Jackson| Tiga puluh Dua

44 7 0
                                    

"Permisi"

Semua manusia yang berada diruangan itu langsung menoleh saat pintu kamar rawat Jackson terbuka, menampilkan dua orang perempuan dengan kadar kecantikan yang hampir serupa.

Mata Jackson melebar sempurna, begitu juga dengan Sutra dan Ramon. Kenapa kedua perempuan itu bisa datang disaat yang bersamaan?

"Jackson!" perempuan berponi kaku yang berdiri disebelah hujan yang cosdplay jadi manusia itu berlari, mendekati Jackson. Tanpa aba-aba, Lisa langsung memeluk tubuh Jackson dan dengan beraninya mencium pipi laki-laki itu.

"Aa, aku rindu kamu, Jaaa" adu Lisa melepaskan pelukannya.

Jackson sendiri masih blank, otak pintarnya tak memberi respon apapun atas perlakuan Lisa. Matanya tertuju ke arah Rain yang masih terpaku didepan pintu.

Lalu, bagaimana dengan Rain? Perempuan itu sempat kaget sebentar tapi tak lama setelahnya raut muka Rain berganti normal.

Apakah Rain harus menangis dan berbalik karena ada perempuan lain yang memeluk Jackson dan Jackson menerima perlakuan itu dengan baik?

Tidak.

Rain bukan wanita cengeng dan suka negatif tingking seperti cewek-cewek novel pada umumnya. Dia tidak terlalu ambil hati dengan sikap Lisa. Karena dari awal, dia sudah menganggap perempuan itu gila.

Jadi, tidak ada alasan untuk cemburu. Apalagi karena ulah orang gila.

"Hai, Ja" sapa Rain dengan nada normal.

"Ha-hai, Rain" balas Jackson. Lisa yang berdiri disebelah bangsal Jackson menatap Rain tak suka.

Rain mengulas senyum tipis. Meletakkan sekantong buah yang tadi sengaja dia beli di pinggir jalan sebelum kesini. "Gimana keadaan kamu, Ja. Ada yang sakit? Ada yang parah lukanya?"

Jackson balas mengulas senyum. Dia pikir perempuan itu akan marah karena Lisa telah berlaku seenaknya. Ternyata tidak. Rain nampak acuh dengan kejadian barusan. "Enggak. Cuma badannya masih sakit aja. Pegel-pegel."

Rain mengangguk sembari ber'oh'. Dia melirik Lisa tanpa minat lalu lanjut menatap sebotol obat yang tumbang diatas nakas. Rain tahu, itu pasti obat Jackson. Tapi, siapa yang membawa obat itu kesini?

Ramon yang duduk di sofa tahu akan pertanyaan dibalik tatapan Rain. Lantas dia bangkit, berjalan mendekati ketiga peran utama itu. Ramon berdiri disebelah Rain, menyikut pinggang perempuan itu pelan yang berhasil membuatnya tersentak kaget. "Eh."

"Yang diatas nakas itu obatnya, Jackson. Baru gue tebus tadi. Obat yang kemarin nggak tau dimana" bisik Ramon. Untung Jackson sedang sibuk dengan Lisa. Jadi, dia tidak melihat Ramon berbisik pada Rain.

"Makasih"

Ramon mengangguk, kemudian kembali melangkah mendekati Sutra. Dia tidak ingin ikut campur dengan adegan selanjutnya dari ketiga manusia itu.

"Kamu tau nggak, Ja. Papa kamu beliin aku gaun, kayak gaun pengantin tapi nggak tau juga" Lisa bercerita sambil menggenggam tangan Jackson. Sedangkan Rain hanya bisa menyimak dan berharap dalam hati agar perempuan itu enyah.

Jackson menghela nafas. "Ooh"

Lisa mencebik. "Kok responnya gitu? Kan kita mau nikah. Tanyain kek apa aku udah siap apa enggak kalau kamu ngelamar aku" sungutnya.

Ucapan Lisa semakin ngelantur. Rain jadi semakin yakin kalau perempuan itu memang gila.

"Kita nggak akan pernah nikah. Saya udah punya calonnya sendiri" tekan Jackson membuat perempuan itu mencebik.

JACKSON [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang