52 - last words .

143 17 0
                                    

Setelah adu mulut cukup lama dengan Aslan, Hannah memutuskan untuk pergi menjauh dari pria itu. negosiasi yang Aslan tawarkan di tolak mentah-mentah olehnya.

wanita berambut pirang panjang itu kini tengah berlari kearah perhutanan, dengan bola manik yang awas, sesekali ia juga melihat kebelakang.

Lama kelamaan, lantai bak papan catur itu semakin retak. yang tadinya berbentuk kotak sempurna, kini berubah bentuk menjadi abstrak dan berantakan. bahkan lantai catur itu sudah terbelah menjadi dua dan menyisakan tempat hanya untuk duduk.

baik Lion maupun Gaffrion, keduanya hanya bisa termenung, dan berdiam diri. bahkan mereka sudah pasrah akan nasib mereka. cahaya harapan mulai padam di hati mereka.

Aslan yang tengah berlari mengejar Hannah, harus terhenti saat melihat sosok Vandero yang berdiri tapat dihadapannya seraya menodongkan pedang.

“wah wah... ternyata kau masih mengharapkan jiwa tuan muda ku.. hahh..” mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Aslan, Vandero langsung memasang mimik wajah kesal.

“aku tak tertarik lagi. aku hanya ingin menyelesaikan pertarungan kita yang tadi sempat tertunda.”

“ohh ya... ku kira aku menang tadi...” ujar Aslan dengan santai seraya memberikan tatapan sinis dan tersenyum tipis. tingkahnya itu semakin membuat Vandero kesal.

baik, mari kita tinggalkan mereka dan beralih kesisi lain.

Hannah terlalu asyik berlari, sampai-sampai ia tak sadar bahwa yang ada dihadapannya itu adalah jalan buntu. dan tepat dibawah, terdapat sungai dengan aliran yang deras. kalau ia nekat melompat, itu akan membahayakan jiwa raga Lion, dan dirinya.


  ﹀-﹀ -﹀୨˚̣̣̣͙୧⇡・・・⇡ ୨˚̣̣̣͙୧﹀-﹀ -﹀

*clingg!

suara dentingan pedang terdengar begitu nyaring, Vandero mengayunkan pedangnya dengan kencang, namun lagi-lagi Aslan hanya menepis dan menghindar tanpa berniat melawan.

“ckckck... kau sangat agresif ya tuan..” ujar Aslan santai sembari menghindari serangan. ia tersenyum saat melihat raut wajah kesal Vandero. Aslan pikir itu cukup menghibur.

*dugg!

“kena kau!” seru Vandero saat mendapati Aslan yang terpojok diantara pepohonan. dengan sesegera mungkin, ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan hendak menghantam lawannya. namun...

*degg

aksi Vandero terhenti saat Aslan menendang kencan bagian perutnya hingga darah keluar dari mulutnya. pelayan keluarga Axxarell itu tersungkur kebelakang dan terhantuk ke pohon.

*cling!..

uhuk! uhuk!”

“seperti biasanya, tendangan sangat mempan padamu..” mendengar apa yang Aslan katakan, Vandero tersenyum simpul seraya memegangi perutnya. maniknya menatap Aslan dengan teduh.

“aku kalah telak..” ujar Vandero sembari memejamkan mata. “aku akan memutuskan kontrak ku dengan bocah itu” lanjutnya.

Aslan memasang raut wajah bingung, ia berjongkok dihadapan Vandero.

“kenapa?” tanyanya. Vandero berdeham sebelum akhirnya menjawab.

“bertarung hanya untuk memperebutkan satu jiwa, padahal masih banyak jiwa yang lain. parahnya lagi, kita bertarung sampai babak belur begini...”

“koreksi ucapan mu. yang babak belur hanya kau saja bukan?..”

Vandero tersenyum. ia berpikir, betapa menyebalkan nya Aslan sampai disaat serius pun pria itu masih bercanda.

“hei kau, ambil pedangku. penggal kepala ku cepat!”

kedua bola manik Aslan membelalak, ia meremat kedua bahu lebar Vandero.

“kau ini apa-apaan?!”

“sudah kubilang, aku akan mengakhiri kontak ku dengannya.. tak ada cara lain untuk mengakhirinya selain aku bunuh diri..”

“alasan macam apa itu?”

Aslan berdiri lalu menghampiri pedang besar milik Vandero. sekilas ia berpikir, mungkin yang Vandero katakan ada benarnya. bertarung hanya untuk satu jiwa itu sangat bodoh.

dan juga, cara untuk mengakhiri kontak hanya ada dua cara, pertama ketika si pembuat kontak berkata “aku puasatau sudah cukuplalu memberikan jiwanya. dan yang kedua, seperti apa yang akan Vandero lakukan. bunuh diri, namun itu tak menjamin si pembuat kontrak baik-baik saja. resikonya adalah, jiwanya hilang entah kemana.

Aslan menghela nafas panjang sebelum akhirnya berbalik badan kearah Vandero. pedang besar berwarna dominan merah itu, ia bawa menghadap pemiliknya.

“kau yakin?” tanya Aslan yang hanya dijawab dengan anggukan pelan serta senyum simpul dan raut wajah teduh Vandero.

“senang bertemu denganmu..” ujar Aslan kemudian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. “kata-kata terakhir?” tanyanya sebelum benar-benar memenggal kepala Vandero.

“ingat aku...” ujarnya kemudian kembali memejamkan mata. pun tanpa aba-aba Aslan langsung memenggalnya.

*crott..

kepala Vandero jatuh ketanah, darah berceceran dan mengotori wajah Aslan.

*degg!

Arghh! aahhh!” Lion yang terkejut menoleh kebelakang tepat kearah Gaffrion. bocah Axxarell itu mencekik lehernya sendiri, jelas saja Lion sangat terkejut.

“Oii apa yang kau lakukan?!” tanya nya dari sebrang sana dengan raut wajah panik. Gaffrion hanya merintih dengan mata yang membelalak.

“t-tubuh..ku.. b-bergerak.. sendiri– Arghh!” teriaknya makin menjadi-jadi.

Lion yang terkejut sekaligus kebingungan hanya dapat menyaksikan. sebenarnya apa yang terjadi disni?... benak nya bertanya.

_________________________

To Be Continue...


yaa... maaf udah 1 minggu gak up 😅
lagi sibuk ma tugas eyy...

hope you like that yo..
w usahain besok malem up lagi dah..

jan lupa vote nya 😌👍

© reggpaw___

Make A Contract With Devil  [ NOREN ]✔ Revisi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang