Jackson |Empat Puluh Sembilan

33 6 0
                                    

Satu bulan berlalu...

Jackson keluar dari rumah sakit sebulan yang lalu dan sekarang kembali lagi ke rumah sakit untuk tujuan yang baru.

Kata Ramon, Rain masih belum sadar dari komanya. Semenjak ada insiden yang menimpa keduanya dan dirawat di rumah sakit yang sama, Jackson tak pernah tau menahu dengan kabar perempuan itu. Hanya kabar burung yang dia jadikan pedoman.

Jackson bukannya tak ingin menjenguk Rain. Dirinya masih tak sanggup untuk menemui perempuan itu. Entah siapa pelakunya, yang jelas luka Jackson masih ternganga. Jackson sebenarnya tak terlalu menyalahkan Rain sebab perempuan itu juga menjadi korban. Hanya saja, diamnya perempuan itu saat mendapat masalahlah yang membuat mereka ada di titik sekarang.

Ini tidak akan rumit jika Rain mau berterus terang.

"Lo yakin mau nemuin Rain, Ja?" tanya Ramon agak khawatir dengan Jackson. Dia tau benar dengan laki-laki itu.

Jackson memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Kemudian menatap Ramon. "Iya."

Ramon menghela nafas. Jackson itu sok kuat, padahal hatinya rapuh. Ramon tau, Jackson masih belum move on dari Rain. Jackson masih sering termenung disaat mereka sedang nongkrong bersama. Bahkan Jackson menjadi pribadi yang lebih dingin.

"Lo kuatkan ngeliat dia udah punya pendamping?" tanya Ramon lagi namun lebih hati-hati.

"Gue masih punya hati. Makanya gue jenguk dia buat tau gimana keadaannya. Ini bukan soal hati, Mon. Tapi soal gimana gue ngehargain perempuan itu."

Oke. Jackson kesal. Laki-laki itu berlalu dengan langkah lebar, meninggalkan Ramon yang menjadi manusia bersalah karena sudah jadi wartawan dadakan.

Bukan tanpa alasan juga Ramon bertanya. Dia hanya ingin memastikan seberapa kuat mental Jackson. Kalau nyatanya tak sanggup untuk bertemu, Jackson tak usah memaksakan. Kan yang sakit hati juga dia, bukan Ramon.

Dan apa katanya lagi? Bukan soal hati? Ramon tak percaya dengan ucapan Jackson. Palingan nanti langsung mellow saat melihat tangan Rain digenggam Panji.

Omongan laki-laki itu kuat, tapi pergerakannya lemah.

Jackson menarik nafas, menghembuskannya pelan. Mendorong pintu kamar inap Rain, kemudian melangkah masuk disusul Ramon.

Tidak ada siapa-siapa disana, kecuali Rain yang masih terbaring bersama seperangkat alat medis yang membantunya untuk tetap bertahan.

Jackson masih berdiri di pintu. Keadaan Rain membuatnya di terpa rasa bersalah. Apa mungkin ini karena Jackson yang mengusir perempuan itu dari rumahnya dan Rain frustasi lalu berakhir tak terkendali?

"Kalau nggak kuat mending balik aja, Ja. Ntar yang ada penyakit lo malah kambuh," ujar Ramon khawatir.

Jackson tak menghiraukan ucapan Ramon. Dia memilih untuk melangkah mendekat, menatap Rain lekat dari jarak dekat.

Tidak ada yang berubah. Perempuan itu masih cantik. Hanya saja ada beberapa luka gores yang menghiasi wajah perempuannya. Tapi tenang saja, Rain masih tetap cantik dan akan selalu begitu.

"Rain," Jackson berdiri di tepi brangkar, meraih pergelangan tangan Rain untuk dia genggam.

"Kenapa masih belum bangun?" tanya Jackson dengan suara pelan. "Udah satu bulan, kamu nggak mau ngeliat dunia? Ngeliat saya?"

Jackson terkekeh miris. Apa yang barusan dia ucapkan? Mereka sudah tak memiliki ikatan. Seharusnya Jackson sadar bahwa kedatangannya kesini hanya untuk menjenguk, bukan mengajak Rain berkelana di masa lalu. Laki-laki itu tersenyum sumir, kembali memusatkan pandangannya pada Rain yang masih tak mau bergerak. "Saya lupa, kita udah nggak ada hubungan apa-apa."

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang