10 - LATE & CEREMONY

4.9K 616 62
                                    

Echa dan keempat sahabatnya kini sudah sampai di depan gerbang sekolah mereka yang tak lain adalah SMA Pertiwi. Gerbang sekolah tersebut ternyata sudah ditutup. Bastian melihat jam di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh lima menit yang berarti upacara bendera sudah berlangsung sejak beberapa puluh menit yang lalu.

“Gimana nih?” tanya Bastian bingung.

“Lewat belakang aja udah, ayo,” ajak Rayden yang spontan mendapat anggukkan setuju dari yang lain.

“Ya udah, ayo, sebelum ketauan.”

Baru saja mereka akan menyalakan motor kembali, tapi harus tersentak saat tiba-tiba terdengar suara teriakkan dari balik gerbang tersebut.

“HEY, MAU KE MANA KALIAN?”

Mereka mengenal suara itu. Itu suara teriakkan buk Tuti selaku guru BK yang kini jadi datang menghampiri mereka yang tadinya ingin melarikan diri.

“Duh, mampus,” monolog Rayden.

Ravindra menghela nafas pasrah. “Hukuman lagi ini mah.”

“Udahlah, gue juga udah pasrah banget ini.”

Rayden seketika langsung menunjukkan cengirannya saat buk Tuti sudah tiba tepat di hadapan mereka. “Eh, ada buk Tut.”

“Nggak usah cengar-cengir kamu,” cibir buk Tuti yang membuat Rayden cemberut.

“Galak. Deden nggak like,” gumam Rayden pelan yang tak bisa didengar oleh buk Tuti.

“Ini sekarang udah jam berapa? Upacara malah udah hampir selesai, kenapa kalian bisa telat?” tanya buk Tuti dengan nada tegasnya.

“Ya bisalah, Buk. Dimaklumin gitu, kitakan juga manusia yang tak luput dari kesalahan,” balas Arqian memasang tampang memelasnya.

“Ngejawab aja kamu.”

“Lho, Buk. Ibuk tadikan nanya.” Arqian menarik nafas sedikit panjang sebelum kembali melanjutkan ucapannya, “ya Allah, saya mah selalu salah di mata orang.”

“Lebay,” cibir Ravindra pelan.

“Diem lo.”

“Ingetkan kalo hari ini upacara?” tanya buk Tuti yang diangguki mereka semua.

“Terus kenapa datengnya jam segini?”

Echa yang sedari tadi hanya diam berceletuk dengan santainya. “Si Ibuk, kayak nggak tau Jakarta aja.”

Buk Tuti yang mendengar jadi beralih menatap Echa. “Kamu juga, Cha. Kamu anak cewek, malah bawa motor gede.”

“Lho, Buk, terus kenapa kalo saya bawa motor gede? Emang nggak boleh, ya, Buk?” tanya Echa menatap buk Tuti dengan wajah polosnya.

“Udahlah, terserah kamu.” Buk Tuti mengibaskan tangan kanannya tak peduli lagi. Kemudian guru itu menatap kelima anak murid di hadapannya satu-persatu.

“Sekarang kalian masuk, terus baris di tengah lapangan.”

“Aduh.”

“Terus saya gimana, Buk? Kan masih pakek celana. Ganti dulu aja, ya, Buk?” tanya Echa ada maksud tertentu, terlihat dari dia yang kini tersenyum cantik yang malah membuat keempat sahabatnya jadi menahan tawa.

“Nggak ada, nanti kamu malah kabur.”

Echa berdecak pelan. “Tau aje nih guru kalo gue mau melarikan diri,” gumamnya.

“Cepat, kalian tunggu apa lagi?”

“Aih.”

“Males banget, lho.”

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang