Jackson|Dua Puluh Empat

56 7 0
                                    

Pagi ini, Rain akan kembali ngantor seperti biasanya. Memulai hari yang terasa lebih istimewa. Dirinya sudah menjadi milik seseorang dan itu membuat Rain merasa istimewa.

Usai sarapan, Rain langsung keluar rumah. Berdiri diteras menunggu ojek langgananya datang. Rain sudah terbiasa naik ojek pengkolan ketimbang ojek online atau grab. Rasanya lebih nikmat saja gitu saat menghirup asap kanelpot motor yang tercium unik. 

Saat rasa lelah sebab berdiri terlalu lama menunggu ojek yang tak kunjung datang, kakinya yang semula digrayangi arwah semut mendadak kuat diajak berjalan. Niatnya ingin duduk, malah berganti dengan niat ingin lari jauh. Tukang ojek yang dia tunggu bukanlah pria berkemeja biru itu. Dan satu lagi, ojek tidak menjemput penumpangnya menggunakan pajero.

"Rain, tunggu" sergah laki-laki itu berusaha cepat keluar dari mobilnya dan mengejar Rain yang berjalan cepat seolah menghindar. Bukan seolah tapi memang menghindar.

Rain tidak peduli, dia berhenti sejenak untuk membuka sepatu hellsnya, supaya bisa berjalan dengan cepat. Setelahnya dia kembali melangkah, tak peduli dengan Panji yang mengejarnya dan berteriak dibelakang.

"Rain!"

Sial! Kaki Rain menginjak batu besar dengan ujung runcing. Hal itu membuatnya terjatuh, memegangi telapak kakinya yang mengeluarkan darah. Rain meringis, berusaha untuk bangkit dan kembali berjalan atau mungkin berlari. Namun sayang seribu sayang, Panji berdiri dihadapannya, mengulurkan tangan berniat membantu.

"Gue bukan orang jahat yang perlu lo takutin" ujar Panji dengan tangan masih setia terulur.

Rain mendongak, menatap Panji penuh benci. "Lo jahat! Dan semakin jahat karena lo selalu ngusik hidup gue!"

Rain berusaha bangkit sendiri, namun hasilnya dia tetap terjatuh. Kakinya benar-benar terasa sakit, padahalnya hanya menginjak batu. Dia kembali meringis, menunduk, menatap telapak kakinya yang berlubang.

"Salah nggak sih kalau orang jahat itu berubah, memperbaiki dirinya supaya jadi lebih baik?" Panji berjongkok disisi tubuh Rain. Kemudian, tanpa persetujuan yang punya badan, Panji menggendong Rain ala brydal style. Membawa perempuan itu menuju teras rumah Rain, mendudukkannya di atas dipan bambu.

"Lo nggak bisa seenaknya sama gue, Nji. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa jadi...tolong ngerti. Jangan berharap gue bisa jadi pacar lo lagi. Berhenti ngusik ketenangan gue, Nji. Sekarang, status kita cuma mantan. Lagian gue juga udah punya pacar, gue harus bisa jaga perasaan dia, Nji" terang Rain.

Namun untuk keduanya kali, sayang, Panji masih tidak paham dengan tutur kata Rain. Yang ada dalam pikirannya sekarang adalah balikan, ayo kita bersama lagi dan aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Didalam hatinya, Panji kembali memerdekakan Rain. Sebuah nama mengukir disana dan nama itu adalah Rain.

"Semuanya bisa diperbaiki Rain. Kaca yang pecah aja bisa bersatu kembali" balas Panji, berjongkok didepan Rain. Mengecek luka dikaki perempuan itu.

"Memang, tapi nggak seperti semulanya. Mungkin, kaca itu juga udah dibuang karena kalau dipake pun cuma bisa nyakitin mata" balas Rain. Dia sedikit meringis saat Panji menekan telapak kakinya untuk memasang plester. Setelahnya Panji tersenyum kemudian bangkit.

"Kita nggak bisa nyamain semuanya dengan kaca Rain. Adakalanya semuanya emang kembali tanpa ada rasa canggung  atau rasa tak sama seperti dulu. Semuanya bisa baik-baik aja."

"Nggak ada yang baik-baik setelah putus dengan cara semanis itu, Nji!" Rain berujar dengan nada bicara naik satu oktaf.

