51 - BONTOT

2.5K 258 24
                                    

AL, MARKAS DISERANG!

Althaf yang lagi duduk santai di kursi cafe pun refleks berdiri dengan mata yang membulat sempurna, serta rahang yang mengeras saat mendengar teriakkan Arga di seberang sana.

“Anjing,” umpat pemuda itu. Saat sadar dia sekarang menjadi pusat perhatian, masih dengan handphone di telinganya, dia menatap sekitar, dan setelahnya meringis, dia langsung terduduk kembali.

Buruan ke sini, di markas cuma ada berapa orang, yang nyerang ada lima puluhan, bjir.”

Otw. Chat anak yang lain di grup, suruh buat cepet dateng ke markas.” Setelahnya Althaf langsung mematikan panggilan itu sepihak yang membuat Arga menyumpah-serapahinya di seberang sana.

Echa yang sedang asik-asiknya memakan es krim menatap Althaf yang kini juga jadi menatap dirinya.

Urgent?” tanya Echa dengan menaikkan alisnya menunggu respon.

Bukannya menjawab, Althaf malah mengajaknya pulang. “Gue anter lo pulang sekarang, ya.”

Echa yang mengerti kalau pemuda itu sedang ada masalah langsung mengangguk menyetujui.

“Ayo,” ajaknya, lalu mengambil paper bag yang berisi sepatu futsal Althaf untuk dia bawa.

Althaf mengangguk. “Bentar, bayar dulu.” Netranya berkeliling. “Mbak,” lanjutnya memanggil pelayan cafe tersebut.

Kemudian tak lama datanglah seorang perempuan berpakaian seragam pelayan menghampiri meja mereka.

“Iya, Mas?”

“Jadi berapa sama yang saya pesen buat dibawa pulang?” tanya Althaf to the point.

Pelayan tersebut terlihat mengangguk paham. “Semuanya jadi 120 ribu.”

Althaf mengambil dompetnya di saku celana, lalu mengeluarkan uang cash 150 ribu dan menyerahkannya ke pelayan tersebut.

“Tolong ambilin pesanan saya yang tadi.”

“Baik, Mas, mohon ditunggu sebentar,” ujar sang pelayan, kemudian berlalu pergi.

Echa yang masih duduk sembari menghabiskan es krim coklatnya langsung mendongak saat dirinya seperti sedang diperhatikan oleh seseorang.

“Udah?” tanyanya menatap Althaf.

Althaf menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari Echa. “Nunggu kembalian.”

Echa mengangguk, bertepatan dengan pelayan cafe tadi datang menghampiri meja mereka kembali dengan membawa kantong plastik putih yang berisi es krim di tangannya.

“Ini, Mas.” Pelayan tersebut memberikan bungkusan yang dia bawa dan tak lupa pula uang kembalian kepada Althaf.

“Makasih,” ujar Althaf menerimanya.

“Iya, saya permisi,” pamit Pelayan itu dengan sopan.

“Ayo,” ajak Althaf mengambil tangan kiri Echa untuk dia gandeng.

* * *

Selama di perjalanan pulang menuju rumah Echa, Althaf hanya diam saja fokus ke depan. Sedangkan Echa sendiri juga jadi ikutan diam karena tak mau mengganggu pemuda itu.

Sampailah mereka di depan gerbang hitam rumah Echa. Gadis itu turun dari motor Althaf tanpa membuka helm bogo-nya. Seketika dia mengulum bibir menahan tawa kala melihat keempat sahabatnya yang kini duduk di aspal depan rumah Ravindra dengan memainkan kelereng yang ada di tangan mereka masing-masing.

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang