Jackson|Tiga

147 25 17
                                    

"Gue kemaren liat pacar lo sama cewek, Ra" Windi membuka topik pembicaraan. Bersamaan dengan itu, bungkus keripik milik Rain juga terbuka.

Rain yang sibuk dengan makanannya seketika menoleh. Nafsu makannya mendadak turun dan lebih tertarik mendengarkan ucapan Windi. Semoga saja dia kenyang setelah mendengarkan penjelasan tentang pacarnya itu.

"Serius lo?"

Windi mengangguk, "Mereka boncengan pake motor sport hitamnya si Panji. Pelukan ceweknya.. Beuhhh mantap bener. Kagak ada celah buat orang ketiga,"

"Lo yakin kalau itu Panji?" tanya Rain masih tidak percaya dengan penuturan Windi. Mungkin saja itu orang lain yang mirip dengan Panji. Atau mungkin teman Panji yang meminjam motornya.

Windi meneguk jus jeruknya sebelum kembali menjawab, "Mata gue belum rabun, Ra. Lagian dia juga kagak pake helm, keliatan jelas wajahnya."

Rain diam. Tak tau harus merespon seperti apa. Dia sudah sering mendengar pengaduan seperti ini dari temannya semenjak beberapa hari terakhir. Ingin marah, Rain tak tau harus marah pada siapa. Ingin menangis, malu karena itu tidak ada gunanya. Ingin kecewa, ya kadar kecewanya masih dengan porsi sedikit. Dia masih menaruh harapan pada laki-laki itu meski sudah berkali-kali dipatahkan.

"Putusin ajalah Rain. Nggak ada gunanya juga lo pacaran sama laki-laki kek Panji petualangan itu," ujar Windi merangkul bahu Rain.

"Bukannya ngasih kabar, eh malah ngasih luka," lanjutnya.

Rain masih diam. Tidak banyak yang bisa dia perbuat selain diam. Memendam sendiri semua rasa sakit yang diberikan Panji padanya. Dia sangat ingin memaki, memarahi Panji. Tapi itu tidak akan berguna karena laki-laki itu pasti tidak akan peduli. Sekalipun Rain memiliki bukti atas semua perbuatannya.

Panji hanya takut dengan satu hal, satu kata yaitu putus.

"Lo betah banget sih dikasih luka. Kagak sakit?"

"Bukan gitu, Win. Gue tuh sayang banget sama dia. Susah buat mutusin apa yang udah gue jalin hampir tiga tahun," suara Rain terdengar frustasi. Windi tau, pasti sahabatnya itu tersakiti. Hanya saja dia tidak mau berbagi cerita padanya.

"Cuma lo doang yang sayang, cuma lo doang yang menjalin. Sedangkan dia, nggak ngapa-ngapain,"

Benar juga sih. Tiga tahun Rain berjuang sendirian. Berjuang mempertahankan hubungan mereka dan Panji malah berusaha untuk mematikan hubungan itu. Ya, Rain tau itu dan dia hanya diam.

Bodoh memang. Masih mau-maunya memperjuangkan orang yang jelas-jelas menaruh duri ditengah jalan yang Rain lalui.

"Gue tadi pagi juga ngeliat Panji" Tera yang tadinya hanya menjadi penyimak aestetic ikut bersuara.

Sontak Rain dan Windi menatap Tera. Menunggu kelanjutan kata yang akan menjadi bukti kedua setelah pernyataan Windi tadi.

"Dimana?"

"Di TV. Panji lagi nemenin garaga berenang dia amazon," jawab Tera dengan wajah tanpa dosa.

Terzholimi sudah Windi dan Rain yang penasaran setengah mati. Jawaban Tera malah membuat Rain ingin menyuntik mati perempuan itu. Disaat sedang serius dia bercanda, giliran diajak bercanda malah serius.

"Untung lo temen gue, Ter."

Elsa menepuk pelan pundak Rain. Membuat Rain menoleh dan menatap perempuan berambut putih bukan karena uban itu dengan alis terangkat.

"Itu" Elsa menunjuk seorang pria berjas yang tengah memesan makanan. Disampingnya ada seorang wanita berpakaian formal, menggandeng lengan pria itu

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang