Jackson| Tiga Puluh Lima

41 6 0
                                    

"Assalamualaikum" salam Jaya saat memasuki kontrakan Rain.

Rain yang sedang santai-santai di ruang tamu seketika menoleh. Dia meletakkan ponselnya, bangkit untuk menghampiri Jaya dan menyalami tangan Om nya itu.

"Dari rumah, Om?" tanya Rain. Melihat pakaian kasual yang dikenakan Jaya, tidak mungkin pria itu pulang dari kantor.

"Om?" protes Jaya. Tadi pagi mereka sudah bersepakat kalau Rain memanggilnya ayah.

Rain menepuk pelan mulutnya. Kemudian nyengir. "Maksudnya, ayah."

Jaya tersenyum sembari geleng-geleng kepala. Dia duduk terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Rain. Dia menatap keponakannya. "Iya. Kamu udah makan?"

"Udah."

Jaya mangguk-mangguk. "Bagus kalau gitu."

"Hm, Yah, katanya datangnya sama seseorang? Mana orang nya?"

"Oh itu. Nyusul katanya. Dia masih ada urusan. Jadi Ayah duluan kesini."

Rain beroh ria. Tak ingin bertanya lagi. Dia beranjak pergi untuk membuatkan minuman. Tidak enak juga kalau tidak menghidangkan apa-apa untuk Jaya.

"Permisi."

Suara itu menghentikan langkah Rain. Niatnya ingin ke dapur membuat minuman tapi malah kembali berbalik. Suara itu terlalu familiar dan terlalu sering dia dengar. Tidak mungkin Rain tidak mengenal siapa pemiliknya.

Jaya bangkit dari duduknya. Melempar senyum ke arah Panji yang berdiri di depan pintu. Dia mempersilahkan laki-laki itu untuk duduk.  Panji lantas duduk dihadapan Jaya. Dia sempat menoleh ke arah Rain yang masih diam mematung. Melempar senyum dan mengangguk sebagai tanda sapaan.

Tunggu! Jadi seseorang yang dimaksud Jaya, Panji? Dimana om nya itu bisa berkenalan dengan si bangsat itu? Hadeuh, Rain pusing sendiri jadinya. Dimana-mana, dia selalu bertemu dengan mantannya itu. Lebih tepatnya akhir-akhir ini.

Hm, Rain jadi kepo. Rencana apalagi yang akan dijalankan Panji?

"Rain. Ayo buatkan minuman untuk tamunya. Malah bengong disitu." Ucapan Jaya membuyarkan lamunan Rain. Dengan segera dia beranjak pergi untuk membuatkan dua laki-laki itu minuman.

Panji menatap kepergian Rain dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelahnya dia menatap Jaya yang duduk dihadapannya. "Jadi gimana, Om,  soal perjanjian kita waktu itu?"

Saya tau dimana keberadaan, Rain.

Tolong beri tahu saya. Saya mohon..

Dengan satu syarat. Nikahkan saya dengan dia. Keluarga anda aman, karir anda aman dan kita sama-sama aman.

Apa-apaan itu?!

Tidak setuju? Siap-siap saja, anda akan kehilangan semuanya. Termasuk Rain itu sendiri.

Baik. Saya setuju.

Jangan-jangan coba untuk lari nantinya, Pak Jaya. Anda ingkar, ada resiko besar yang sudah menanti.

Kalimat itu kembali terngiang di pikiran Jaya. Perjanjian--kesepakatan yang dia buat dengan Panji saat dirinya dalam ke kalutan hebat.

Enam tahun berpetualang menemukan Rain hampir membuat seorang Jaya putus asa. Namun, disaat dirinya hampir menyerah, dia menemukan Panji. Laki-laki yang mengaku pernah menjalin hubungan dengan Rain. Dia mengatakan bahwa dirinya tau dimana Rain tinggal. Itu adalah kesempatan emas yang tidak boleh Jaya sia-siakan.

Namun, naasnya, Panji malah meminta Rain untuk menikah dengannya. Kalau Jaya menolak, laki-laki itu akan mencelakai istrinya bahkan Rain itu sendiri. Awalnya berat, Jaya tidak bisa diancam begini. Masa iya bos dari perusahaan terkenal luluh dengan bocah ingus? Tetapi, mengingat ucapan Panji yang tak main-main dan seulas infromasi tentang siapa nama istrinya, membuat Jaya harus mengiyakan kesepakatan itu.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang