Saat ini di kamar Althaf sudah ada ke empat sahabatnya yang sedang bersiap-siap akan pergi ke rumah Echa. Setelah sampai di sana, barulah nanti mereka pergi bersama-sama ke pesta ulang tahun kakak kelas yang tak lain adalah Dinda.
Ya, tak terasa hari telah berganti dan tepat malam ini adalah malam mereka akan konvoi beramai-ramai pergi ke acara birthday party.
“Udah ganteng belum?” tanya Gavin sembari menyugar rambutnya ke belakang.
“Belum,” sahut Fadhil dan Gavin jadi menatapnya sinis.
“Al, bagi parfum dong.” Gavin jadi berganti menatap Althaf yang sedang duduk di atas kasur dengan tangan yang sibuk mengikat tali sepatu.
“Ambil sendiri,” balas Althaf tanpa menoleh. Dan dengan senang hati Gavin mengambil, kemudian menyemprotkan parfum itu ke bajunya dengan gerakan badannya yang berputar, mau mandi parfum ceritanya.
“Coba jangan kayak orang susah deh, Vin. Di lemari kamar lo perasaan bejibun parfum dari harga murah sampe mahal, segala jenis merek ada semua. Masih mau minta parfum orang?”
Gavin menatap Fadhil yang barusan berbicara. “Yeeu ... suka-suka Gavin ganteng, dong. Gue lagi mau cobain parfumnya Al, kali aja cewek-cewek malem ini pada nempel di gue.”
“Halu, mana ada yang mau sama bocah kayak lo,” sahut Fadhil menatap Gavin dengan tersenyum mengejek dan itu sukses membuat Gavin jadi mendelik tak terima.
“Cih, kita liat aja nanti.”
Fadhil mengangkat bahu acuh.
Althaf berdiri tiba-tiba dari duduknya saat sudah selesai memasang tali sepatu, lalu dia menghampiri cermin, dan merapikan lagi baju kemeja polos warna navy yang saat ini dia pakai.
Outfit mereka kali ini kompak memakai baju kemeja polos lengan panjang digulung dengan warna yang berbeda, memakai celana jeans hitam, serta sepatu sneakers putih. Padahal tema acara, monokrom. Warna putih, kalau tidak ada, ya, hitam. Dicampur juga lebih bagus. Ah, tapi, suka-suka mereka sajalah.
“Ayo berangkat,” ajak Althaf.
“Yeay, jom berangkat!” seru Gavin berjalan duluan keluar kamar dengan berlari-lari kecil. Sudah dibilang kalau Gavin itu bocah, anak bontot atau anak bawangnya mereka.
Yang lain ikut menyusul keluar kamar, menuruni satu persatu anak tangga yang ada di rumah keluarga Galendra itu.
“Bri, jaga rumah,” titah Althaf saat dia melewati ruang keluarga dan melihat ada adiknya di sana.
Bri yang Althaf panggil adalah Kanza, jadi menoleh ke asal suara.
“Bujuk, boyband dari mana, nih?” batin Kanza bertanya-tanya saat melihat abang dan sahabat abangnya itu memakai style yang sama, hanya warnanya saja yang berbeda.
“Lah, lo mau ke mana?” tanya Althaf menatap adiknya itu dengan mengerutkan dahi heran saat melihat Kanza yang kini sudah rapi memakai hoodie warna hijau tua, celana jeans hitam, dan sepatu vans.
“Mau main.”
“Nggak-nggak, apaan? Di rumah aja, nggak usah keluar. Awas aja kalo keluar malem-malem begini, apa lagi sendirian. Gue rantai kaki lo nanti.” Althaf mengomel cepat.
“Dih-dih, apaan lo? Terserah gue, lah,” protes Kanza tak terima.
“Nggak usah protes.” Althaf berkacak pinggang dengan mata melotot.
“JAJA, BURUAN KELUAR. GUE MAGER TURUN DARI MOTOR. CEPETAN, YANG LAIN UDAH PADA NUNGGUIN.” Ini teriakkan seseorang dari arah luar rumah Althaf.
“Tuh, anak Bima udah manggil.” Kanza berdiri dan memasukkan handphone-nya ke dalam saku hoodie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Teen Fictionೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...