Jackson|Tiga Puluh Satu

45 6 0
                                    

Laki-laki dengan wajah penuh luka itu mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk menyapa netranya. Jackson yang sudah dibalut dengan pakaian rumah sakit membuka matanya saat mencium bau obat-obatan yang menyengat. Dia menoleh ke kanan kiri untuk memastikan kembali bahwa ini bukan tempat keramat yang benci dia datangi.

Tapi sayangnya, ruangan dengan nuansa putih itu bukan kamarnya. Seingatnya, Jackson tidak pernah membeli sofa berwarna coklat dan membiarkan Sutra menjarah kamarnya.

Jadi, dia betulan ada dirumah sakit?

Sebelumnya terima kasih. Tapi, siapa yang membawanya kesini?

Seingatnya ditempat gelap itu tidak ada pemukiman atau kendaraan lewat.

Pandangan Jackson beralih pada laki-laki tengil yang berdiri disebelah bangsalnya. Wajah jumawa dan hidung yang kembang kempis bak sudah jadi pahlawan itu ingin Jackson hantam rasanya.

"Morning, Ki!!"

Oh, jangan katakan kalau laki-laki itu yang menolongnya? Kalau memang ya, Jackson tarik kembali ucapan terima kasihnya.

"Ada yang sakit, Ki?" tanya Sutra.

Jackson menatap Sutra datar. "Lo ngapain disini?"

Sutra berdecak. Tidak tahu terima kasih sekali orang ini, pikir laki-laki berambut blonde itu. "Sebelumnya sama-sama, Ki. Tadi malam gue nemuin lo tergeletak tak berdaya di tempat sepi. Wajah lo bonyok kek habis di keroyok warga. Karena gue kasihan, makanya gue bawa lo kesini" jelasnya.

Jackson tidak berminat mendengar penjelasan sepupunya itu. Sekarang, dia sibuk memikirkan, siapa atasan dari dua algojo yang menyerangnya kemarin. Perasaan, Jackson tidak mempunyai musuh. Kinerja perusahaan dan kehidupannya selalu berlangsung aman damai.

Dan satu lagi, kenapa penyakitnya kambuh disaat algojo-algojo itu menyerangnya? Dan kalau memang dirinya sudah pingsan, kenapa wajahnya bisa bonyok seperti di gebuk warga?

Sepertinya Jackson kualat karena tidak mengindahkan ucapan Rain saat memintanya untuk minum obat.

"Lo dari semalam disini?" tanya Jackson pada Sutra yang duduk diujung bangsal sambil fokus bermain ponsel.

"Ho'oh. Gue maunya kasih tau om sama tante, tapi malas. Yaudah gue telvon Ramon, suruh dia kesini" Dengan tatapan yang tak teralihkan dari layar benda pipih itu, Sutra menyahut.

"Bagus. Jangan kasih tau mama sama papa" balas Jackson kemudian diam. Tidak ada topik yang bagus untuk dibahas bersama Sutra.

Sebaiknya dia tidur lagi saja. Hitung-hitung mengistirahatkan tubuhnya yang seolah akan remuk ini.

Belum juga tertutup rapat mata Jackson, pintu kamarnya dibuka dengan cara yang sangat brutal. Memperlihatkan laki-laki berambut abu-abu tengah menyorot dirinya khawatir dan kepanikan yang mendalam.

Jackson menghela nafas. Menatap sahabatnya itu datar. "Jangan mentang-mentang duit gue banyak, lo bisa rusakin pintu seenaknya."

Ramon cengengesan. Dia terlalu syok mendengar berita yang kata Sutra "Jackson dibegal sama orang jahat. Tubuhnya babak belur, hidungnya berdarah tapi mobilnya nggak diambil. Cuma angin ban mobilnya doang yang hilang"

Begal kelas mana yang butuh angin dari ban mobil mahal. Karena ucapan Sutra sudah pasti tidak akurat, buru-buru Ramon ganti baju dan tancap gas ke sini. Bahkan karena saking terburu-burunya, dia mengenakan sendal jepit beda jenis dan beda warna.

"Gimana ceritanya angin ban mobil lo bisa kena begal, Ja?" tanya Ramon sembari jalan mendekat. Dia sempat melirik Sutra sejenak, tapi memilih tak peduli.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang