Jackson |Empat Puluh Empat

30 3 0
                                    

Hari ini pernikahan abal-abal--kalau menurut Jackson--akan di gelar. Laki-laki bermarga Wangkertas itu sudah ganteng dengan setelan jas hitam yang berpadu dengan celana bahan berwarna senada serta kopiah yang sudah bertengger di kepalanya. Ijab qabulnya juga sudah Jackson hafal walau nantinya dia tidak akan mengucapkan itu. Latihan saja untuk pernikahannya dimasa depan nanti.

Laki-laki gagah permanen itu melangkah meninggalkan ruang tata rias menuju ruang acara. Riya, Abraham, Bambang dan Sari--mama Lisa-- sudah menunggunya dengan senyum bahagia. Terlebih lagi Abraham, senyumnya lebar sekali seperti sehabis dapat uang segepok. Mereka juga sama rapinya dengan Jackson. Baju kebaya berwarna merah muda serta songket dan kemeja batik coklat gelap couple terpasang apik ditubuh kedua pasangan besanan itu.

Niatnya, seusai ijab qabul, acara pernikahan akan dilangsungkan. Setelah duduk dihadapan Pak Penghulu, Jackson akan duduk di pelaminan bersama Lisa. Itu adalah harapan mereka, bukan Jackson. Dia jelas memiliki harapan dan rencana tersendiri. 

"Wah, gantengnya anak mama," puji Riya dengan tatapan menggoda. Senyumnya merekah bak buah durian yang sudah matang. Manis.

"Jackson kloningan Mas Abraham banget. Ganteng, berwibawa," tambah Sari. Tak lupa juga, dia memegangi lengan kekar Jackson.

"Ya jelas. Rumah produksinya berkelas gini," balas Abraham dengan wajah senga membuat Bambang, Riya dan Sari tertawa.

"Nggak salah kalau Lisa nikahnya sama Jackson. Udah ganteng, sukses, pinter, berwibawa, gagah, banyak plusnya deh pokoknya." Sari kembali melontarkan pujian membuat ketiga orang tua lainnya tersenyum lebar. 

Jackson hanya menanggapinya dengan senyum tipis. Terserah merekalah mau memuji Jackson seperti apa. Dia sudah sadar diri dengan kegagahan dan ketampanannya, jadi tak perlu terbang jika emak-emak itu mengatakannya ganteng. Jangankan pakai jas begini, pakai kaos oblong sama celana pendek saja Jackson sudah mempesona. Membuat ibu-ibu yang bergibah di gerobak sayur langsung tobat.

"Udah siap buat ijab qabul?" tanya Abraham keluar dari aksi puji memuji ibu-ibu yang sudah berlebihan itu. Masa iya muji sampai ke hidungnya yang kelihatan kosong, tidak ada upil. Katanya, Jackson orangnya bersih sampai lubang hidungnya kinclong begitu.

"Siap nggak siap ya harus siap," jawab Jackson datar.

"Jangan benci papa karena ini, Ki. Papa ngelakuin ini demi kamu. Untuk kebaikan kamu," ujar Baraham menepuk-nepuk bahu putranya.

Jackson hanya menanggapi ucapan Abraham dengan air muka datar. Terbaik dari mana? Yang ada kena mental Jackson karena harus bersanding dengan Lisa sekalipun hanya pura-pura. Setelah mendengar sedikit nasehat dari sang ayah, Jackson berlalu pergi menghampiri Ramon yang berdiri di depan meja berisi makanan.

Jackson menepuk pundak laki-laki berlesung pipi itu, membuat si empunya pundak yang mantap untuk dijadikan sandaran itu menoleh kaget.

"Ngapain lo?" tanya Jackson.

Ramon menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Tatapan laki-laki berambut coklat itu tampak bingung. "Ini, kepiting saos padangnya bikin gue ngiler."

"Kalau ngiler ya makan. Emang mau lo si jabang ntar lahirnya ileran?"

Ramon menggeplak bahu Jackson. "Gue nggak ngidam kalee!!"

Jackson tetap pada wajah datarnya. Dia yakin si tower di hadapannya ini ingin makan kepiting itu karena aromanya menggoda tapi tak bisa karena Ramon tidak bisa makan seafood. Huh, kasihan sekali.

"Makan kue cucur aja." Jackson mengambil kue yang dimaksud dan memberikannya pada Ramon.

"Kue ngucur?" tanya Ramon meraih kue yang disodorkan Jackson.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang