Jackson ditemukan tak sadarkan diri di depan pintu dengan keadaan hidung berdarah. Kini, Riya, Abraham, Sutra dan Ramon tengah menunggu kabar di depan ruang ICU. Gurat khawatir jelas tergambar di wajah keempat manusia itu. Terlebih lagi Ramon yang sudah tahu tentang penyakit yang diderita Jackson. Fikiran buruk datang menghampiri. Apalagi setelah dirinya tahu siapa dokter yang kini menangani Jackson di dalam sana. Aryo pasti marah besar karena Ramon membawa Jackson ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadar.
Sepersekian menit menunggu, akhirnya Aryo keluar dengan air muka pertanda ada yang tidak baik-baik saja. Riya dan Abraham segera bangkit, menghampiri dokter muda yang sempat menangani Jackson dulu.
"Gimana keadaan anak saya dok?" tanya Riya dengan binar harap bahwa Jackson pingsan dan mimisan karena kurang istirahat.
Aryo menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Dia menatap Riya dan Abraham tak tega. Berita yang akan dia sampaikan pasti membuat kedua orang tua itu kaget. "Maaf, kita tidak bisa bicara disini. Ibu dan bapak silahkan ikut saya."
Abraham merangkul Riya yang sudah lemah, mengusap bahu istrinya, menguatkan. "Baik."
Kedua orang tua Jackson berlalu bersama Aryo. Tinggallah Sutra dan Ramon yang tak berani mengeluarkan suara. Mereka memiliki kekhawatiran tersendiri.
Sutra menyayangi Jackson walau mereka suka bertengkar dan membuat kesal satu sama lain. Dia khawatir, jelas khawatir. Takut terjadi apa-apa padanya sepupunya. Sedangkan Ramon, ketakutannya jelas berbeda. Dia tahu apa yang mendera tubuh laki-laki itu. Dan dia juga tau kemungkinan yang terjadi jika apa yang kini menyerang Jackson tidak dapat diatasi. Ramon tidak mau menyesali dirinya kalau nanti sampai terjadi hal yang tidak diinginkan pada Jackson. Jika itu benar terjadi, Ramon tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
Sutra melangkah mendekati Ramon, merangkul bahu laki-laki yang tampak terpukul itu. "Gue yakin Jackson bakal baik-baik aja. Dia orangnya kuat."
Ramon menoleh, wajahnya sendu. Gurat cemasnya terlihat jelas. "Dia nggak sekuat yang lo bayangin."
"Kayaknya lo tau sesuatu," Sutra menatap Ramon dengan tatapan curiga. "Obat yang waktu itu diambil anak buahnya Jackson. Lo pasti tau kan itu obat apa?"
"Semua orang punya privasi. Gue nggak berhak cerita apapun ke siapapun. Biarin Jackson sendiri yang cerita." Ramon memalingkan wajahnya ke arah lain, tak mau menatap wajah Sutra yang sudah mulai berubah.
Sutra menatap Ramon tajam. Alisnya menukik ke bawah. "Kalau dia mati gimana? Siapa yang nyeritain penyakit atau masalah dia ke gue?" Sutra menghela nafas. Tangannya yang tadi merangkul bahu Ramon sudah beralih di dalam saku celananya. "Seharusnya lo cerita ke gue tentang penyakit Jackson, Mon. Atau seenggaknya ke tante Riyalah. Lo salah kalau nyembunyiin ini semua dari kita. Kalau nanti Jackson kenapa-napa, gimana?"
Ramon menunduk. "Maaf."
"It's, oke. Lo bisa ceritain ke gue sekarang apa yang sedang dilawan sepupu laknat gue itu," pinta Sutra yang mau tak mau harus dituruti Ramon.
***
Panji memegang pagar jembatan agar tubuhnya yang sudah lemah tak rubuh ke aspal. Apa yang baru saja dia lihat tak dapat dipercaya. Berita yang dia dengar seakan radio rusak yang berusaha menyampaikan makna bahwa mobil yang kini diangkat tim sar adalah mobil yang dikendarai calon istrinya.
Syok berat, jelas. Baru tadi pagi dirinya menggandeng perempuan itu. Baru beberapa hari yang lalu Panji meminangnya. Namun sekarang, perempuan cantik yang ditandu orang-orang berseragam itu sudah tak lagi berdaya. Entah apa yang terjadi, Panji benar-benar menyesal karena membiarkan Rain pulang sendiri, mengejar pujaan hati yang selalu perempuan itu dambakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...