"Seharusnya aku peka, bahwa kata-kata manisnya adalah ucapan selamat tinggal yang menggoreskan luka."
Duka datang menyapa tanpa aba-aba. Mendorong Rain jatuh hingga ke dasar jurang terdalam. Tak ada yang bisa dia lakukan selain menangis, sendirian. Meratapi nisan betuliskan nama yang meninggalkan begitu banyak kenangan manis yang terkadang terasa pahit jika dipaksa ditelan.
Jackson.
Kepergian laki-laki itu sangat tak terduga. Skenario yang sangat menyakitkan dengan takdir yang begitu pedih. Mereka baru usai menggulung benang merah yang semula kusut. Memperbaiki jalan cinta yang sempat rusak. Mengukir janji untuk terus bersama hingga keduanya sama-sama lenyap ditelan usia.
Namun, kenyataan tak akan pernah mau bekerja sama dengan imajinasi. Mereka selalu berbanding terbalik. Apa yang Rain impikan hancur dalam detik yang sama. Tak menyisakan apapun selain duka yang teramat menyiksa.
Jackson telah pergi meninggalkannya. Bersama rentetan kenangan manis yang berhasil dia ukir di detik-detik terakhir. Kalau tau begini, Rain tak akan membiarkan laki-laki itu menyeberang. Rain akan tetap memeluknya agar tak pergi. Tapi lagi-lagi takdir tak bisa di ramal. Semua terjadi tanpa diminta dan begitu tiba-tiba.
Air mata Rain kembali luruh deras. Katanya Jackson berhasil pulih dari penyakit yang hampir meregang nyawanya. Namun ternyata, Tuhan memiliki banyak jalan untuk membawa hambanya pulang. Mau sesehat apapun, jika ditakdirkan untuk mati, dia akan tetap mati. Kemanapun dia akan lari, mati tak akan bisa dia hindari.
Memang benar bahwa perpisahan yang paling menyakitkan adalah tentang bagaimana cara melepas rindu dengan dia yang sudah tak bernyawa. Tak ada yang bisa di peluk selain gundukan tanah. Tak ada yang bisa diusap selain nisan. Tak ada yang bisa diajak bicara selain makam sepi yang tak akan pernah menyahuti curahan hati Rain. Mau sepanjang apapun curahan air matanya, semua akan tetap sama. Yang pergi tak akan pernah kembali.
Dan kini, hujan turun deras. Menyamarkan bulir air yang turun dari dua netra sayu nan sudah memerah. Rain tak bisa berhenti menangis kala kisah mereka kembali terbayang. Bagaimana awal mula Rain bertemu dengan Jackson. Permintaan si CEO itu agar dirinya menjadi pacar pura-pura. Lalu mereka betulan menjalin kasih melakoni kisah sepasang kekasih yang romantis dan berakhir dengan kesalah pahaman dan kerumitan yang panjang dan akhirnya kembali disatukan untuk waktu yang sebentar. Hingga, dipisahkan untuk selama-lamanya.
Cinta mereka seakan memang tak direstui. Tuhan punya cara sendiri untuk memisahkan keduanya. Entah siapa yang tak pantas, Rain juga tak tau. Yang jelas, Rain dan Jackson tidak ditakdirkan untuk bersama.
"Rain, pulang yuk." Seseorang berdiri di sebelahnya sembari melindungi tubuh Rain dari serangan air hujan.
Perempuan dengan tatapan kosong itu mendongak, mendapati Ramon dengan senyum teduhnya. "Lo duluan. Gue masih mau disini."
"Jackson nggak suka sama perempuan bandel. Dia pasti sedih kalau lo terus-terusan nangis kayak gini. Ikhlasin, Rain. Ikhlasin," ujar Ramon memelan di kalimat terakhir. Laki-laki berlesung pipi itu menundukkan kepalanya. "Ikhlasin..."
Rain memejamkan matanya. Berusaha menahan air mata agar tak turun lagi namun tak bisa. Malahan semakin mengalir deras. "Ca-caranya gimana, Mon? Ajarin gue gimana caranya buat ngikhlasin kepergian, Jackson. Susah, Mon. Susah."
"Kita semua sama-sama belajar. Lo, gue, Sutra, Om dan Tante dan seluruh karyawan serta kolega-kolega Jackson. Semuanya berduka. Kita sama-sama terluka," kata Ramon berusaha untuk tak menangis.
Perempuan itu menggeleng pelan. "Gue terlalu jahat, Mon. Dia sakit gara-gara gue," isak Rain terdengar pilu.
Ramon tak memiliki kalimat penenang, untuk saat ini. Bahkan dirinya sendiri juga ingin menyiksa dirinya dengan tangisan menyedihkan. Dia jelas terluka dan tentu lebih terluka dari Rain.
Jackson, sahabat terbaiknya pergi. Setelah sekian tahun hidup bersama, Ramon tak akan bisa melupakan dan mengikhlaskannya dengan begitu mudah. Prosesnya terlalu panjang. Rintangan yang akan dia hadapi terlalu sulit. Kenang-kenangan yang tersisa membuatnya jadi sia-sia. Ramon tak bisa tersenyum lebar lagi kala wajah Jackson mengisi kepalanya. Mengingatkan Ramon bahwa laki-laki itu tak pernah pergi. Jackson tak pernah pergi. Dia masih hidup dalam kenangan.
"Nggak ada yang jahat disini. Ini semua udah takdir dan nggak ada manusia yang bisa lari. Terlebih lagi lari dari kematian," kata Ramon berusaha bijak walau sedang tidak baik-baik saja. Jelas dan harus begitu karena tak ada manusia yang bisa meredakan tangis Rain. Semuanya sama-sama mengalirkan air mata. Sibuk dengan kesedihan masing-masing dan pasti tak akan peduli dengan orang-orang lain yang juga merasakan hal yang sama.
"Tapi--"
"Gue nggak mau Jackson gentayangin gue kalau sampai lo sakit, Rain," ujar Ramon. "Jadi, ayo pulang. Berhenti nangis. Jangan buat dia pergi dengan rasa bersalah."
Rain menghembuskan nafas panjang dan berat. Menatap sekali lagi nisan bertuliskan nama orang yang teramat dia cintai itu. Mengulurkan tangan, mengusapnya pelan. Kemudian mendekatkan wajahnya ke sana dan menciumnya cukup lama seolah yang dia ciumnya adalah kening Jackson.
"Makasih ya buat semuanya." Rain memejamkan mata. Semuanya sulit diutarakan, tertahan di tenggorokan dan itu menyesakkan. "Makasih udah mau jadi pelindung aku. Makasih karena udah mencintai perempuan ini dan makasih karena kamu tetap cinta meskipun aku udah nggak sama kamu. Makasih, makasih."
Rain menyeka air matanya. Hujan masih turun dengan deras seakan ikut berduka bersama Rain. "Sekarang aku pulang dulu. Nanti, aku bakalan balik lagi. Nemenin kamu biar nggak kesepian."
"Sering-sering ya datang ke mimpi aku," kata Rain mengakhiri segala kalimat lukanya dan beranjak bangkit dibantu Ramon. Kemudian mendudukkan tubuh Rain di kursi roda. Perempuan itu masih belum cukup kuat untuk melangkah.
Setelahnya, Ramon mendorong kursi roda itu. Sutra datang membantu memayungi dan semua yang ada disana perlahan pergi. Menyisakan Jackson seorang diri.
-The End-
Akhirnya, cerita Jackson usai juga setelah melewati perjalanan yang panjang. Beberapa kali kehabisan ide dan bahkan pernah berfikir untuk unpublis cerita Jackson. Tapi untungnya, semuanya telah berakhir. Jackson berakhir dengan takdirnya. Dan semoga ending Jackson tidak mengecewakan teman-teman yang membaca cerita ini.
Terima kasih untuk pembaca setia yang selalu hadir dan menyemangati dalam diam. Berkat teman-teman, Jackson bisa terselesaikan.
Maaf jika ada kata-kata yang tidak baik selama penulisan cerita Jackson:)
Bagikan cerita ini pada teman-teman kalian jika cerita ini menarik dan layak untuk dibaca:)
Terima kasih untuk semuanya, saya selaku penulis Jackson undur diri dan sampai bertemu di cerita selanjutnya..
See you from Jackson...
KAMU SEDANG MEMBACA
JACKSON [SELESAI]
Fanfiction[Follow akun ini biar kita saling kenal] [Don't copy my story! Asal lo tau, mikirin ide sama alur ini cerita lebih susah dari rumus percintaan] Jackson, bos perusahaan di tempat Rain bekerja memintanya untuk menjadi pacar pura-pura saat menghadiri...