Alunan musik sudah dimulai. Semua orang mulai berdansa mengikuti alunan nada. Semuanya nampak mahir, kecuali Angela. Tubuhnya gemetar dan terasa sulit bergerak, entah apa masalahnya. Dia memang tidak terlalu mahir berdansa, tapi juga tidak terlalu buruk. Apa mungkin dia terlalu gugup karena tubuhnya dan Divon menempel begitu dekat seperti ini. Dia bahkan dapat merasakan sapuan hangat napas Divon di wajahnya.
"Are you okey?" tanya Divon melihat Angela yang sepertinya gelisah. Gerakan gadis itu pun kaku, jadi dia berusaha mengimbangi. "Tidak apa-apa, pelan-pelan saja. Kalau tidak bisa, tidak perlu dipaksakan." ucap Divon seraya mengukir senyum tipis.
"Hmmm, maaf Div. Tapi, entah kenapa badanku terasa lemas." keluh Angela.
"Apa kita hentikan saja?"
"Memangnya boleh?" tanya Angela kurang yakin.
Divon mengangguk, "Memangnya siapa yang bisa melarang." ucap Divon kemudian membawa Angela keluar dari area lantai dansa menuju meja terdekat. Mereka menjadi penonton bagi mereka yang masih berdansa.
Angela merasa gerah, dia pun mengipasi wajahnya dengan kedua tangan.
"Kau kepanasan?" tanya Divon.
"Ya, sedikit." jawab Angela.
Suasana di antara mereka berdua terasa canggung. Tapi, Divon berusaha mencairkannya.
"Bagaimana kalau kita ke luar. Di sini memang terasa panas. Mungkin karena banyak orang." ajak Divon sembari membuka topengnya.
Angela menatap wajah Divon beberapa saat. Wajah Divon dan Dizon benar-benar persis. Hanya saja, aura yang dipancarkan keduanya berbeda. Wajah Dizon cenderung dingin, sementara Divon memiliki aura yang sedikit ... liar. Entahlah, ini hanya penilaian Angela saja.
"Jadi, bagaimana?" tanya Divon.
"Ya?" Angela baru sadar. Ternyata sedari tadi dia itu melamun sembari menatap wajah Divon. Astaga!
"Ah, baiklah," ucap Angela kemudian berdiri.
Divon juga bangkit. Dia meraih pergelangan tangan Angela.
"Ayo, aku akan membawa mu ke tempat yang bagus." ajak Divon begitu bersemangat. Dia membawa Angela menuju lift.
"Sebenarnya kita mau ke mana?" tanya Angel bingung.
"Ayolah, nanti kau akan tahu."
Mencoba percaya, Angela pasrah ke manapun Divon membawanya. Ibu Divon, yakni Bibi Dyana, pernah berkata bahwa Divon adalah anak yang baik, dia tidak akan menyakiti orang lain tanpa sebab, dia juga tidak akan menyakiti orang yang dia sayangi. Tapi, apa Angela termasuk orang yang pria ini sayangi? Entahlah, mungkin yang dirasakan Divon padanya bukanlah rasa sayang, melainkan hanya obsesi yang bisa hilang kapan saja.
"Kita sudah sampai." ucap Divon begitu mereka sampai di lantai lima, lantai teratas rumah Scarrlet.
"Bagaimana? Di sini lebih baik daripada di pesta, kan?"
"Ya, di sini lebih baik." jawab Angela masih melihat sekeliling.
Sepertinya tempat ini adalah balkon, tapi ukurannya sangat luas. Berlantai marmer dan beratap transparan. Di tengah ruangan terdapat satu set sofa mewah beserta meja. Ada beberapa tanaman hias juga.
Angela menyusul Divon yang sedang berdiri di dekat pagar pembatas balkon. Pandangan pemuda itu lurus ke depan, ke arah kota yang lebih nampak seperti ribuan lampu yang berkelap-kelip. Rumah Scarrlet memang berada di daerah dataran tinggi yang cukup jauh dari keramaian kota. Tapi, meski begitu perjalanan ke sini tidak sulit sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mysterious Prince {TAMAT}
Romance[Sekuel I MADE YOU MINE] Angela Virginia Kathleen. Dia baru saja masuk di Universitas paling bergengsi di New York karena beasiswa. Namun, sehari setelah dia bersekolah di sana, Angela selalu mendapat kiriman barang-barang mewah dari pria misterius...