Jackson |Empat Puluh Dua

32 5 1
                                    

Jackson menghempaskan tubuhnya diatas kasur di kamar. Hari ini melelahkan sekali. Terlebih hatinya. Jackson masih sering sedih kalau mengingat kisahnya dan Rain. Perempuan yang dia dambakan sebagai ibu dari calon anak-anaknya itu ternyata memilih laki-laki lain sebagai calon dari ayah anak-anaknya nanti. Padahal, cincin dibalik kotak hitam sudah dia sediakan jauh-jauh hari. Cincin yang seharusnya dia sematkan di jari manis Rain saat dirinya melamar perempuan itu. Namun nyatanya, itu semua sirna. Angan itu terbang di bawa angin.

Jackson mengangkat kepalanya saat pintu kamarnya di buka tanpa izin. Hampir saja dia memaki karena dia pikir itu Sutra. Tapi ternyata Riya, mamanya.

Buru-buru Jackson bangkit dari rebahan, merubah posisinya menjadi duduk. Menatap Riya yang melempar senyum hangat ke arahnya.

"Mama ganggu ya?" tanya Riya tak enak.

Jackson menggeleng. Dia menepuk tempat disebelahnya. "Sini, ma."

Riya melangkah mendekat setelah menutup pintu. Dia selalu suka dengan sikap Jackson yang lemah lembut saat sedang bersama dirinya. Jarang atau mungkin tidak pernah Jackson membentaknya. Jangankan membentaknya, berkata kasar saja hampir tidak pernah. Laki-laki itu selalu menjunjung tinggi prinsip menghormati yang lebih tua.

"Mau istirahat ya?" tanya Riya duduk disebelah Jackson.

Jackson mengusung senyum lalu menggeleng. "Ada apa? Tumben mama kesini?"

"Emang salah kalau mama liatin anaknya?"

Jackson menggeleng lagi. Riya terkekeh, mengusap bahu putranya. "Besok kamu nikah, Ja."

"Hm."

Riya menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. "Maafin mama sama papa ya karena udah menjodohkan kamu  dengan Lisa. Mama sama papa nggak punya pilihan lain. Perusahaan papa kamu butuh banget bantuan dari perusahaannya Pak Bambang."

Jackson ikut-ikutan menghela nafas. Ya mau bagaimana lagi, dia tidak bisa protes. "Kenapa papa nggak minta tolong sama Jaja? Jaja pasti bisa bantu. Ya papa sama mama kan tau sendiri perusahaan Jaja kayak apa."

"Kamu kan juga tau sendiri papa kamu kayak apa. Dia malu kalau harus minta tolong sama anaknya. Dia mau bangkit sendiri," jawab Riya. Dia juga tak habis fikir dengan sikap gengsi suaminya yang begitu tinggi itu.

Jackson juga tidak bisa berbuat apa. Terima saja semuanya dulu, nanti akan dia pikirkan lagi caranya bagaimana. Intinya, apa yang Jackson rencanakan harus terlaksana dan kalau bisa rencana itu harus berhasil. Dia sendiri juga tidak serela itu menikahi Lisa. Lebih baik jomblo seumur hidup daripada harus menikahi perempuan itu.

Ruangan itu seketika diserbu keheningan. Riya tak lagi bersuara dan Jackson juga tak mau mengeluarkan suaranya. Mereka terlalu jarang berbicara. Jadi agak susah untuk membangun sebuah percakapan.

"Pacar kamu itu, gimana, Ki?" tanya Riya akhirnya. Memang, berlama-lama diam bersama karib itu tidak enak. Apalagi dengan anak sendiri.

Jackson menoleh, menatap Riya. "Rain?"

"Iya."

Malas sekali rasanya kalau Jackson harus membahas tentang perempuan itu. "Ya, nggak gimana-gimana."

"Maksudnya? Hubungan kalian baik-baik aja kan?" tanya Riya bingung.

"Kita udah selesai."

Riya sedikit terkejut dengan penuturan Jackson. Jujur saja, dia cukup menyukai perempuan yang pernah Jackson kenalkan sebagai calon istrinya itu. Perempuan itu cantik, wajah maupun hati. Sangat disayangkan jika hubungan Jackson dan Rain berakhir begitu saja.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang