Chapter 8

6.6K 500 21
                                    

"Bagaimana jika ulang tahun pernikahan kita yang ke dua puluh lima diadakan di kebun belakang dekat kolam berenang?" usul Dyana setelah makan malam usai. "Pasti sangat menyenangkan."

Dyana mulai membayangkan hal-hal menyenangkan di pesta ulang tahun pernikahan mereka nanti.

"Aku setuju pada Dyana," ucap Madam Laura mengangguk-angguk. "apalagi jika boyband favoritku diundang sebagai pengisi acara. Huh... pasti sangat menyenangkan sekali. Iya kan, Alexo?"

Alexo melirik neneknya sekilas. "Terserah Granny sih. Jika Granny bahagia akan hal itu aku setuju saja. Tapi, akan lebih menyenangkan lagi jika konsep pestanya nanti bertema spongebob. Pasti itu sangat seru." Alexo mulai membayangkan imajinasinya sendiri mengenai pesta ini.

"Aku tidak setuju!" ujar Andreas yang sejak tadi diam mendengarkan semua saran yang semakin terdengar tidak masuk akal. "Tidak ada yang namanya mengundang boyband tidak jelas. Tidak ada yang namanya tema spongebob. Ini ulang tahun pernikahan. Bukan ulang tahun remaja labil."

Madam Laura menatap Andreas tajam. "Siapa bilang boyband favoritku tidak jelas. Mereka itu orang-orang berbakat." gerutu Madam Laura kesal.

Andreas menghela napas, mencoba bersabar. Menghadapi ibunya yang terkadang masih kekanakan memang membutuhkan tenaga ekstra.

"Ibu. Aku tidak berniat melecehkan boyband favorit ibu itu. Tapi, ini ulang tahun pernikahan kami yang sangat penting. Ini tidak main-main." pungkas Andreas. Semoga ibunya mau mengerti.

"Kau tidak seru. Kalau begitu, untuk apa kau meminta saran dariku? Lebih baik aku ke kamar saja." gerutu Madam Laura merajuk. "Ayo, Alexo. Antar Granny ke kamar."

"Siap, Granny." Alexo langsung beranjak dan mengantar neneknya ke kamar.

Andreas mendengkus, kepalanya mendadak pening. Dyana mendekati Andreas. Mengelus lengan suaminya lembut.

"Sabar. Ibu memang seperti itu. Nanti dia juga lupa kalau dia sedang kesal padamu." hibur Dyana.

Andreas tersenyum lembut kepada istrinya yang sudah dua puluh lima tahun mendampinginya dengan setia.

"Aku bukan memikirkan soal itu." ujar Andreas.

Kening Dyana mengernyit. "Jadi kau sedang memikirkan apa?"

"Dizon. Bukankah kau merasa anak itu agak aneh akhir-akhir ini?"

Dyana diam beberapa saat. "Aku juga merasa seperti itu. Tapi, setiap aku bertanya mengenai apa yang dia rasakan dia selalu menjawab jika dia baik-baik saja." tutur Dyana. "Tapi, kau tenang saja, aku akan lebih memperhatikannya."

"Aku mempercayakan anak-anak padamu." ucap Andreas lembut.

Dyana tersenyum. "Oh ya, untuk masalah pesta, kau tidak perlu khawatir. Aku yang akan menyiapkan semuanya."

Andreas mengangguk. "Aku juga mempercayaimu untuk hal itu." ucap Andreas sembari mengelus rambut Dyana lembut.

"Kau kan memang selalu percaya padaku." ucapnya kita kemudian tertawa kecil.

Mendadak Dyana terdiam. Tatapannya terlihat sendu.

"Ada apa?" tanya Andreas heran.

"Apa dia akan datang?" tanya Dyana tanpa menatap Andreas.

Andreas terdiam sesaat. Dia tahu siapa yang Dyana maksud.

"Semoga saja." ucap Andreas mencoba menenangkan. Dia mengecup kening Dyana lembut.

"Kau tidak perlu sedih. Aku akan memberi pelajaran anak itu jika dia berani tidak datang."

"Jangan terlalu keras padanya. Aku takut dia semakin tidak terkendali."

💫

"Dizon! Tunggu!" panggil Angela saat melihat Dizon keluar dari kelas.

Dizon berhenti. Ia menatap Angela dengan ekspresi bingung.

"Ini untukmu." ucap Angela sembari menyodorkan kotak makanan kepada Dizon.

"Ini apa?" tanya Dizon.

"Hmmm...," Angela nampak gugup. "hanya biskuit yang ku masak sendiri." ucapnya kemudian tersenyum kikuk.

Dizon membuka kotak makan berwarna cokelat itu. Nampak beberapa keping biskuit berwarna coklat yang terlihat enak. Dia lalu mengambil satu keping dan langsung memakannya.

Angela terkejut. Dia tidak menyangka jika Dizon akan langsung mencoba biskuitnya. Dia takut jika pria itu tidak menyukainya.

"Bagaimana rasanya?" tanya Angela ragu.

Dizon diam beberapa saat. Pria itu tidak menjawab pertanyaan Angela. Dia malah langsung memasukkan kotak itu ke tasnya.

"Aku pergi dulu. Terima kasih untuk biskuitnya." ucap Dizon kemudian melangkah pergi.

Angela tidak bisa berkata-kata. "Jadi dia suka atau tidak ya?" batin Angela bertanya-tanya mengenai pendapat Dizon mengenai biskuit itu.

Angela meringis. "Semoga rasanya tidak terlalu buruk."

💫

"Kak, ada kiriman untuk mu." ucap Gerald saat Angela memasuki rumah.

"Kiriman apa?" tanya Angela bingung.

Gerald hanya mengangkat bahu. "Aku meletakkannya di atas kasurmu." ucapnya kemudian kembali fokus menonton pertandingan sepak bola di televisi.

Angela langsung memasuki kamarnya untuk melihat kiriman itu. Sebuah kotak berwarna hijau yang tidak terlalu besar ada di atas ranjangnya. Perasaan Angela mulai tidak enak. Jangan bilang ini dari pangeran misterius itu. Kenapa dia sekarang mulai berani mengirimnya langsung ke rumah Angela. Bagaimana jika kakaknya sampai tahu?

Buru-buru Alexa membuka kotak itu. Tidak seperti biasanya, isinya hanya terdapat coklat dan setangkai bunga mawar. Angela mengambil sebuah kertas yang digulung di dalamnya.

Hello my Candy...
Aku sebenarnya sangat ingin menemuimu. Tapi, aku belum memiliki cukup keberanian. Tapi, jika kau juga sangat ingin menemuiku. Kenapa kau tidak datang ke taman mawar pukul delapan malam nanti. Aku akan dengan senang hati menemuimu di sana. Tapi, kau harus datang sendiri. Kalau tidak, aku tidak akan menampakkan diri.

See you My Candy❤️
<Prince>

Angela terdiam. Dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Dia sangat penasaran dengan orang ini. Tapi, di sisi lain dia takut untuk menemui orang ini sendiri. Bagaimana jika dia jahat?

Jadi, apakah Angela harus pergi ke taman itu untuk menemui orang ini?

💫

The Mysterious Prince {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang