"Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan, Diz?"
Dizon tersenyum samar. "Sekarang kau sudah bisa membedakan kami, ya?"
Angela terdiam sembari menatap wajah Dizon lekat. Benar juga. Kenapa Angela langsung bisa menyimpulkan kalau yang ada di hadapannya ini adalah Dizon? Padahal wajah mereka berdua nyaris sama, sulit untuk membedakannya.
"Ya, seperti itulah," Angela mengalihkan pandangannya dari Dizon. "mungkin karena jantungku akan berdegup cepat saat berada di dekat mu. Aku tidak merasakan hal itu jika berada di dekat Divon." gumam Angela pelan nyaris tak terdengar.
Mendengar itu, Dizon hanya diam. Wajahnya datar tanpa ekspresi berarti. Seolah ucapan jujur dari Angela itu tidak berpengaruh sedikit pun padanya.
Angela mengangkat wajah. Dia melirik Dizon sekilas, Angela tersenyum miris.
"Oh, ya. Kenapa kau bisa ada di sini?" Angela mencoba membangun suasana sesantai mungkin. "Semalam Divon. Sekarang kau."
Dizon tidak langsung menjawab. Dia melirik Angela yang sibuk memandangi kotak makan di hadapannya.
"Aku di sini untuk mengawasi Divon."
"Hah?" Angela langsung memandang ke arah Dizon. "Kenapa dia harus diawasi? Dia sudah dewasa. Untuk apa kau melakukan itu?"
"Kau tidak akan mengerti." Dizon bangkit. Dia tidak ingin Angela bertanya lebih banyak lagi. "Aku pergi dulu. Divon tidak boleh melihat ku ada di sini."
Angela hanya mendongak. "Kau akan pergi?" Sungguh Angela sangat berharap Dizon bisa lebih lama berada di dekatnya.
Dizon mengangguk. "Aku tidak mau Divon melihat kita berdua. Dia ... bisa salah paham lagi."
Kali ini Angela bangkit. Dia menatap Dizon nyalang.
"Kenapa? Kenapa dia harus salah paham. Aku rasa dia tidak punya hak untuk merasa seperti itu. Aku dan dia tidak memiliki hubungan apa pun. Kenapa dia harus merasa seperti itu?"
Dizon berdecak tak suka. "Aku harap kau tidak berkata seperti itu di depannya."
Dizon berbalik, hendak pergi. Tapi Angela menarik kemeja pria itu dari belakang. Dizon terpaksa berhenti.
"Aku berharap bisa memeluk mu sekali saja." Ini adalah kalimat paling berani yang pernah Angela katakan. "Boleh kah aku memeluk mu sekali saja?" Angela meneguk ludah. Dia tahu, Dizon tidak akan pernah sudi dipeluk olehnya. Pasti harga dirinya semakin rendah di hadapan Dizon.
Dizon menepis genggaman Angela dari kemejanya. "Aku rasa kau harus berkaca dulu sebelum mengatakan itu kepada pria yang sudah memiliki kekasih."
Deg!
Kalimat itu cukup membuat nyali Angela menciut. Dia malu sekaligus marah kepada dirinya sendiri. Kenapa kalimat itu harus meluncur dari mulutnya. Dia ... benar-benar tidak memiliki harga diri lagi di hadapan Dizon.
"Maaf," cicit Angela. Dia menunduk dalam. "kau benar. Seharusnya aku berkaca dan menyadari posisi ku."
"Baguslah kalau kau sadar." ucap Dizon dingin.
Rasanya Angela ingin menghilang saja.
"Sudah ya, aku pergi dulu." Dizon memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku celana. "Jangan katakan pada Divon bahwa aku menemui mu di sini." Setelah mengatakan itu, Dizon melangkah pergi. Dia berjalan tanpa menoleh lagi.
Angela hanya mampu menatap kotak makan di tangannya. Dia bahkan tidak berani walau hanya sekadar menatap bahu Dizon yang menjauh.
Satu pertanyaan Angela. Kenapa pria itu repot-repot menemuinya dan memberikan sekotak sarapan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mysterious Prince {TAMAT}
Romance[Sekuel I MADE YOU MINE] Angela Virginia Kathleen. Dia baru saja masuk di Universitas paling bergengsi di New York karena beasiswa. Namun, sehari setelah dia bersekolah di sana, Angela selalu mendapat kiriman barang-barang mewah dari pria misterius...