Rain tak habis fikir dengan jalan fikiran Jackson. Dimana-mana itu kalau bosnya meeting, sekretarisnya pasti ikut masuk ke dalam ruangan meeting. Sementara Rain, dia disuruh menunggu Jackson di kantin sampai meeting itu berakhir. Huft, bosnya benar-benar berbeda.
Rain duduk di kursi paling ujung dengan tas dan ponsel Jackson yang menjadi amanah bagi Rain untuk menjaga barang tersebut.
Kantin di sini cukup luas, makanan yang dijual lumayan banyak. Rain sendiri hanya memesan segelas es teh dan kentang goreng sebagai kawan menunggu selesainya meeting Jackson.
Rain tersentak saat ponsel Jackson yang tengah berada digenggamannya berdering. Nama dokter Aryo tertera disana. Rain gelagapan sendiri, antara ingin mengangkat atau membiarkan alunan dering itu berakhir begitu saja.
"Pak Jackson itu umurnya udah nggak panjang, Rain."
"Kanker stadium empat."
Ucapan Alena waktu itu kembali memutari otak Rain. Dia terdiam sejenak, menatap ponsel Jackson yang masih berdering dengan nama penelpon yang masih sama. Untuk beberapa saat, Rain berada di situasi blank. Mendadak otaknya tak mau bekerja.
"Dokter? Hidup nggak lama? Kanker?" gumam Rain bingung sendiri.
"Astagfirullah! Ini pasti dokter langganan Pak Jackson!" pekik Rain. Akhirnya terkoneksi juga, namun belum juga menggeser tombol hijau itu.
"Angkat nggak ya?" dia kembali bergumam. Untuk kesekian kalinya, alunan nada itu kembali berbunyi.
"Angkat ajalah. Kayaknya penting," ujar Rain akhirnya, menggeser tombol hijau itu lalu mendekatkan telvon itu ke telinganya.
"Hal--"
"Jackson!! Kemana saja kamu selama ini ha?! Tiga bulan tidak ada kabar, datang kerumah sakit juga tidak, membalas chat saya juga tidak. Mau kamu apa hah?! Penyakit kamu sudah tergolong parah Jackson! Kalau memang tidak mau di operasi, setidaknya kamu tetap chek-up rutin dan minum obat! Apa yang kamu lakukan sekarang sama saja dengan bunuh diri. Melalaikan pengobatan adalah cara kamu membunuh diri kamu sendiri. Memangnya kamu mau mati hah?! Sudah bosan hidup?! Tidak mau menikah hah?!" cerocos Dokter Aryo dari seberang.
Rain menjauhkan telvon itu dari telinganya sejenak. Telinganya terasa sakit karena teriakan Dokter Aryo. Sepertinya Dokter itu mempunyai dendam lama dengan Jackson. Buktinya, dia tidak mengucapkan salam atau basa-basi saat Rain mengangkat telvon itu.
"Hey Jackson! Kenapa kamu diam saja?"
"Maaf sebelumnya.. dok, Pak Jackson sedang ada meeting. Ponselnya dia titipkan pada saya."
"Eh, saya pikir Jackson. Cukup aneh juga sih, karena tiba-tiba Jackson mau mengangkat telvon dari saya. Biasanya setiap saya telvon pasti selalu direjeck."
Rain hanya bisa nyengir, "Hehe."
"Oh ya, kamu siapa nya Jackson? Kok dia bisa nitipin ponselnya ke kamu? Setahu saya, Jackson itu tidak mudah percaya dengan orang lain. Dia jarang menitipkan barang berharganya pada siapapun itu."
Rain berdeham. Dokter itu ternyata cerewet juga. "Saya Rain, s--"
"Oh, pasti pacarnya. Baguslah kalau gitu, akhirnya laki-laki itu memiliki pacar." potong Dokter Aryo.
Terdiam. Rain tidak tahu harus menanggapi dengan apa ucapan Dokter Aryo. Mau membantah takutnya malah jadi ajang debat. Jadilah Rain hanya bisa haha hehe, "Hehe."
"Oh ya Rain, saya mau nitip pesan untuk si Jackson."
"Iya, silahkan Dok."
"Tolong bilangin ke Jackson, Dokter Aryo nyuruh bapak untuk datang kerumah sakit besok. Ada hal penting yang ingin beliau sampaikan, menyangkut penyakit bapak. Bilang kayak gitu ke dia. Kalau Jackson nggak mau, kamu harus paksa. Soalnya ini sangat penting, Rain."
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...