Pagi ini, kondisi sudah kembali normal. Jackson sudah kembali ke kantor dan Rain juga sudah mulai bekerja. Banyak pertanyaan yang di lontarkan Windi pada Rain tentang hubungan dirinya dan Jackson yang masih belum dia jelaskan pada kedua teman-temannya. Ya, Rain masih belum terbuka soal hubungannya dan Jackson pada Tera dan Windi. Bukan karena memang ingin merahasiakan, melainkan malas untuk membahasnya. Rain yakin, jika dirinya nekat membahas tentang perjalanan kisahnya dan Jackson yang belum sampai satu kilo meter, pekerjaan mereka pasti akan terabaikan.
Kini, Rain sudah duduk manis di mejanya. Menyantap berbagai berkas dan pekerjaan yang harus dia selesaikan. Meskipun pacarnya adalah bos dari perusahaan tempat dia bekerja, Rain tak ingin leha-leha, atau semacam memanfaatkan statusnya. Dia harus tetap menjadi karyawan yang frofesional.
Tera baru saja pergi ke dapur untuk membuat teh dan Windi ke kantin untuk membeli cemilan. Sekarang, dia hanya tinggal sendirian di balik bilik kerjanya. Samsul dan Edwinpun juga tidak terlihat.
"Permisi."
Rain yang awalnya sedang fokus-fokusnya pada layar komputer, mendongak. Mendapati Jackson dengan setelan santai biasanya sedang bertopang dagu menatap ke arahnya. Tak lupa dengan senyuman manis yang akhir-akhir ini sering laki-laki itu tunjukan.
"Pagi," sapanya.
Rain terkekeh pelan lalu ikut mengembangkan senyuman. "Pagi, Ja."
"Banyak kerjaan ya?" tanya Jackson. Dia mengambil kursi kosong lalu menggesernya tepat di sebelah Rain dan duduk di sana.
Rain menjauhkan kedua tangannya dari papan ketik. Dia menoleh, menatap Jackson yang sepertinya tampak berseri sekali. "Lumayan. Kamu udah sehat? Udah nggak sakit lagi?"
"Udah. Aku langsung sembuh pas kamu jenguk dan peluk waktu itu." jawab Jackson. Dia kembali menaikkan tangannya untuk menopang dagu sambil meluruskan tatapannya ke arah Rain.
"Bisa aja. Udah makan?"
Jackson menggeleng. "Belum."
"Yaudah, makan dulu sana. Nanti sakitnya kumat loh," titah Rain menepuk pelan pundak laki-laki itu.
Jackson kembali menggeleng. "Temenin," pintanya.
Rain memutar bola matanya. Banyak mau sekali Jackson ini. Semakin hari, sikapnya semakin manja saja. "Kamu duluan aja ke kantinnya. Aku masih harus nyelesain ini."
"Tinggalin aja."
"Nggak bisa dong. Masih pagi masa udah bolos kerja."
Jackson terkekeh. Tangannya terulur mencubit hidung Rain. "Cantik banget sih."
"Masih pagi, nggak usah ngegombal. Nanti di ketawain matahari," omel Rain kemudian akhirnya tertawa kecil.
Jackson semakin gemas dengan Rain, membuat tangannya kembali bertindak. Mencubit pipi Rain. "Gemes banget. Pacar siapa sih?"
"Ada. Tuh orangnya." Rain menunjuk Jackson.
Lantas dengan tiba-tiba, laki-laki itu memeluk Rain. Memeluknya erat. Rain saja dibuat bingung oleh tingkah Jackson yang terlihat aneh.
"Kenapa?"
"Jangan pernah pergi. Jangan pernah tinggalin aku. Jangan pernah kemanapun tanpa aku, Rain."
Rain tersenyum hangat. Lagi-lagi, Jackson takut dengan kepergian. Takut dengan kehilangan. "Nggak akan ada yang pergi. Nggak akan ada, Jaja."
Jackson melepas pelukannya. Menatap wajah perempuan yang teramat dia sayangi itu lamat-lamat. "Janji?"
"Jangan janji. Lebih baik kita buktikan saja langsung."
"Oke."
"Huuu, pagi-pagi udah bucenn!" teriak Sutra yang baru saja menginjakkan kakinya di ruang kerja karyawan. Entah datang dari mana dan datang dengan tujuan apa, tidak ada yang tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...