"Nanti kamu pulangnya bareng saya" ujar Jackson saat mereka sampai dimeja kerja Rain. Laki-laki itu mengantarkannya membuat Tera dan Windi langsung meninggalkan pekerjaan mereka.
"Iya, Ja" balas Rain. Lidahnya sudah mulai aman.
"Yasudah, saya tinggal kerja dulu" pamitnya, namun Rain buru-buru menyergah saat teringat dengan sesuatu.
"Tunggu, Ja. Obatnya udah kamu minum?"
Jackson terdiam, lalu menggeleng. Dia benar-benar lupa. "Lupa."
Rain menggeleng tak habis fikir. "Obatnya dibawa?"
"Enggak juga. Hehe" Jackson nyengir. Membuat siapa saja yang ada disana menatap takjub. Jarang-jarang loh Jackson itu nyengir. Rain manusia pertama yang bisa membuat Jackson nyengir seperti itu. Benar-benar--tidak bisa berkata-kata.
Kalau Jackson tau karyawannya itu takjub karena dia cengir, dia pasti akan mencibir kalian lebay.
"Kok bisa nggak dibawa obatnya?! Mau sembuh apa enggak sih? Heran. Udah tau penyakitnya parah masih aja suka lalai minum obat" Mereka yang ada disana menjadi saksi bagaimana Rain mengomeli Jackson pagi menjelang siang itu.
"Iya, ini saya mau pulang ngambil obatnya." Dan mereka melihat bagaimana seorang Jackson Abraham menurut begitu saja dengan ucapan Rain.
Mereka... Speechless.
"Yaudah. Nanti kalau obatnya udah ada, kabarin saya." setelahnya Rain melengos pergi dengan wajah kesal. Sudah tau penyakitnya seperti apa, masih saja sesantai itu seolah penyakit itu tidak ada apa-apanya.
Jackson tersenyum melihat kepedulian Rain pada dirinya. Dia tidak takut dengan amarah perempuan itu. Malahan, Rain terlihat menggemaskan.
Tak ingin ibu macan itu kembali mengamuk, Jackson segera berbalik untuk mencari Vibra. Menyuruh anak buahnya itu menjemput obatnya pulang. Jackson terlalu malas untuk kembali berkendara.
Pas sekali, Vibra muncul didepannya. Laki-laki itu terlihat tergesa-gesa.
"Vibra"
Yang dipanggil mendongak, menatap Jackson yang tiba-tiba sudah berubah air muka. Sekarang raut datar andalannya kembali muncul. "Iya, Pak"
"Tolong kamu ambilkan obat saya dirumah. Sebelum jam sebelas obat itu sudah ada diatas meja saya" titah Jackson tak terbantahkan.
"Saya minta sama siapa, Pak?"
"Sepupu saya. Dia pasti ada dirumah. Kamu tau kan siapa sepupu saya?"
Vibra mengangguk, "Tau, Pak."
"Yasudah pergi cepat" Vibra lagi-lagi mengangguk lalu putar balik. Baru juga nyampe langsung disuruh pergi lagi.
Jackson melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Masih cukup waktu untuk sekedar mampir di cafe Ramon. Dia menatap Rain yang mulai sibuk dimejanya, setelahnya Jackson melangkah keluar dari kantor. Dia ingin menemui Ramon, sekalian minum kopi.
Woi?! Katanya malas berkendara? Elah..
Saat tiba dimobil, sebuah surat beramplob batu--lebih tepatnya batu beramplopkan surat terletak diatas kap depan mobilnya. Jackson mengerutkan kening. Manusia kurang kerjaan mana yang suka melempar sampah sembarang, pikir Jackson. Tangannya bergerak mengambil batu itu, lalu melemparnya tanpa membuka surat yang membalutnya. Jackson tidak terlalu khawatir dengan batu itu. Palingan cuma lemparan salah sasaran.
Batu yang dilempar Jackson menggelinding dan berhenti didepan kaki Vibra, laki-laki itu masih belum berangkat kerumah Jackson karena ingin ngopi sebentar dengan Samsul dibawah pohon cemara didekat parkiran. Sekarang dia hanya disini sendiri karena Samsul sudah kembali ke dalam kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...