"Sudah siap Rain?" tanya Jaya yang sudah rapi dengan jasnya.Rain menatap pantulan wajahnya di cermin. Wajah berhias make-up itu tak mampu menyembunyikan air mata Rain yang mengalir. Dia sedih. Jelas. Malam ini dia dan Panji akan bertunangan setelah itu menikah. Membangun rumah tangga bersama orang yang Rain benci. Rain tak masalah jika takdir mengharuskannya bersama Panji. Tapi kenapa? Kenapa disaat dirinya sedang menjalin kasih dengan Jackson?
Rain merasa bersalah atas semua ini. Dia tidak bermaksud berkhianat, dia hanya ingin menyelamatkan Jackson dari ancaman Panji. Rain yakin, laki-laki gila itu tidak akan membiarkan Rain dan Jackson hidup tenang sebelum apa yang laki-laki itu inginkan tercapai.
Panji penuh tekad. Dia mau itu, ya harus dapat. Dia mau buang itu, ya harus dibuang dan mau dipungut lagi, ya dipungut. Prinsip hidupnya adalah membahagiakan hidupnya sendiri. Berbuat sesuka hati asalkan dirinya bahagia, tak peduli dengan orang lain. Rain tahu, laki-laki itu kesepian, butuh perhatian dan butuh cinta. Kesibukan kedua orang tuanya membuat Panji egois.
"Rain," panggil Jaya, menghampiri Rain yang geming di depan kaca.
"Iya. Aku udah siap. Ayo berangkat sekarang," ujarnya setelah mengusap setitik air mata yang menghancurkan make-upnya. Berbalik, menatap Jaya dengan senyuman. Senyuman paksa yang harus dibuat semanis mungkin.
Jaya melangkah lebih dekat, meraih tubuh Rain untuk dia dekap. Ada rasa bersalah dalam dirinya ketika melihat Rain cantik dengan gaun itu. Jaya tahu, ini semua berat. Tapi mau bagaimana lagi, Panji menjanjikan bahaya untuk istri, Rain dan dirinya sendiri. Laki-laki itu pasti akan gila jika Rain menolak permintaan laki-laki itu.
"Maafin ayah, Rain," bisik Jaya mengecup singkat puncak kepala Rain.
"Nggak usah minta maaf, yah. Nggak ada yang salah disini," balas Rain berbanding terbalik dengan gumaman batinnya. Aku yang salah, yah.
***
Ramon sudah ganteng dengan kemeja batiknya. Ditambah lagi dengan senyuman manisnya saat ada wanita-wanita cantik yang melambaikan tangan. Disebelahnya, Jackson tampan dengan kemeja batik yang hampir serupa motifnya dengan kemeja Ramon. Hanya saja kemeja Jackson lengan panjang. Diluar kemeja, jas hitam membungkus semuanya, membuat laki-laki itu terlihat dua kali lipat lebih gagah dan tampan.
Kedua bujangan itu duduk di taman di depan hotel Medega. Kebetulan Jackson ada acara di hotel ini. Memenuhi undangan dari Pak Gema. Katanya merayakan hari ulang tahun perusahaannya. Dan Ramon, datang menjadi patner Jackson. Biar Jackson tidak alone, katanya.
"Masuk aja yuk, Ja. Keburu mulai acaranya," ajak Ramon yang sudah lelah menepuki nyamuk nakal yang suka curi-curi kiss dipipi bolongnya.
Jackson menoleh sembari mengigiti kuku jempolnya. Entah bujang itu grogi atau memang gabut, Ramon tidak tahu. Yang jelas itu sangat kurang kerjaan. "Hm?"
Ramon menghela nafas. "Mau nunggu apalagi? Ini udah jam delapan. Masuk ajalah sekarang."
Jackson masih diam tanpa menghentikan aktivitasnya. Apakah Rain benar-benar sudah pergi? Apakah dia tidak butuh kesempatan kedua ini? Jackson sudah berbaik hati untuk menunggu satu jam lewat dari jam yang dijanjikan. Dia juga rela digigiti nyamuk yang entah kenapa bisa berkeliaran di sekitaran hotel bintang lima ini. Apa betul Rain akan kembali pada mantannya dan membuang Jackson? Apakah mereka betulan akan berakhir? Dan, haruskah undangan manis yang bersembunyi di balik jasnya Jackson hadiahkan untuk Rain?
Terlalu banyak pertanyaan yang membuat kepala Jackson pening. Cinta terlalu rumit. Kalau tahu begini, Jackson ingin jomblo saja sampai nanti bertemu dengan jodoh yang seharusnya. Sakit sekali rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayang begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...