"Kamu benci saya?"
Rain tertegun. Menaikkan pandangannya dan bertemu dengan wajah Jackson yang menurut Rain terlihat sangat menyebalkan.
"Kok matanya basah? Habis kecebur dimana?" Jemari Jackson menyapu genangan air dibawah pelupuk mata Rain. Tidak ada niatan untuk protes, Rain masih terdiam dengan tatapan yang masih terkunci pada wajah Jackson.
"Siapa yang bikin kamu nangis?"
Rain masih diam. Otaknya belum mengirim sinyal untuk merespon ucapan dan pertanyaan Jackson. Perasaannya masih diisi dengan rasa sakit dan otaknya masih memutar wajah brengsek Panji yang pura-pura sedih saat mengatakan putus dengan Rain tadi.
Karena ia masih mencintai Panji dan wajah brengsek tapi sayang tampan itu masih berkeliaran di otaknya, Rain kembali menangis. Kenangan mereka yang memang tidak dipenuhi gula membuat dadanya kembali sesak. Apalagi saat Panji berbaik hati mengajaknya makan bersama dan memberinya cincin berlian sebagai tanda perpisahan.
Aneh. Diluar sana, orang lain memberikan cincin berlian sebagai tanda hubungan mereka semakin menuju puncak. Sedangkan Panji, dia menyematkan cincin berlian di jari Rain sebagai tanda berakhirnya hubungan mereka.
Jackson yang melihat Rain menjatuhkan air mata hanya bisa menatap bingung. Perasaan ia sudah bertanya baik-baik, kata-kata yang digunakannya juga sopan walau tidak sesuai dengan KBBI, tapi kenapa wanita itu malah menangis?
"Kamu kenapa nangis? Tadi saya nanyanya juga baik-baik kok. Emang bahasa yang saya gunakan kasar?" tanya Jackson namun tidak kunjung dijawab karena Rain sibuk menyapu ingusnya menggunakan punggung tangan.
"Rain." Jackson menepuk pundak Rain, membuatnya mendongak masih dengan air mata yang berlinang. Hanya sesaat, kemudian Rain memeluk Jackson erat dan menangis didada bidang laki-laki itu. Rain tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. Yang Rain butuhkan saat ini hanyalah tempat yang bisa dijadikan sebagai sandaran sekaligus bisa menenangkan hatinya yang kacau.
"Saya hancur, Pak. Cinta saya nggak dihargai. Dia lebih milih mengakhiri daripada mempertahankan. Dia udah nyakitin saya, Pak" keluh Rain disela-sela tangisnya.
Jackson yang tak tau apa-apa hanya diam. Namun perlahan, tangannya mengusap surai hitam milik Rain. Mengelusnya lembut, menenangkan.
"Kalau dia racun, saya pasti penawarnya" kata Jackson.
Tangis Rain mereda. Pelukannya ditubuh Jacksonpun mulai diurai. Ia menghapus sisa-sisa air mata diwajahnya kemudian menatap Jackcon. "Semua laki-laki itu sama. Rayuannya seperti rayuan buaya. Tapi sayang, buaya lebih setia dari pada laki-laki"
"Semua laki-laki itu memang sama, kecuali saya. Saya berbeda" balas Jackson datar.
"Apa bedanya?"
"Kamu tidak usah tau."
Rain mendengus. Ia tersentak saat ponsel di dalam tasnya berdering. Rain meraihnya, melihat siapa yang menelvon. Dan saat ia tahu siapa si penelvon, raut wajah Rain seketika berubah datar dan ada sedikit luka yang terpancar dari kedua bola matanya.
Panji minus akhlak itu menelvonnya. Memang benar-benar brengsek! Dia sudah membuat hati Rain terluka dan saat Rain merasa dirinya mulai membaik, laki-laki itu kembali datang membasahi lukanya. Padahal, baru tadi dia menyakiti Rain. Apa dia belum puas?
"Kamu putus cinta?" Pertanyaan Jackson menarik Rain kembali pada dunia nyata dan memilih mematikan ponselnya. Tidak ingin mendengar alunan nada dering yang dikirim Panji.
"Bapak nggak usah kepo!"
"Saya cuma nanya"
Rain diam, tak mengubris.
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...