Jackson|Tiga Puluh Tujuh

35 6 0
                                    

Rain tak berhenti mondar mandir di parkiran. Kata Jackson, dia ada janji dengan dokter Aryo siang ini dan laki-laki itu meminta Rain untuk menemaninya. Namun, Jackson tak kunjung-kunjung menampakkan dirinya. Di telvonpun tidak di angkat.

"Mana sih kamu, Ja?" cemas Rain karena Jackson tak kunjung datang.

"Lagi nungguin, Jackson ya?" tanya seseorang dari balik punggung Rain, membuat perempuan itu terperanjat dan reflek menoleh ke belakang.

"Hai. Ketemu lagi kita," ujar Panji lalu tertawa.

Rain menatap laki-laki itu datar. Panji lagi, Panji lagi. Rain malas bertemu dan meladeni laki-laki itu. Tanpa bersuara, Rain melangkah pergi. Panji kalau diladeni suka tidak sadar diri.

"Eits, mau kemana?" tanya Panji meraih pergelangan tangan Rain, membuat langkah perempuan itu terhenti.

"Lepasin gue!" teriak Rain menghentakkan tangannya namum tak juga bebas dari cekalan Panji.

Panji menampilkan smirk nya. "Gue mau lo nikah sama gue!"

Rain yang masih berusaha memberontak menggelengkan kepala. "Nggak! Nggak akan!"

"Gue nggak menerima penolakan Rain," tegas Panji dengan tatapan berubah tajam.

"Gue nggak mau ya nggak mau! Nggak usah maksa!" teriak Rain. Tangannya berhasil lepas dari cekalan Panji. Lantas tanpa banyak bacot, Rain melangkah pergi.

Panji tak menahan kepergian Rain. Dia terkekeh pelan. Dia mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya. Menekan nomor yang dituju lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya.

"Bawa Jackson ke hadapan saya sekarang! Kalau bisa tanpa nyawa!" Panji sengaja berbicara berteriak agar di dengar Rain.

Benar saja, langkah yang sebelum berapa itu kembali terhenti kala mendengar nama Jackson disebut Panji. Rain melebarkan bola matanya lalu menggelengkan kepala. Panji itu benar-benar kurang akal. Menyesal dia karena pernah jatuh pada pesona laki-laki itu.

Rain berbalik, melangkah mendekati Panji. Laki-laki itu tersenyum senang merentangkan tangannya seolah Rain akan datang pada dekapannya. "Ayo, kesini, Rain."

Rain melayangkan tamparan mengenai pipi laki-laki itu. "Apa maksud lo?!"

Panji memejamkan matanya sejenak kemudian menatap Rain dengan tatapan remeh. "Maksud yang mana sayang?"

"Apa maksud lo bawa Jackson ke hadapan lo?! Dia nggak ada sangkut pautnya sama kita! Lo nggak usah bawa-bawa Jackson, Nji!" teriak Rain. Mata perempuan itu sudah berkaca-kaca karena emosi.

Panji mengangkat kedua alisnya. "Kalau gitu, gue mau Jaya aja ya?"

"Jangan pernah sentuh dua laki-laki itu, Panji! Lo boleh pukul gue tapi jangan coba-coba lukai mereka!"

"Kalau gue tetep ngelakuin itu gimana?" tanya Panji setelah mengirimkan pesan pada seseorang.

Rain kehilangan akal. Rain melemah kalau sudah menyangkut Jaya dan Jackson. Dia tidak ingin dua laki-laki yang tidak tahu apa-apa itu ikut-ikutan diseret ke dalam masalahnya dan Panji.

"Jadi mau lo apa, Panji?" tanya Rain frustasi menghadapi laki-laki gila itu.

"Nikah sama gue dan putusin Jackson," ujarnya.

Rain menggelengkan kepala. Air mata perempuan itu sudah tumpah ruah karena emosi yang tak terkontrol. Panji berhasil membuatnya kalut dalam sekejap. "Gue nggak bisa. Gue nggak bisa mutusin Jackson, Nji. Dia butuh gue," lirih Rain.

Tangisan dan lirihan itu seakan meminta Panji untuk iba dan membatalkan permintaannya. Namun naas, Panji bukan manusia baik yang mudah mengasihani. Mau Rain sujud di kakinya, memohon-mohon agar Panji berhenti mengganggu hidupnya, Panji tidak akan merubah tekadnya.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang