Jackson| Dua Puluh Sembilan

49 5 0
                                    

"Apakah benar, Rain Claudya yang kamu katakan adalah keponakan saya, Vibra?" tanya seorang pria paruh baya pada Vibra.

"Seratus persen benar tuan. Saya telah menelusurinya dan mencocokkan data-datanya." jawab Vibra.

Tau Vibra? Oh pasti tau.

Pria itu mengangguk dengan senyum lebar dibibirnya. Ada rasa bahagia saat Vibra mengatakan keponakannya masih hidup. Dan, ada sedikit rasa sedih saat mengingat tujuannya datang menemui putri dari adiknya itu.

"Malam ini, antarkan saya kerumahnya. Saya ingin bertemu dengannya"

"Baik tuan."

***

Setelah mengantar Rain pulang, Jackson langsung bergegas kembali menuju kantornya. Meetingnya dengan klayen  penting itu akan diadakan setengah jam lagi.

Tidak butuh waktu yang lama bagi Jackson. Dia tiba di kantor tepat waktu. Alena yang mondar mandir dilobi tersenyum sumringah saat melihat Jackson melangkah mendekatinya.

"Klayen kita sudah menunggu diruangan meeting, Pak."

"Baik"

Jackson lanjut melangkah menuju ruang meeting. Untuk klayen kali ini, Jackson tidak tau siapa. Namanyapun Jackson tidak tau. Yang jelas, kata Alena, klayennya berasal dari perusahaan besar yang sudah sukses didunia bisnis.

Jackson membuka pintu. Sontak semua yang berada diruang meeting menitikpusatkan pandangannya pada Jackson yang baru datang. "Maaf, saya telat" ujar Jackson.

"Tidak apa-apa, Pak. Klayen kita juga belum datang" jawab salah satu karyawan Jackson. Ternyata diruangan ini isinya bawahan Jackson semua.

"Permisi" baru juga dibicarakan, klayen yang dimaksud muncul bersama seorang wanita. Mungkin itu skretarisnya. Setelahnya Alena muncul dan buru-buru melangkah menuju tempat duduknya.

"Maaf, kami telat" ujar perempuan yang bersama klayen Jackson.

"Oh, tidak papa. Kami baru akan memulai" balas Jackson. Dia menatap klayennya yang belum membuka masker. Mata Jackson menyipit, merasa agak familiyar dengan wajah itu.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Alena. Biasanya ketika meeting, Jackson hanya menjadi pengamat. Sementara Alena, dia yang akan mempresentasikan bahan meeting.

"Bisa" jawab Reona, perempuan yang bersama klayennya.

Saat Alena hendak membuka bahan yang ditampilkan di infokus, Jackson bersuara. "Pak, bisa dilepas maskernya?" tanya Jackson pada pria bermasker disamping kirinya.

Seolah baru sadar mulutnya tertutupi masker, pria itu mengangguk dan membuka masker hitam itu. Memperlihatkan wajahnya yang kata Jackson terlihat familiyar.

Sontak saja mata Jackson menajam menatap klayennya itu. Wajah itu benar-benar familiyar. Karena saking familiyarnya, Jackson membatalkan meeting ini. Membuat seisi ruangan menatap Jackson.

"Meeting hari dibatalkan. Silahkan tuan-tuan semua meninggalkan ruangan ini" ujar Jackson dingin lantas bangkit.

"Hey, saya dan rekan saya sudah jauh-jauh datang kesini. Dan saat kami tiba, anda seenaknya membatalkan--"

"Saya tidak pernah memiliki klayen seperti anda, Panji" potong Jackson.

Panji tersenyum miring. Punya dendam kesumat rupanya Jackson terhadap dirinya. "Pak Jackson, sekretaris say--"

"Silahkan tinggalkan gedung ini, Pak Panji" tekan Jackson.

Panji terkekeh. "Bisa kalian tinggalkan kami berdua?"

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang