10 - A tragedy before christmas : II .

401 42 0
                                    

London city , 24 December 1898
______________________________

Malam ini sang dewi malam tengah tersenyum, memancarkan cahayanya yang terang nan indah. Butir salju yang tak begitu lebat, juga ikut serta menghiasi malam ini. Ditambah suara riuh kebahagiaan warga kota yang melengkapi. Mereka sangat antusias menyambut hari Natal di esok hari.

Saat ini sepasang kekasih muda sedang berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai, terbuai dengan indahnya kota tercinta yang di terangi cahaya rembulan. Manik mata mereka menangkap pemandangan toko-toko indah yang berjejer disana.

"Adisca?" panggil sang dominan pada submissive nya yang sedang terkagum-kagum melihat pohon natal besar dihadapan mereka. Yang dipanggil hanya berdeham tanpa menoleh.

"Aku harus menemui Aslan sebentar, bisakah kau menunggu?." tanya si dominan yang langsung mendapatkan tatapan sedih dari kekasih nya. Sudut bibirnya langsung melengkung ke bawah.

Melihat respon sang submissive, pria muda itu langsung memeluk nya, mengelus surai coklat milik sang kekasih lalu menepuk punggung nya pelan, membuat senyuman sang submissive kembali merekah. Baru pertama kali ia diperlukan seperti ini olehnya.

"Ada hal yang harus ku bicarakan secara empat mata dengan nya. Kau tahu? kami butuh privasi. Setelah itu, aku janji akan menuruti semua kemauan mu. Bagaimana?" tak ada jawaban, hanya anggukan kecil yang ia rasakan didalam pelukan mereka.

"ku anggap itu jawaban 'iya'. Kalau begitu aku harus pergi. Jaga dirimu baik-baik. Nanti ku suruh Paula untuk menemani mu" final nya sembari tersenyum lalu mengusak rambut kekasih nya gemas. Setelah itu ia langsung berlari, tanpa mempedulikan keadaan kekasih nya yang kembali murung.

Gadis bernama Adisca itu berhenti menatap kepergian Lion, dan memilih duduk di bangku panjang yang terletak tak jauh dari pohon Natal tersebut. Ia mengayunkan kaki jenjang miliknya sesekali bersenandung kecil.

Bosan. Satu kata yang menggambarkan perasaan nya saat ini. Kepala mungil nya terangkat keatas, menatap sang rembulan yang bercahaya dengan terang benderang.

"Sepenting itukah Aslan..." monolog gadis itu disertai helaan kasar. Netra hazel milik nya terus menatap keatas, seolah-olah Sang Dewi malam tengah mengajaknya berbicara. Saking asiknya menatapi rembulan, ia tak sadar bahwa ada anak lain yang ikut duduk disebelahnya.

"Permisi." ujar anak tersebut seraya menepuk pundak Adisca pelan. Yang ditepuk pun mengalihkan atensi nya pada si pelaku. Manik hazel nya itu menangkap sosok lelaki tampan dengan kostum santa, juga senyuman manis yang ditujukan padanya.

"Iya? kau butuh sesuatu?" bukannya menjawab, lelaki tampan itu hanya menggeleng pelan dengan senyuman yang masih mengembang. Adisca mengerutkan keningnya heran.

"Boleh ikut sebentar dengan ku?." tanya si tampan yang masih setia dengan senyumnya. Adisca menggeleng pelan, seketika terlintas di benaknya pesan dari Sang Ibu 'Don't talk to a stranger.' kurang lebih begitu.

"Maaf, aku sibuk." singkatnya lalu kembali menatap keatas langit. Sebenarnya ia ingin ikut dengan lelaki itu, ia bosan menunggu, ia ingin mengelilingi kota tapi disisi lain ia juga takut diculik dan tersesat. Mengingat kalau ia hanya pengunjung.

Melihat reaksi Adisca yang cuek bebek, lelaki itu menepuk pahanya sendiri, lalu menghela nafas panjang. "Baiklah." ujarnya. "Tadinya aku mau mengajak mu ke suatu tempat yang menyenangkan." lanjut lelaki itu, lalu beranjak dari duduknya dan hendak pergi meninggalkan Adisca.

Adisca sangat, sangat... ingin ikut dengan lelaki tersebut, saat ini wajahnya menunjukkan ekspresi gelisah, gadis itu mengulum bibir. Akhirnya ia putuskan untuk ikut dengan lelaki tersebut.

"T-tunggu, aku ikut!" seru Adisca yang ikut beranjak dari duduknya. Ia pikir tak masalah pergi dengan orang asing, lagipula lelaki itu terlihat seperti orang baik baginya, pun saat ini ia bosan menunggu.

Lelaki itu menoleh kearah Adisca, ia kembali melukis senyuman diwajahnya. "Pertama, siapa nama mu?", lelaki itu mengulurkan tangannya, "Alvino Deluxie..." ujarnya memperkenalkan dirinya sendiri.

Adisca hanya tersenyum, mengabaikan uluran tangan dari lelaki itu, gadis itu hanya mengangkat rok nya dan sedikit membungkuk untuk memberi salam.

° × . ‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿ . × °


Paula, gadis berumur 20 tahun itu kini berada di alun-alun kota, manik nya menelisik mencari seseorang. Pikirannya terbelenggu dalam kekhawatiran, deru nafasnya semakin memburu. Salju yang turun pun mulai melebat hebat, hingga dirinya merasakan kedinginan yang semakin menusuk.

Ditengah kekhawatirannya, Paula menggelengkan kepalanya dan memilih bertindak untuk mencari seseorang yang ia cari, bertanya pada orang-orang yang berlalu lalang di sana, dengan ciri-ciri yang menurutnya sendiri kurang spesifik.

Gadis itu melambaikan tangan pada pria yang sedang berjalan di trotoar, wajahnya terlihat sangat panik dan khawatir. "Permisi tuan? apakah anda melihat gadis berambut coklat sepinggang?,"

Pria itu terdiam sejenak mencoba mencerna pertanyaan yang Paula lemparkan padanya, pun Paula menggaruk tengkuknya, dengan gelagat yang gugup Paula melanjutkan mendeskripsikan orang yang tengah ia cari. "aduh... eumm.. gadis itu menggunakan gaun merah muda... eumm... tingginya sekitar sedada" lanjutnya sembari mengangkat tangannya sejajar dengan dada. Pria itu malah menghela nafas lalu menggelengkan kepalanya, "Maaf nona, aku tidak melihatnya." jawabnya sembari mengangkat bahu acuh, lalu melenggang pergi.


Sekarang Paula benar-benar khawatir, bisa mati dia jika Tuan muda nya tahu bahwa tunangan nya menghilang. Tapi mau bagaimana lagi? ia harus memberitahu situasi ini. Gadis itu berlari menghampiri kotak telpon berwarna merah yang terletak tak jauh di sebrang sana, dengan langkah yang tergesa-gesa serta nafas yang memburu, juga pikiran yang kalang kabut.

° × . ‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿ . × °

"Hahh ~" hela nafas pria muda yang saat ini tengah terduduk dan merenung diatas nakasnya. Pikirannya sedang kalang kabut, ia bingung harus bagaimana. Semenjak sang Ratu menyematkan gelar Earl padanya, masalah ini itu mulai bermunculan.

"Ada apa tuan muda?" tanya pria lain yang lebih dewasa dibanding nya. Yang diberi pertanyaan menaikan pandangan nya keatas, kepalanya pun ikut tertarik saat melihat pria dewasa tersebut.

"London memiliki masalah baru. Rumornya, banyak anak gadis hilang secara misterius, tanpa jejak." keluhnya sembari memijat pangkal hidung nya pelan guna meredakan stres yang ia rasakan saat ini.

Aslan hanya menanggapi nya dengan senyuman, ia tak tahu harus berkata apa, karena saran apapun yang Aslan berikan pada Tuan muda nya selalu ditolak. Kalau tidak, salah kata sedikit, Aslan pasti dimarahi habis-habisan olehnya. Jadi, ia memilih diam dan hanya bisa memberinya semangat.

"Begitukah?..." timpal Aslan yang masih setia dengan senyuman nya. Pria itu memegang dagunya lalu bergumam pelan, "seharusnya Nona Adisca dan Paula sudah pulang sekarang." lanjut Aslan yang masih setia berdiri dihadapan Tuan muda nya.

Mendengar perkataan dari Aslan, Lion yang tadinya melamun memikirkan Rumor yang beredar, langsung tersentak. Terbesit dibenak Lion kalau ia meninggalkan tunangan nya itu di Alun-alun kota.


Lion berdiri dari duduknya dengan tergesa-gesa, ia segera pergi meninggalkan Aslan di ruang kerjanya.

"Ikut aku!" seru Lion yang sudah mendahului Aslan, pun Aslan mengikutinya dari belakang.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

° × . ‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿.‿‿ . × °

. TBC or END .


sorry for typo. hope you'll like that,
thank you and see you soon.
remember "typo is art" .yes


© reggpaw___

Make A Contract With Devil  [ NOREN ]✔ Revisi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang