Jackson | Empat Puluh Satu

37 6 0
                                    

Jackson melangkah memasuki kantor dengan pakaian santai khas dirinya. Pagi ini dia hanya ingin mengecek laporan yang dia tugaskan pada karyawannya dan mencari informasi terbaru tentang perusahaan dari Alena.

Langkah kakinya mantap, membuat mereka yang sudah biasa bertemu selalu saja jatuh hati dan kagum dengan ketampanan Jackson. Ya, laki-laki itu memang beruntung dianugrahi wajah dan tubuh yang sempurna. Hanya saja, sesuatu didalamnya membuat semuanya tak lagi berarti. Tadi pagi, Jackson diserang sakit kepala hebat dan kembali mimisan. Sepertinya sudah hampir setiap hari dia mengalami hal itu. Jackson tahu, ini pasti akan berakibat fatal. Tapi tetap saja dia tidak mau bertemu dokter Aryo dan minum obat. Pengharapannya sudah patah, semangatnya sudah tak ada. Dulu perempuan itu ada disisinya layaknya pahlawan, membantu Jackson bangkit. Tapi sekarang, perempuan itu sudah jadi milik orang lain.

Lagipula, besok dia akan menyamar menjadi pahlawan walau harus menikahi Lisa anak si Bambang itu. Jackson ingin segala bebannya lepas, runtuh meringankan bahunya. Jackson akan dapat bernafas lega jika apa yang dia rencanakan akhir-akhir ini dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Seharusnya, Abraham tidak minta tolong pada Bambang. Dirinya ada, punya perusahaan besar yang sukses. Tapi ya, kembali lagi pada Abraham sendiri. Apapun yang ayahnya itu perbuat adalah keputusan dirinya sendiri.

BRUKK!!

Saking keasikannya melangkah, Jackson sampai tidak melihat sesuatu di hadapannya dan berakhir bertabrakan begini.

"Maaf, Pak," ujar perempuan di depannya mengusap kemeja Jackson yang ketumpahan kopi dengan gurat panik.

Jackson menunduk, menatap perempuan yang hanya setinggi dadanya itu dengan pandangan yang sulit diartikan. "Kamu sengaja?"

Rain menghentikan pergerakan tangannya. "Noda itu tidak akan hilang jika diusap-usap menggunakan tangan kosong," ujar Jackson kemudian berlalu begitu saja.

Rain terdiam lalu menoleh ke belakang menatap punggung Jackson yang perlahan menjauh. Dia rindu sekali dengan laki-laki itu. Rain rindu peduli pada laki-laki itu. Rain rindu tetang segala sesuatu yang menyangkut Jacson. Sekarang, siapa yang mengingatkan Jackson untuk makan dan minum obat? Apakah calon istri Jackson perhatian pada laki-laki itu?

"KAMU NGGAK RINDU AKU, JA?" seru Rain akhirnya kelepasan, membuat Jackson yang hendak berbelok di koridor menjadi menghentikan langkahnya.

Jackson memutar tubuhnya, menatap Rain dari tempatnya dengan pandangan datar. Apa maksudnya bertanya seperti itu? Ingin membuat Jackson terluka lebih dalam lagi? Menerima kenyataan bahwa Rain sudah di lamar orang lain saja susah, apalagi menghadapi bayang-bayang Rain yang seakan kembali berjalan disampingnya. Bisa mati muda Jackson karena gagal move on. Oke. Jackson mulai berlebihan.

"AKU RINDU KAMU JA! AKU RINDU TENTANG KITA!" teriak Rain. Dia masih berdiri di tempatnya, tak ada niatan untuk mendekati Jackson.

Jackson mengangkat sebelah alisnya. Rindu katanya? Jackson tidak salah dengarkan?

"SIMPAN SAJA RINDU KAMU!  TENTANG KITA SUDAH LENYAP!" balas Jackson.

Hati Rain tercubit, dadanya sesak dan berujung meluncurkan air matanya. Kenyataan bahwa dirinya sudah tidak ada hubungan apapun lagi dengan Jackson kerap membuatnya terluka. Apalagi mendengar ucapan Jackson yang seakan benar-benar sudah menerima semua yang terjadi, membuat Rain selalu menangis. Rain lebih suka berhadapan dengan Jackson saat melaporkan hasil kerjanya dari pada berhadapan dengan Jackson yang berdiri jauh dihadapannya.

"LUPAKAN SEMUANYA! ANGGAP SAJA KITA TIDAK PERNAH BERTEMU. SAYA TERLALU LEMAH JIKA SUDAH DISAKITI!"

"MELUPAKAN ITU SULIT JA!"

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang