Jackson|Sebelas

81 14 2
                                    

Rain menatap pantulan wajahnya di cermin. Polesan tipis make up, rambut yang digerai dan dibuat agak bergelombang serta dua anting berbentuk bintang yang menghiasi telinganya. Tak lupa, kalung berbandul huruf R berwarna silver juga mengalung indah dilehernya.

Rain beranjak dari meja riasnya, berjalan keluar kamar dan duduk di kursi di ruang makan. Dia melirik jam berlogo bapak presiden republik indonesia yang menempel di dinding. Lima belas menit lagi, Jackson datang untuk menjemputnya. Membawa Rain bertemu dengan keluarga besar Jackson.

Huft. Rain gugup, jantungnya berdetak dua kali lipat lebih kencang. Rain yakin, jika saja bibirnya tidak dilapisi lipstik, dia pasti terlihat pucat sekarang.

Rain bukannya takut. Dia hanya gugup. Ini kali pertama dalam hidupnya melakukan hal ini. Sebelumnya, saat berpacaran dengan Panji, Rain tak pernah diundang untuk datang kerumah, menemui calon mertua. Bahkan Panji tak pernah mengajak Rain ke rumahnya. Saat Rain menanyakan dimana kedua orang tuanya, Panji hanya menjawab kalau mama dan papanya tidak di indonesia. Tiga tahun menjalin hubungan, tak pernah satu kali pun Rain diajak untuk berkunjung ke rumahnya. Rain hanya melihat penampakan rumah Panji dari vidio call. Begitu juga dengan kedua orang tuanya, Rain hanya bisa melihatnya via virtual.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Rain. Dia bergegas berdiri, berjalan untuk membukakan pintu. Mana tau itu Jackson yang datang menjemputnya.

Dan benar saja. Itu Jackson dengan setelan jas berwarna hitam dan celana dengan warna senada. Untuk ukuran laki-laki yang jarang memakai jas, Jackson terlihat dua kali lipat lebih tampan. Rain akui itu. Dulu kan Rain pernah mengatakan kalau dia memiliki sedikit rasa dengan Jackson. Dia menyukai Jackson. Bohong kalau Rain tidak senang diajak untuk bertemu keluarga besar pria itu malam ini.

Jackson yang sedang sibuk membuka kancing jasnya mendongak, mendapati Rain dengan dress brokat putih selutut. Wajah perempuan itu terlihat begitu cantik, polesan make up yang natural, anting dan kalung berbandul huruf R itu menambah kesan feminim dari seorang Rain Cloudya.

Jackson yang melihat tampilan Rain malam ini sampai lupa berkedip, atau mungkin tidak tahu bagaimana caranya berkedip. Kecantikan Rain seolah telah menghipnotisnya.

Kedua insan itu sama-sama mengagumi paras sempurna yang ada dihadapannya. Sungguh, keduanya adalah pasangan yang serasi jika keduanya memang berjodoh.

"Pak." Rain melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jackson.

Sontak, lamunan pria itu buyar. Dia mengerjap, menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha menepis kalimat pujian yang memutar di otaknya. Rain cantik! Rain cantik! Rain cantik!

Come on, bro! Sudahi terpesona mu!

"Kamu sudah siap?" tanya Jackson.

Rain mengangguk. "Jalan sekarang?"

"Eh, iya."

Rain tersenyum, menutup dan mengunci pintu kontrakannya. Jackson yang berdiri di sebelah Rain mengeryit, seolah ada yang kelupaan.

"Tunggu. Saya ingin pamit dengan kedua orang tua kamu," sergah Jackson.

Rain terdiam. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya dan membuat Rain kesulitan untuk bernafas. Ucapan Jackson memang tidak ada yang salah. Tidak ada. Setelah mengunci pintu kontrakannya, Rain berlalu begitu saja, berjalan terlebih dahulu menuju mobil.

Jackson yang tidak tahu apa-apa hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Melihat perubahan raut wajah Rain, Jackson jadi merasa bersalah karena sudah berbicara seperti itu. Mungkin bagi Rain, berbicara tentang orang tua adalah suatu hal yang sensitif.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang