mau saya bantu?" Jackson menyeringai, menoleh ke arah Rain.

Rain menggeleng cepat, buru-buru dia keluar dari mobil Jackson. Dia sempat menatap laki-laki yang duduk dibelakang sebentar.

"Gue Ramon,"

"Eh" Rain sedikit terkejut saat laki-laki itu bersuara. Memperkenalkan namanya. Rain sedikit terpaku dengan senyum manis laki-laki bernama Ramon itu. Hanya beberapa saat saja, Rain membalas dengan senyuman tipis.

Setelah mengucapkan terima kasih pada Jackson, Rain berlari memasuki rumahnya. Sebelum masuk, Rain sempat menoleh ke belakang. Matanya bertemu pandang dengan mata Jackson yang juga menatapnya. Hanya sekejap, setelahnya tubuh Rain hilang dibalik pintu.

"Dia cantik," celetuk Ramon tiba-tiba.

"Ya, dia cantik. Dan sepertinya dia orang yang tepat," balas Jackson lalu menancap gas mobilnya meninggalkan rumah Rain.

Ramon hanya mengangkat bahunya acuh. Dia sendiri sudah tahu maksud dari ucapan sahabatnya itu. Menurut Ramon, perempuan itu memang orang yang tepat. Tepat dalam artian yang dia sendiri tidak tau.

Semoga suka ya!
Jangan lupa vote dan komen biar author semangat update ya!

Maaf jika typo membuat kalian tidak nyaman.

Next~>

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang