53 - last word : II .

234 16 0
                                    

“semoga kau tenang disana...” ujar Aslan seraya berdoa dan memejamkan mata. setelahnya, pria itu melanjutkan perjalanannya mengejar Hannah.

kilas, ekor manik nya melihat tubuh Vandero melebur perlahan seperti debu yang berterbangan. Aslan hanya tersenyum menanggapi nya.

Kedua netra Lion membulat sempurna saat melihat Gaffrion yang tengah mencekik lehernya sendiri.

rasa ingin menghentikannya memuncak, namun jarak antara keduanya cukup jauh, jika melompat itu tak menjamin ia sampai di sebrang sana, pasalnya lubang hitam nan besar tepat berada dibawah mereka.

“bertahanlah!” ujar Lion dengan panik, namun bukannya menuruti perkataan Lion, Gaffrion malah tersenyum miring seraya terus mencekik lehernya sendiri, jelas saja Lion panik.

“a–ku... tak bu–butuh simpati mu!.. akhh!”

Lion terdiam, walaupun anak itu berkata begitu tetapi pandangan matanya sangat jelas sekali bahwa ia mengharap pertolongan. lagi-lagi Lion di belenggu rasa ragu, benaknya bertanya haruskah aku menolongnya?

disisi lain, Hannah yang tengah berdiri diatas tebing dengan nafas yang terengah-engah, mengalihkan pandangannya sejenak kearah tubuh Lion yang tak sadarkan diri. ia terkejut saat melihat raut wajah Lion seperti orang yang kesakitan.

“tuan muda? anda kenapa?” tanya Hannah sembari menepuk pelan kedua pipi Lion secara bergantian. karena rasa khawatir yang tak terbendung, Hannah memilih duduk diatas tanah, dan menidurkan tubuh Lion diatas pangkuannya.

disisi lain, Lion yang tengah gelisah melihat kelakuan Gaffrion yang semakin menjadi, hanya bisa berteriak mencoba menghentikannya.

tentu saja upaya yang Lion lakukan bisa dibilang sia-sia. sangaatt sia-sia. Gaffrion malah terus menerus menyakiti dirinya sendiri dan serta berteriak kesakitan.

dan anehnya, rintihan itu tak hanya terdengar oleh Lion saja, rupanya raga Lion yang sedari tadi tak sadarkan diri, pun ikut berteriak kesakitan. jelas saja, hal tersebut membuat Hannah semakin panik.
wanita bersurai pirang itu terus-terusan memanggil, seraya menepuk-nepuk pipi pucat Lion, berharap anak itu siuman. sampai akhirnya...

'drapp...

'drapp...

'drapp...

Hannah mendengar suara langkah kaki yang mendekat. ia menoleh kebelakang untuk memastikan. kilas, maniknya itu menangkap sosok pria tinggi berpakaian serba hitam tengah berdiri tepat dibelakang.

are you lost lady?..” ujarnya seraya tersenyum manis kearah Hannah.

“sepertinya memang iya..” jawab Hannah santai sembari mendekap tubuh Lion dengan erat. kedua bola maniknya itu tak lepas dari si pria tinggi, pandangannya mengikuti gerak-geriknya.

pria itu duduk bersebelahan dengannya. pandangannya lurus kedepan disertai senyum simpul yang sulit dijelaskan. karena merasa curiga, Hannah menggeser dari duduknya, menjaga jarak aman.

“apa yang lucu?!” ketus Hannah disertai tatapan sinis. pria itu--Aslan--makin tersenyum saat mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Hannah.

sebelum menjawab, Aslan menghela nafasnya terlebih dahulu. dia menatap Hannah dengan intens.

“Vandero...” kalimatnya menggantung. pupil mata Hannah membesar saat mendengar nama Vandero disebut.

“...aku membunuhnya.”

'degg!

seketika, kedua netra wanita itu membulat sempurna. ia melirik kearah Lion yang masih setia dengan raut wajah kesakitan nya.

“kau pasti bercanda!”

“tentu saja tidak. kau lihat, wajah dan sarung tanganku bersimbah darah... sialnya, darah ini mengering dan sangat bau amis..” ujar Aslan santai seraya mencium bau sarung tangan putih yang sudah ternodai darah kering. menjijikkan.

“jangan salah paham ya nona... aku melakukannya atas perintah Vandero langsung... pria itu bilang, dia lelah dan menyerah.. ini sangat kekanak-kanakan.”

Hannah tertegun dan tak bisa berkata apa-apa. ia menatap lekat kearah Lion. pikirannya tak karuan.

bagaimana nasib tuan muda?... nona ghea?... Vandero... kenapa dia tega melakukannya?... tapi benar juga... kenapa kami bertingkah seperti anak-anak hanya demi bocah tengik seperti dia?...” tanya Hannah dalam batin. alih-alih bersedih dan menangis, wanita itu malah tersenyum simpul disertai tatap mata yang sayu.

“ehehemm, begitulah tuan muda... Vandero sangat egois. alasan kenapa anda sangat kesakitan adalah dia.. dalam peraturan kami, jika ingin mengakhiri kontrak, kalian para manusia harus berkata ‘aku puas’ barulah kontraknya berakhir. dan si iblis yang juga bisa memutuskan kontrak secara sepihak karena tak tertarik akan jiwamu....”

Lion yang mendengar penjelasan dari Hannah, terdiam. ia bahkan baru saja mengetahui hal tersebut.

Hannah terkekeh, wanita itu mengelus surai coklat kehitaman Lion dengan lembut.

“tentu saja, itu memiliki resiko yang tinggi. kami para iblis akan bunuh diri jika merasa jiwa kalian para manusia tak menarik. saat kami bunuh diri dan menghilang, kalian juga akan melakukan hal yang sama...” Hannah menjelaskan dengan nada yang halus, dan senyuman yang masih setia terukir di bibirnya.

wanita itu berdiri seraya mengendong tubuh Lion ala bridal style berniat untuk mengembalikannya pada Aslan. namun saat kedua tangan Aslan mengulur, Hannah malah berjalan mundur hingga jatuh ke jurang. bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu.

kedua netra Aslan membelalak saat mendengar apa yang Hannah ucapan. tak pikir panjang, Aslan pun ikut terjun menyusul Hannah yang sudah jatuh kedalam sungai.

sesampainya didalam sungai, Aslan segera mencari tubuh Lion yang hanyut terbawa arus. syukur nya pria itu menemukan apa yang ia cari, dengan segera Aslan membawa Lion ke tepi.

Aslan menidurkan tubuh Lion diatas pangkuannya, ia menempelkan telinganya tepat diatas dada Lion untuk memastikan bahwa anak itu masih hidup.

setelahnya, Aslan memukul keras tengkuk Lion sampai-sampai anak itu batuk dan muntah darah.

“uhukk! uhukk! uhukk!” akhirnya, Lion siuman. ia menatap kearah Aslan dengan tajam disertai senyuman yang menyeringai. “kejam sekali kau, memperlakukan ku seperti itu!” ujarnya ketus lalu berdiri dan menepuk pakaian nya yang basah beberapa kali.

saat melihatnya berdiri, Aslan jadi teringat kata-kata terakhir yang Hannah ucapkan untuknya. itu sedikit membuatnya kesal.

“Aslan... karena aku masih hidup dan kontrak kita belum terputus, maka saat ini dan seterusnya kau masih jadi pelayan ku... yah walaupun aku yang sekarang berbeda sedikit dari yang sebelum nya...” kedua netra berwarna biru gelap itu berubah menjadi merah menyala.

sejujurnya, Aslan juga ingin mengakhiri kontrak nya. namun ia masih tertarik akan jiwa dari anak angkuh ini.

“dimengerti...”


_______________________

To Be Continue...





© reggpaw___


Make A Contract With Devil  [ NOREN ]✔ Revisi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang