Jackson|Tiga Puluh

51 5 0
                                    

Rain kembali dari dapur setelah mengambil air putih. Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Seolah telah terjadi pada seseorang yang entah siapa. Rasa berkecamuk didadanya membuat Rain bergerak menuju kamar. Meraih ponselnya di nakas dan kembali melangkah menuju ruang makan lalu mulai menelvon nomor Jackson.

"Ish, kok nggak diangkat?" gumam Rain.

Mondar mandir didepan kulkas sembari memegang gelas kosong. Rain seketika dilingkupi rasa khawatir. Sudah sepuluh kali Rain menelvon dan sudah sepuluh kali pula panggilan itu tidak dijawab. Tidak biasanya Jackson seperti ini.

Rain melihat jam dilayar atas ponselnya. Pukul delapan malam. Tidak mungkinkan Jackson belum pulang dari kantor? Rain hapal betul jam pulang bosnya itu. Kalau tidak pukul lima yang pukul enam. Dan sampai rumah pukul setengah tujuh kalau tidak mampir di supermarket.

"Nih anak kemana lagi. Tumben banget nggak online" Rain bermonolog menatap layar ponselnya.

Disaat sedang panik begini, pintu rumah Rain seperti di ketok seseorang. Atau mungkin memang ada tamu.

Rain meletakkan gelas kosongnya diatas meja. Mengantongi ponselnya lalu melangkah untuk membukakan pintu. Mungkin saja itu Jackson yang datang. Rain sedikit berharap.

"Malam Rain"

Bukan Jackson rupanya.

"Vibra? Ngapain malam-malam kesini?" heran Rain. Aneh aja gitu rasanya tangan kanan Jackson yang baru itu main kerumah. Mana Rain tidak terlalu akrab dengan laki-laki itu.

Vibra menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hm, gini Rain. Gue kesini cuma nganterin seseorang buat ketemu lo."

Dahi Rain berkerut tak mengerti. Seseorang? Sejak kapan manusia mau bertamu kerumahnya? Bertahun-tahun Rain tinggal ditempat ini, tidak ada satupun orang asing bahkan teman lama sekalipun datang bertamu. Hanya segelintir teman kantor yang akhir-akhir ini dekat dengannya.

"Siapa?"

Tepat disaat pertanyaan Rain butuh jawaban, pria baruh baya dengan setelan mahal muncul dari belakang Vibra. Dahi Rain semakin mengerut dalam. Orang asing dari mana ini? Rain sama sekali tak mengenali garis wajah yang ditumbuhi jambang halus itu.

"Selamat malam, Rain" sapanya menunjukkan senyuman ramah. Rain hanya mengangguk dengan senyum kikuk sebagai balasan.

Saat Rain menoleh untuk bertanya pada Vibra, manusia itu sudah lenyap dari pijakannya. Entah pergi kemana, dia tidak permisi atau sekedar mengucapkan salam pamit.

Tatapan Rain beralih pada pria didepannya. Dia seperti pengusaha sukses yang pernah Rain liat wajahnya dimajalah bisnis internasional. Ya, Rain baru ingat. Pria ini pemilik dari Marga group. Perusahaan yang bergerak dibidang indusri.

"Hm, bapak siapa dan ada keperluan apa bertemu dengan saya?" tanya Rain.

Pria itu tersenyum. "Apa sebaiknya saya dipersilahkan masuk dulu?"

Rain gelagapan. Bisa-bisa dia membiarkan tamu terhormatnya berdiri didepan pintu rapuh ini. Dengan rasa canggung, Rain beranjak dari depan pintu yang tentu akan menghalangi langkah pria itu. "Oh, silahkan masuk, Pak. Maaf kalau tempatnya kurang memadai."

Pria itu lantas melangkah tanpa menanggapi ucapan Rain. Dalam hati dia tersenyum miris. Seburuk ini hidup keponakan dari seorang pengusaha kaya raya? Lihatlah! Lantai kontrakan ini bukan dari marmar melainkan dari semen. Atapnya juga sudah sepatutnya diganti. Dan rumah ini tidak memiliki loteng. Apakah Rain tidak kedinginan saat malam hari?

Kontrakan kecil ini hanya memiliki dua ruangan dan satu kamar. Ruang tamu dan ruang makan yang merangkap sebagai ruang keluarga sekaligus dapur. Dan jangan lupakan satu kamar mandi.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang