29 - lost of memory .

123 14 0
                                    

Setelah selesai adu argumen, Aslan memilih melarikan diri dan pergi membawa cincin tersebut.

tentu saja Vandero langsung mengejarnya, sesekali Vandero juga melemparkan beberapa pisau perak kearah Aslan untuk memperlambat pergerakan mangsa nya itu.

tak mau kalah, Aslan juga melemparkan pisau dan garpu emas kearah Vandero untuk mengulur waktu, agar bisa memakaikan kembali cincin milik tuan mudanya.

namun, orang yang mengejar nya itu bukanlah manusia, melainkan satu species dengannya, jadi kecohan kecil seperti ini mana mempan untuknya.

disela kegiatan berlarinya, Aslan terkejut saat koper besar yang ia bawa terbuka secara tiba-tiba dan membuat isi kopernya jatuh keluar. memilih berhenti sejenak dan hendak memasukan kembali isi kopernya, namun Vandero sudah berada dihadapannya tengah mengarahkan pisau tajam tepat kearah lehernya.

"sudah cukup bermain-main nya... sekarang, serahkan cincin nya atau tuan muda-mu taruhannya..." ancam Vandero disertai seringai yang mengerikan juga matanya yang merah menyala.

"kau bunuh dia pun aku tak peduli, toh jiwa nya tersimpan di cincinnya.. dengan kata lain, yang kubawa saat ini hanyalah raga nya saja.." jawab Aslan yang juga menyeringai kearahnya. melihat ekspresi dari sang mangsa,Vandero merasa tertantang olehnya, sekarang malah sebaliknya. pria tinggi itu malah ingin bermain-main sebentar dengan mangsa nya ini.

"Aslan Andromeda..." Vandero menurunkan pisau yang ia genggam lalu menghampiri Aslan yang sudah terpojok disisi tembok. pria itu tersenyum sebelum akhirnya membisikkan sesuatu di telinga si mangsa.

Aslan langsung tersenyum saat mendengar bisikan dari Vandero. senyuman yang Aslan berikan, seolah berkata bahwa ia setuju dengan apa yang di bisikan oleh Vandero.

sejurus kemudian, Aslan pergi meninggalkan kediaman Axxarell dengan bebasnya dan membawa cincin itu pergi bersamanya.

akhirnya, masalah ini selesai. tidak selesai sepenuhnya juga, masalah ini hanya selesai untuk sementara.

° . ><><><> ⊹ - ⊹ <><><>< . °

karena si tinggi Vandero itu sudah berhenti mengejarnya, Aslan memutuskan untuk berhenti sejenak dari berlari nya dan memilih untuk memasang kan cincin bermata biru itu di jari tengah tuan mudanya.

"manipulasi ingatannya, buat gaffrion sebagai sasaran balas dendam nya, aku juga akan melakukan hal yang sama pada tuan muda ku... bukankah ini menyenangkan?" bisikan dari Vandero terus merayap di otaknya, hingga ia tak sabar untuk menyaksikan acara balas-membalas dendam antara Luxury dan Axxarell.

Aslan langsung memakaikan cincin nya, namun sampai saat ini tuan mudanya itu masih belum bangun dari pingsannya. mau bagaimana lagi? tak ada pilihan lain, yang bisa Aslan lakukan sekarang hanyalah membawa tuan mudanya kembali ke mansion dan menunggunya siuman.

setelah selesai dengan urusan cincin, kini pria berparas rupawan itu segera pergi menuju kediaman Luxury dengan kecepatan penuh. jarak yang di tempuh lumayan jauh, namun dengan kemampuan iblis nya, ia mempersingkat waktu dan sampai di tempat tujuan dalam sekejap mata.

Aslan masuk ke dalam mansion Luxury, suasana didalam begitu sepi, mungkin Paula dan pelayan lainnya sedang pergi keluar, pikirnya.

Aslan hendak pergi ke lantai atas namun, baru saja menginjakan kaki di anak tangga pertama, seseorang memeluknya dari belakang.

"Aslan! ternyata kau masih hidup!" ujar orang itu disertai isakan ringan namun terdengar penuh haru. siapa dia?.

Aslan yang masih menggendong tuan mudanya itu terpaksa harus berbalik badan untuk melihat siapa pelaku nya. dan ternyata...

"sejak kapan kita akrab?" tanya Aslan disertai mata yang menyipit pada seorang pria yang sedikit lebih pendek dari nya itu--Alexander--. pria bermarga Lubis itu tersenyum kikuk dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

"hanya sedikit melepas rindu..." cicitnya masih setia dengan senyuman kikuk nya. mendengar pernyataan tersebut, Aslan sedikit bergidik ngeri.

"jijik..." gumamnya lalu pergi menuju kamar tuan mudanya dan meninggalkan Alexander yang masih terdiam di lantai bawah sana.

° . ><><><> ⊹ - ⊹ <><><>< . °

tring!!

Hannah terkejut saat tuan mudanya melempar gelas wine tepat dihadapannya dengan penuh amarah. tuan mudanya itu terus saja mondar mandir dengan gelisah, entah apa yang dipikirkan olehnya, yang jelas saat ini tuan mudanya sangat marah.

karena khawatir, Hannah memilih bertanya pada tuan mudanya itu, berharap agar tuan mudanya sedikit lebih tenang. "t-tuan muda baik-baik saja?" tanya Hannah sedikit gugup, ah lebih tepatnya takut.

mendengar pertanyaan yang Hannah lontarkan untuknya, gaffrion terhenti dari mondar-mandir nya dan tertawa dengan kencang membuat Hannah binggung dengan kelakuan nya.

perlahan, gaffrion menghampiri Hannah yang berdiri tak jauh darinya. langkah demi langkah berhasil mengikis jarak diantara keduanya. tangan berhias cincin ruby itu terangkat keatas lalu melayang dan mendarat dengan tidak mulusnya di pipi tirus milik Hannah.

plakk!

"hukuman loh..." gumam gaffion setelah menampar Hannah dengan keras hingga meninggalkan bekas memerah di pipi nya. sakit rasanya, walaupun begitu Hannah hanya bisa terdiam, ia masih bersyukur karena hanya fisiknya saja yang terluka.

"aku mau tidur siang.." ujarnya kemudian, lantas pergi dari gazebo menuju kamar tidurnya. perlahan punggung nya mulai menjauh.

karena tuan mudanya sudah pergi menjauh, Hannah mendudukkan diri di salah satu kursi disana. gadis berambut pirang itu mulai membuka buku nota yang selalu ia bawa di kantungnya.

pena hitam yang ia bawa mulai menari diatas buku, menciptakan tulisan indah disana. entah apa yang gadis pirang itu tulis, tak ada siapa pun dirumah ini yang mengetahuinya.

"aku senang saat bersama tuan muda..." lirihnya dengan tersenyum getir serta air mata yang menetes membasahi pipi tirus nya.

sangat tengah asyik menulis, ekor mata gadis itu menangkap sesosok pria tinggi berpakaian serba hitam sedang berjalan menghampiri nya. buru-buru Hannah menutup buku dan menyudahi acara menulisnya.

"apa yang kau lakukan disini?" tanya keduanya serempak.

"sebentar lagi halloween bukan? tuan muda ingin mengadakan pesta kostum. tolong tuliskan undangan ya Hannah.." pinta pria tersebut disertai senyum simpul.

"tulis tangan? bukankah ada mesin cetak?" tanya Hannah keheranan. Vandero - pria itu tersenyum menyeringai kearahnya.

"tuan muda bilang tulisan mu indah.. tapi dengan kondisi mu yang sekarang, apa kau bisa menulis dengan baik?"

"a-ah tak usah khawatir, aku baik-baik saja..." Hannah mengusap mata kiri nya yang kini sudah di perban, gadis itu tersenyum getir sesaat mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

Vandero menghela nafas pelan, ia kembali tersenyum simpul. "yang ku khawatirkan nanti tulisannya jadi jelek.." ujarnya kemudian. pria itu berbalik badan lantas meninggalkan tempat tersebut.

ah sepertinya Hannah salah paham, ia kira Vandero menghawatirkan nya, ternyata yang pria itu khawatirkan adalah tulisannya. bodoh sekali dia berpikiran demikian.



_________________________

To Be Continue



© reggpaw___

Make A Contract With Devil  [ NOREN ]✔ Revisi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang