Jackson|Dua Puluh Tiga

54 7 0
                                    


Hari ini terasa begitu menyenangkan. Menghabiskan waktu bersama Jackson di cafe Ramon. Laki-laki berlesung pipi itu menepati janjinya, menjadikan Jackson brand ambassador cafe yang baru berdiri itu. Tentu hal itu tidak Jackson sia-siakan. Mendapat makanan gratis adalah nikmat yang tak boleh didustakan. Lumayan, makan pagi, siang dan malam di tanggung Ramon. Menghemat pengeluaran.

Setelah mengajak Rain makan di cafe Ramon, Jackson langsung mengantarnya pulang. Langit cerah juga sudah berganti warna.

"Makasih banyak buat hari ini, Pak," ujar Rain saat mobil mereka berhenti dihalaman kontrakannya.

Jackson mengangguk dengan senyuman manis, tidak lagi dengan senyuman tipis. Akhir-akhir ini pria itu memang banyak melengkungkan bibirnya.

Merasa tak ada yang dibicarakan lagi, Rain memilih membuka pintu mobil. Namun, tangan Jackson lebih dulu meraih pergelangan tangan Rain yang satunya, membuat kakinya tak jadi memijak tanah. Dia menoleh, menatap Jackson dengan dahi berkerut.

"Kenapa, Pak? Saya udah ngantuk ini."

"Kamu bisa jangan panggil saya 'Pak'?"

Rain menaikkan alisnya. "Nggak sopan dong kalau saya manggil nama. Udah ah, bapak suka banget mempersulit saya. Mau bapak apa sekarang?"

"Panggil saya Jaja. Jangan Pak Jackson," ujar Jackson menatap wajah Rain lekat.

Rain menarik tangannya yang digenggam Jackson. Dia mendengus," Bapak banyak maunya."

"Jaja, bukan bapak. Saya belum memiliki anak dan kamu bukan anak saya," koreksi Jackson. Dia tidak ingin hubungannya kaku dengan panggilan 'Pak' yang ditujukan Rain padanya. Terkesan seperti bawahan dan atasan bukan pasangan.

"Tapi, Pak--"

"Jaja. Kamu bukan anak saya Rain. Berhenti memanggil saya 'Pak'," potong Jackson.

Rain memilih mengalah. Menghela nafas sejenak kemudian merapalkan kata yang diminta laki-laki itu agar Rain cepat bertemu dengan kasur di kamar. "Ja-Jaja, saya mau turun. Mau tidur, capek. Besok kita ketemu lagi."

"Seperti bocah SD yang pamit pada teman-temannya," gumam Jackson.

"Pak" Jackson menatap Rain tajam.

"Eh, Jaja. Saya duluan. Makasih atas semuanya" Rain pamit sekali lagi. Kali ini Jackson mengangguk, mempersilahkan Rain keluar dari mobilnya.

Jackson membunyikan klakson mobilnya dua kali pertanda dia ingin pergi. Didepan teras, Rain hanya bisa tersenyum sembari dadah-dadah. Setelah dirasa mobil Jackson tidak dilihat mata, Rain memilih masuk kedalam kontrakan. Hari ini tidak berat tapi dia sekalu merasakan tubuhnya seolah ingin remuk.

***

Kepulangan Jackson disambut Lisa yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Jackson menghela napas jengah. Mereka memang tidak sering tertemu, namun Jackson sudah merasa sirih duluan. Apalagi saat Lisa menyadari kehadirannya, berjalan mendekat dengan senyuman manja lalu dengan semena-mena memeluk lengannya. Iya, Jackson tau lengan kekarnya nyaman dipeluk, tapi tidak semua orang boleh memeluknya. Hanya Rain yang boleh.

"Kok pulangnya lama?Aku udah nungguin kamu dari tadi loh" ujar Lisa manja.

Jackson benar-benar risih. Dia menjauhkan tangan Lisa dari lengannya dengan cara baik-baik.  "Saya nggak nyuruh kamu buat nungguin saja"

Lisa menekuk wajahnya kesal. Tangannya kembali bergerak, meraih lengan Jackson dan memeluknya manja. "Makan dulu yuk, tadi aku udah masak buat kamu."

Jackson melepaskan tangan Lisa, sedikit kasar karena Jackson terlalu muak dengan perempuan itu. Lagipula, kenapa setiap malam perempuan itu berada dirumahnya? Memuakkan saja!

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang