Jackson|Sembilan Belas

61 11 0
                                    

"Pak, berhenti. Kita makan dulu," ujar Rain menepuk-nepuk bahu Jackson. Kini keduanya sedang berada dijalan menuju kantor. Saat melewati sebuah rumah makan, Rain jadi teringat dengan obat yang diberikan Dokter Aryo. Obat Jackson yang harus dimakan tiga kali sehari. Jadi, mumpung ini masih sekitaran jam sebelas, Rain memutuskan untuk mampir ke rumah makan, mengajak Jackson makan dan meminum obatnya. Kalau tidak diatur seperti ini, Rain tidak yakin obat sekresek itu akan diminum Jackson.

"Saya nggak lapar, Rain."

"Tapi saya iya. Ayolah Pak, saya belum makan dari pagi. Nanti mag saya kambuh lagi," bujuk Rain.

Jackson menatap Rain tajam lalu mendengus. Walaupun ekspresinya tidak bersahabat, mobil itu tetap berbelok dan berhenti di area rumah makan. Rain tersenyum senang, kemudian bergegas keluar dari mobil. Sementara Jackson hanya bisa mengikuti.

Setelah memesan makanan, keduanya duduk di meja nomor 5. Letaknya cukup bagus karena mengarah langsung pada jalanan.

"Habis ini kita kemana, Pak?" tanya Rain.

"Pulang."

"Saya juga?" tunjuk Rain pada dirinya.

"Iya, pulang kerumah saya. Mama saya pengen ketemu kamu," jawab Jackson jujur. Tadi pagi, sebelum berangkat ke rumah sakit, mama Jackson berpesan untuk mengajak Rain main kerumahnya hari ini. Katanya ada yang ingin dibicarakan. Tapi entahlah, Jackson sepertinya tidak akan membawa Rain kerumahnya, mengingat disana ada Lisa. Dia berkata seperti itu hanya untuk mengerjai Rain saja. Raut wajah kaget perempuan terlihat sangat lucu.

"Beneran Pak?" tanya Rain dengan mata terbelalak.

"Enggak. Saya bohong." Lebih baik seperti ini dari pada harus mengatakan yang sebenarnya. Untuk saat ini, Rain tidak bisa bertemu dengan Lisa yang hampir setiap hari menapaki rumahnya.

Rain mencebik lalu memilih menatap kendaraan yang hilir mudik di jalanan. Suasana siang ini cukup panas, cuaca tidak terlalu berangin. Namun cukup beruntung karena rumah makan ini memiliki angin sepoi elektrik.

Lima belas menit menunggu, akhirnya makanan keduanya datang. Jackson menatap Rain dengan dahi berkerut. Perempuan itu Tersenyum senang, membantu pelayan itu menurunkan makanan dari atas nampan.

"Kenapa dua porsi? Kamu terlalu lapar atau bagaimana?" tanya Jackson.

Rain menoleh setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan yang mengantarkan makanan. "Satunya buat bapak."

"Saya kan sudah bilang kalau saya itu nggak lapar. Kenapa tetep kamu pesen dua?" Jackson tiba-tiba kesal.

"Ya--ya--makan ajalah, Pak. Habis itu bapak makan obat yang dikasih dokter Aryo tadi," ujar Rain sambil tersenyum diakhir kata.

Jackson menatap Rain tajam. Siapa perempuan ini bisa berbuat seenaknya? Jackson tidak marah, tapi dia kesal. Dia tidak suka disuruh, diatur atau dikendalikan. Dia anti dengan manusia seperti itu. Tapi entah kenapa, Jackson tetap mengulurkan tangannya untuk meraih sepiring nasi yang sudah lengkap dengan lauknya itu. Tapi masih dengan tatapan tidak bersahabat. Dia masih kesal, tapi tangannya mulai menyuapi nasi itu kemulutnya.

Rain tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ucapan dan perbuatan pria itu terkadang tidak sejalan, membuat orang-orang disekitarnya bingung sendiri. Apa yang ada dipikirannya, apa yang keluar dari mulutnya seringkali bertolak belakang dengan apa yang diperbuat oleh anggota tubuhnya. Tanggapan yang Rain berikan hanya gelengan pelan. Laki-laki itu benar-benar aneh.

Mereka fokus dengan piring masing-masing, larut dengan keheningan rumah makan yang hanya memperdengarkan suara riuh bising kendaraan di jalanan. Jackson dan Rain makan tanpa suara.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang