Jackson|Delapan

89 12 0
                                    

"Makan."

Rain menatap Jackson bingung. Sedangkan yang di tatap sudah melahap makanannya tanpa mempedulikan Rain.

"Bapak ngapain ke rumah saya pagi-pagi?" tanya Rain sembari menyuapkan makanannya ke mulut. Sayang juga kalau bubur ayam gratis ini tidak dimakan.

"Mau ngajak kamu joging sekalian ke pelaminan," jawab Jackson datar.

Rain terkekeh, "Bapak sekarang udah jadi pelawak juga ya?"

Jackson menoleh sejenak sebelum akhirnya pandangan laki-laki berumur 26 tahun itu kembali fokus pada makanannya.  Ia tak menjawab, menganggap pertanyaan Rain angin lalu.

Rain mendorong mangkok bercap ayam jago yang sudah kosong. Menandakan bahwa ia telah selesai. Jackson melirik dan akhirnya ikut menyudahi aktivitas makannya.

"Kok nggak di habisin?" tanya Rain.

"Kenyang. Kalau kamu mau, kamu boleh makan sisa saya," ucap Jackson santai.

"Ogah, Pak!" sarkas Rain. Kalau dia mau, Rain bisa beli sendiri tanpa harus memakan sisa Jackson.

Jackson menganggap itu angin lalu. Setelah meneguk minumannya, Jackson beranjak pergi. Rain yang ditinggalkan tanpa ucapan pamit hanya bisa melotot. Sebenarnya punya masalah apa sih Jackson itu dengannya? Sampai setega ini meninggalkan Rain sendirian.

Dengan perasaan kesal, Rain meraih mangkok bubur ayam Jackson yang masih tersisa setengah. Rain meneguk ludahnya. Melihat penampakan nikmat itu, perutnya kembali berbunyi. Ah, bubur ayam itu sepertinya sedang menggodanya agar Rain mau menyentuhnya. Oke, kalau itu mau bubur ayam itu. Rain akan melahapnya hingga habis. Hitung-hitung menghapus dosa Jackson karena membuang-buang makanan.

"Rain."

Kunyahan nikmat yang membuat lidah Rain menari-menari seketika terhenti. Matanya reflek melotot saat mendengar suara itu. Suara yang membuatnya bahagia sekaligus sakit dalam waktu yang bersamaan. Setelah menelan makanan dimulutnya dan meneguk segelas es teh manis yang ternyata milik Jackson, Rain memberanikan diri untuk melihat siapa yang memanggil namanya. Hanya ingin memastikan saja, apakah pemilik suara itu sama dengan orang yang membuatnya terluka kemarin.

Dia tersenyum, membuat Rain ingin menimpuknya dengan sendal swallow milik kakek Tera.

"Panji?" Bodohnya Rain malah bertanya, seolah kembali memastikan bahwa makhluk bernyawa yang sering khilaf di depannya ini adalah benar-benar Panji.

Laki-laki itu hanya tersenyum lebar, kemudian mengambil duduk dihadapan Rain. Wajahnya masih sama, belum berubah. Malahan, Panji semakin tampan dengan aura ke fuckboy-an yang semakin mencuat. "Apa kabar?"

Pertanyaan yang mampu meruntuhkan benteng pertahanan yang Rain bangun kemarin. Memang, kemarin Rain sudah move on dengan Panji. Secepat itu? Ya, itu semua berkat Jackson yang membuatnya merasakan dag-dig-dug untuk kedua kalinya. Namun, si kampret ini malah kembali datang dengan pertanyaan apa kabar serta senyuman manisnya yang membuat hati Rain kembali di serang dag dig dug dadakan.

Sejujurnya, Rain masih sedikit cinta dengan Panji. Ingat, hanya sedikit.

"Baik. Sangat baik malahan," jawab Rain.

Panji tersenyum tipis. Tangannya terulur hendak meraih tangan Rain, tetapi gadis itu lebih dulu menyadari dan menjauhkan tangannya dari jangkaun Panji.

"Aku mau lurusin semuanya, Rain," ujar Panji.

Rain tertawa mendengar ucapan Panji. "Lurusin? Mau ngelurusin apa lagi? Semuanya udah selesai."

"Malam itu, aku nggak bermaksud buat mutusin kamu--"

"Terus maksud dari kata hubungan kita harus berakhir itu apa, Nji?"

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang