Jackson| Tiga Puluh Tiga

35 6 0
                                    

"Gue mau pulang" ujar Jackson.  Dia benar-benar tidak betah ditempat ini. Ruangan putih ini memuakkan. Bau obat-obatan itu membuat kepalanya pusing. Memang, tidak ada tempat ternyaman selain kamar sendiri.

Ramon menghela nafas. "Hadeuh. Iya, nanti"

"Sekarang, Mon. Gue mau liat keadaan Rain. Dia pasti sakit pas dengerin ucapan papa" ujar Jackson. Dia benar-benar khawatir dengan perempuan itu.

"Iya, tapi nanti. Lo juga harus mikirin diri lo sendiri. Lo juga lagi sakit" Tahan Ramon. Ananda tidak boleh emosi.

Jackson menghela nafas. Dibanding dirinya, sakit Rain lebih parah. Sakit hati lebih parah dari sakit apapun. "Gue nggak mau tau, Mon. Hari ini gue mau pulang"

Ramon memutar bola matanya malas. "Terserah, Ja"

Melawan Jackson yang keras kepala memang tidak akan ada habisnya. Ramon memilih beranjak pergi dari ruangan itu, meninggalkan Jackson sendirian. Sementara Sutra, dia sudah pulang duluan.

Jackson menatap pintu kamarnya yang tertutup, kemudian beralih memandang layar televisi yang menyala dihdapannya. Berita politik. Jackson tidak berminat.

Yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya keluar dari tempat ini. Jackson tidak akan tenang jika belum bertemu dengan Rain.

"Kabur?" tanya Jackson pada dirinya sendiri.

Bos dari sebuah perusahaan itu tersenyum miring saat sebuah ide muncul di kepalanya.

"Ide yang sangat bagus" gumamnya. Kemudian lanjut memikirkan strategi, bagaimana bisa kabur dengan aman dari rumah sakit ini.

***

Ramon melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Kedua tangannya tenggelam dalam saku celananya dengan mulut bersiul riang gembira melantunkan nada bahagia. Dia sedang menujukan langkah kakinya ke kantin rumah sakit. Ingin ngopi menyegarkan pikirannga sejenak. Yang mengira Ramon akan pulang, you semua salah besar. Yakali Ramon meninggalkan Jackson yang keras kepala itu sendirian dirumah sakit.

Kantin rumah sakit. Terbilang luas namun juga tidak luas-luas betul. Hanya ada empat stan penjual makanan yang berniaga disini. Lumayanlah, tempat pelampiasan para pasien kalau bosan dengan makanan hambar yang diantarkan para perawat itu.

"Nasi gorengnya satu. Bubur ayamnya satu. Dibungkus, Buk. Sama kopi hitam satu," ujar Ramon pada ibu kantin.

"Siap mas. Ditunggu sebentar. Ibu siapkan dulu" balas si Ibu Kantin yang kembali dibalas dengan anggukan dari Ramon.

Laki-laki berambut abu-abu dengan lesung pipi manis itu beranjak pergi untuk mencari tempat duduk. Capek juga kalau berdiri.

Mata Ramon tertuju ke arah meja sudut, di depan stand bubur kacang hijau. Seorang perempuan cantik duduk seorang diri disana. Terbesit dalam hati Ramon untuk mendekati perempuan itu. Hitung-hitung mencari jodoh. Mana tau itu jodohnya kan?

"Permisi. Boleh saya duduk disini?" Ramon meminta izin pada si perempuan yang rupanya seorang dokter. Dia terkejut dengan kehadiran Ramon yang tiba-tiba.

Wah. Demi apa? Ramon bisa bertemu dengan seorang dokter cantik ini. Dia juga sedang menikmati secangkir kopi hitam.

"Oh, silahkan" balas dokter itu akhirnya sembari melempar senyum manis.

Ramon mengangguk, balas tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Menarik kursi dihadapan dokter itu lalu duduk disana.

Ah, sial! Ramon lupa mengambil kopinya. Pasti si ibu sudah selesai membuatkannya. Saat hendak beranjak, ibu kantin bak dewi malaikat datang membawakan seluruh pesanannya. Bersyukur sekali Ramon karena dirinya tak harus pergi dan kehilangan kesempatan untuk berkenalan dengan dokter didepannya ini.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang