19 - FIRST COUSIN

4.1K 466 114
                                    

“SEMUANYA MASUK KELAS.”

Menolehkan pandangan ke arah di mana sumber suara itu berasal, dan terlihatlah seorang wanita dengan tubuh sedikit berisi memakai kacamata sekarang tengah berkacak pinggang menatap ke arah mereka semua dengan tajam.

Tika sebut saja namanya. Salah satu guru Bimbingan Konseling yang terkenal baik dan ramah, tapi kalau sudah berurusan dengan siswa nakal akan berubah menjadi guru yang paling galak dan tak segan-segan menghukum anak muridnya.

“Mampus,” gumam Gavin panik.

“Buruan pada masuk kelas masing-masing,” perintah Althaf lantang pada semua anggota gengnya yang masih berada di parkiran.

Menuruti perintah itu, semuanya bergerak, turun dari motor, berjalan, berlari dengan tergesa-gesa, memasang wajah panik dan tambah merasa ketar-ketir saat melihat buk Tuti yang kini berjalan menghampiri mereka.

“Jadiin Via tameng, biar kita kagak kena omel, buru,” suruh Fadhil menepuk-nepuk bahu Gavin.

“Via, sini-sini, diri depan kita, jadi tameng.” Tangan kanan Gavin menarik gadis yang saat ini hanya memasang wajah polosnya tidak tau apa-apa untuk mendekat.

“Kenapa masih di sini? Masuk kelas kalian, pelajaran akan dimulai.”

Memang kedua bahu Echa, Gavin berdiri di belakang Echa dengan pandangan menatap buk Tika. “Stop, Buk Tik. Kita belum masuk kelas karena mau nganterin Via dulu, dia murid baru. Via nggak tau ruang kepala sekolahnya di mana, kita dengan berbaik hati mau nganterin dia.”

Buk Tika berdecak mendengar Gavin yang berbicara cepat itu, lalu melototkan mata. “Nggak usah beralasan, masuk kelas sekarang. Jangan sampai saya suruh kalian lari keliling lapangan lima putaran,” ujarnya.

“Ih, Ibuk, kita mau nganterin Via dulu.”

Buk Tika beralih menatap Echa. “Siapa nama kamu? Kenalin nama saya, Tika Lestari. Panggil Buk Tika aja, jangan panggil Buk Tik kayak mereka.”

Echa mengangguk dan tersenyum paksa. “Saya Alvia Decha Arzukna, Buk. Bisa panggil saya senyaman Ibuk aja.”

Buk Tika mengangguk paham. “Ya udah, kamu biar saya yang antar ke ruang kepala sekolah.” Kemudian pandangan buk Tika beralih menatap kelima murid badungnya. “Masuk kelas sekarang atau lari keliling lapangan?”

* * *

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria yang tengah duduk di kursi kebesarannya dengan pandangan masih tertuju pada laptop yang ada di depan matanya.

“Pagi, Pak,” sapa buk Tika pada kepala sekolah yang terlihat masih muda.

“Pagi juga, Buk Tika. Ada apa?”

Buk Tika menjawab, “ah, saya mau mengantarkan murid baru, Pak.”

Pak kepala sekolah itu pun lantas mendongak, beralih menatap Echa yang kini juga tengah menatap ke arahnya. Dia terdiam sejenak, menatap kedua mata Echa dalam. Tapi tak lama dia tersadar dan langsung mengalihkan pandangan kembali pada buk Tika yang kini jadi mengerutkan dahi bingung melihatnya.

“Biar saya saja yang mengantarkan dia ke kelas barunya.”

Buk Tika mengangguk mengerti. “Kalau begitu saya permisi, Pak.” Guru itu berbalik badan, mulai melangkahkan kaki kembali menuju arah pintu keluar saat sudah mendapat persetujuan. Tapi sebelum itu, dia sempatkan menepuk bahu Echa dua kali dengan tersenyum seolah berkata dia pamit permisi.

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang