London, 24 December 1898 .
_________________________________Upacara berjalan dengan lancar, tanpa ada hambatan. Yah cukup baik menurut Lion, tetapi ia masih bingung dan terkejut dengan kedatangan tunangan nya yang tiba-tiba.
Saat ini Aula yang tadinya ramai menjadi sepi seketika. Hanya menyisakan Lion sendiri—ralat, berdua dengan Aslan—yang kini tengah pergi keluar untuk membeli sesuatu dan sampai saat ini belum kembali juga.
Lion tengah duduk di salah satu kursi disana, ia sedang menunggu kehadiran Aslan yang katanya pergi sebentar. Pria itu mendudukkan dirinya dengan kaki yang menyilang dan tangan yang ia jadikan sebagai tumpuan dagu nya. Lion akui, kursi yang ia duduki sangat tidak nyaman.
Pria itu tengah melamun dan bergelut dengan pikirannya sendiri, ia tengah memikirkan bagaimana cara agar bisnis nya tetap melambung tinggi. Ia ingin membuka cabang lagi, namun negara besar mana lagi yang harus ia kunjungi?.
Saking asiknya melamun, ia bahkan tak menyadari bahwa seorang pria lain tengah tersenyum kearahnya, dengan kotak kecil yang ia bawa.
pria yang kini berdiri dihadapan nya itu menjentikkan jari dua kali, membuat si pelamun tersadar dari lamunan nya.
Sekilas, dirinya melihat siluet seorang pria tinggi yang tengah menghampirinya lalu berdiri tepat dibelakangnya.
"Kau melamun lagi, Tuan muda?" tutur pria tinggi itu diiringi senyuman. Yang mendapat pertanyaan hanya berdeham pelan dan mengerjapkan matanya beberapa kali.
Lion melirik kearah lawan bicaranya, netra nya memperhatikan tubuh Aslan dari ujung ke ujung. Ia menautkan kedua alisnya, “Sebentar apanya? kau membuang waktu emas ku." Protes Lion seraya mendongak dengan tatapan membunuh yang ia tujukan pada pria yang lebih tua darinya itu.
"Maafkan aku." ujar Aslan lalu menghampiri Lion dan bersimpuh dihadapan Tuan muda nya, ia menggenggam jemari lentik nan mungil milik Tuan muda nya itu lalu menyematkan benda bulat bermata biru di jari tengah Lion.
"Aku sibuk mencari cincin yang cocok untuk mu,” lanjut Aslan yang kini telah selesai memakaikan benda bulat bolong itu di jari Tuan muda nya.
“Dan... Syukurlah cincin ini cocok dengan mu. sedikit informasi, saat aku memakai kan mu cincin ini, jiwa dan ingatan mu terkurung disini." jelas Aslan seraya mengelus batu cincin berwarna biru yang kini tersemat di jari tuan muda nya.
Lion bergidik ngeri saat merasakan sentuhan yang Aslan berikan, dengan segera tangan mungil nya itu menepis tangan besar yang terbalut sarung tangan berwana hitam milik Aslan sekencang mungkin.
"Menjijikkan. kenapa repot-repot? aku bahkan bisa membeli nya sendiri." Lion memperhatikan cincin bermata biru itu lamat-lamat, Ia mengangkat tangan nya yang berhiaskan cincin tersebut ke langit.
"Biar ku. tebak, cincin ini pasti harganya murah iyakan?" pria Luxury itu tersenyum remeh disertai tatapan yang merendahkan. Terkesan angkuh.
Yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bisa tersenyum dan menghela nafas kasar. Ia sudah terbiasa menghadapi kelakuan Tuan muda nya yang semakin hari semakin... Yah begitulah.
Aslan bangkit dan memilih berdiri dihadapan Lion, menatap yang lebih muda dengan tatapan datar namun menusuk, senyuman yang tadinya mengembang kini perlahan luntur. Bukankah tak sopan jika tidak menghargai usaha orang lain?. pikirnya.
Yang diberi tatapan, malah menatapnya balik dengan tatapan yang tak kalah tajam, "Apa? kau marah pada ku?, silahkan." celetuk Lion yang masih setia dengan senyuman yang meremehkan dan tatapan merendahkan nya. Ia melepaskan cincin bermata biru itu, lalu menatap nya lamat-lamat untuk ke sekian kalinya.
"Ohh... Safir biru ya?" tanya nya, "Hahh... kukira permata imitasi." mendengar pertuturan Lion, Aslan menarik nafas panjang lalu membuang nya perlahan, Lion yang menyadari hal tersebut hanya tertawa renyah diiringi kata maaf.
"Maaf yaa.." ujarnya dengan nada yang sedikit tertawa, lalu memakaikan cincin nya kembali.
Lagi-lagi, Aslan hanya tersenyum menampilkan bulan sabit di matanya. Cukup sabar ia menghadapi bocah Luxury yang semakin lama semakin angkuh, namun itulah yang menarik darinya. Angkuh, sombong, ingin selalu menang, dan egois, menjadi daya tarik seorang Luxury muda.
Hening seketika. Hanya terdengar suara ketukan yang tercipta dari sepatu hak pria dan lantai kayu yang saling beradu. Baik Lion maupun Aslan, keduanya enggan memulai topik pembicaraan yang baru. Kedua pria berbeda umur tersebut tengah hanyut dalam pikirannya masing-masing.
Sampai akhirnya pintu Aula itu terbuka dengan tidak santai. Menampakkan seorang gadis muda dengan gaun pink cerah yang ia kenakan.
Dua pasang netra berbeda warna itu mengalihkan atensi mereka pada gadis muda yang masih berdiri di ambang pintu sana. Perlahan gadis itu menghampiri pria muda yang kini berdiri tegak disamping pria tinggi berpakaian serba hitam. Gadis itu memeluk pria yang lebih muda dengan sangat erat, membuat sang empu merasakan sesak di dada.
ini pembunuhan, bukan pelukan.
"Sudah kuduga kau masih disini. Kenapa kau masih disini hah?! aku menunggumu di mansion sana!" marah gadis itu yang kini mempererat pelukan nya membuat yang dipeluk sesak nafas dibuat nya.
"l- lepas!" pekik Lion seraya mencoba melepaskan pelukan mematikan yang tunangan nya berikan pada nya itu. Seakan tuli, gadis itu malah menambah pelukan nya.
Aslan, satu-satunya orang dewasa yang ada disana hanya bisa tersenyum sesekali menggeleng saat melihat interaksi kedua nya. Ingin rasanya Aslan tertawa terbahak-bahak melihat wajah bocah Luxury yang memerah karena kehabisan nafas, tapi, ia urungkan niat nya, karena itu tidak sopan. Ingat kesopanan berlaku untuk siapapun disini.
° × . _______________________ . × °
.
.
.
.
.. TBC or END .
as usually, sorry if there's a mistake and many typo's .
maaf juga kalau ga jelas cem idup gwthx dah mampir ( .⌒‿⌒ )
© reggpaw____
KAMU SEDANG MEMBACA
Make A Contract With Devil [ NOREN ]✔ Revisi.
FanfictionLion hidup bersama kedua orang tuanya di sebuah mansion megah di inggris. Namun pada ulang tahunnya yang ke- 7, kedua orang tuanya, anjing peliharaan, serta singa pemberian pamanya mati dibunuh dan mansion tempat tinggalnya dibakar. Sementara ia di...