"Oke. Kita lupain itu. Anggap itu semua nggak pernah terjadi. Anggap gue dan lo baru kenal. Anggap gue orang asing. Kita nggak pernah ngejalin hubungan apa-apa, dan baru ketemu sekarang"

Rain terkekeh geli. Panji pikir sebuah hubungan itu adalah lelucon. Sejauh apapun Rain pergi, seberapa abad pun Rain tidak bertemu Panji, ingatan tentang dirinya dan laki-laki itu saat saling mengumbar janji akan tetap ada dimemorinya. Sedalam apa memori itu terkubur di otaknya, secuil kenangan yang muncul dapat mengembalikan semuanya. Kalau memang ingin melupakannya, benturkan saja kepala ke aspal. Dan berdoa agar semua ingatan itu hilang. Hanya itu cara yang bisa dia lakukan kalau benar-benar ingin berlari jauh.

"Ngelupainnya nggak semudah itu, Nji. Kucing gue yang mati tujuh tahun yang lalu aja masih gue inget. Apalagi wajah bejat lo yang baru gue kenal tiga tahun."

"Gue cinta sama lo Rain!"

"Kenapa lo cinta saat kita udah nggak ngejalin hubungan apa-apa. Kemarin-kemarin lo kemana? Rasa cinta lo kemana? Mustahil lo nggak cinta gue selama tiga tahun ini, Nji. Atau mungkin lo niat macarin gue cuma buat main-main, makanya nggak make perasaan" Rain kesal sendiri dengan kehadian Panji yang selalu memohon balikan.

"Iya, gue tau gue salah. Sekarang gue mau memperbaiki kesalahan dan apa itu salah?"

"Salah!"

"Tolong jelasin dimana letak kesalahan gue Rain?"

"Yang pertama, lo ngajak balikan disaat gue udah muak sama lo. Yang kedua lo maksa. Dan yang ketiga--

"Dia sudah jadi milik orang lain" potong Jackson  yang entah sejak kapan sudah berdiri didepan pajero milik Panji. Dia menatap Rain dan Panji datar sembari melipat tangan didada.

Tau akan kehadirannya sudah disadari, Jackson berjalan mendekati. Menghampiri keduanya. Yang satunya duduk diatas dipan, yang satunya berdiri didepan. Menghadap ke wajah Rain.

"Anda tidak bisa memaksa. Rain sudah menolak, seharusnya anda sadar diri," ujar Jackson datar.

"Lo...nggak usah ikut campur!"

"Saya berhak ikut campur, karena perempuan yang anda usik adalah calon istri saya" balas Jackson. Dia mendekati Panji lalu mendorong laki-laki itu agar menjauhi Rain.

Panji menatap Jackson tajam. "Nggak usah halu! Rain nggak mungkin nikah dengan orang kayak lo!"

"Semuanya bisa jadi mungkin. Hanya satu yang tidak" Jackson sengaja menghentikan ucapannya. Menatap Rain sejenak lalu kembali meluruskan pandangannya ke arah Panji. "Bersatunya anda dan Rain. Itu tidak akan mungkin."

Panji mengeraskan rahangnya, kedua tangannya yang terkepal melayang membogem wajah Jackson. Membuat Rain memekik.

Wajah Jackson tertoleh ke samping. Bukannya meringis, dia malah terkekeh. "Hanya orang bodoh yang marah atas kesalahannya sendiri" ujar Jackson kembali menatap Panji.

Panji kembali melayangkan pukulan namun ditangkis mudah oleh Jackson. Yang tadi hanya percobaan, seberapa kuat pukulan laki-laki itu. Jackson memelintir tangan Panji, memutar tubuhnya. Sedikit suara retakan atau patahan terdengar, membuat mulut Panji berteriak kesakitan.

"Sekali lagi anda mengusik kehidupan Rain. Konsekuensinya akan lebih menyakitkan" Jackson mendorong tubuh Panji.

Setelahnya, Jackson menatap Rain. Tanpa berkata apapun, tangan Jackson mengusup dibawah lutut dan tengkuk Rain. Menggendong tubuh perempuan itu dengan gagah menuju mobilnya. Plester dikaki Rain cukup menjelaskan kalau perempuan itu kesulitan untuk melangkah.

Masih diteras kontrakan Rain, Panji menatap kepergian dua manusia itu dengan tatapan penuh benci. Dia bersumpah pada dirinya akan merebut Rain dari laki-laki bernama Jackson itu. Dan membuat laki-laki itu terpuruk dan terluka lebih parah darinya.

Jangan lupa votement!

Next...

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang