Lima belas menit kemudian, Echa sudah siap dengan outfit kaos hitam lengan pendek pas di tubuhnya, celana jeans hitam sobek di kedua lututnya, sepatu converse, serta rambut pendek dengan poni tipis sebahunya yang dia biarkan terurai.
Setelahnya dia melangkahkan kaki keluar kamar, mulai menuruni satu persatu anak tangga untuk sampai ke tangga terakhir, kemudian berjalan mengarah ke ruang makan.
“Selamat pagi,” sapa Echa pada para sahabat dengan nada antusias dan cerianya.
“Siang,” sahut keempat sahabatnya itu yang entah kenapa bisa kompak menyindir dirinya.
Echa hanya cengengesan dan menggaruk tengguk saja mendengarnya. Kemudian gadis itu menarik kursi di tengah-tengah Ravindra dan Arqian untuk dia duduki. Setelah duduk, tangannya bergerak mengambil nasi goreng. Entah siapa yang memasaknya, dia tidak tau.
“Siapa nih yang masak? Iyan, ya?” tanya Echa mulai menyuapkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya.
“Bukan gue. Mama lo kali yang masak, atau mungkin juga bik Inah, tadi emang udah ada di atas meja,” balas Arqian dan Echa hanya mengangguk-angguk saja mendengarnya.
Setelahnya hening, mereka kini fokus menyelesaikan acara makan mereka. Sampai tiba-tiba pertanyaan Rayden memecah keheningan.
“Emak bapak lo ke mana emang, Cha? Tumbenan nih rumah sepi.”
Echa menatap Rayden dan hanya mengangkat bahu acuh, lalu menjawab, “nggak tau.”
“Ih, kok nggak tau, lho?”
“Ya karena emang nggak tau.”
“Lo jadi anak nggak perhatian banget sama orang tua. Harusnya kalo orang tua mau pergi itu ditanya, mau ke mana,” omel Raiden tanpa sadar dengan pandangan tidak menatap Echa dan omelan itu dapat membuat Echa yang tadinya asik mengunyah nasi goreng di mulutnya, kini jadi menatap pemuda itu dengan sorot mata permusuhan.
“Deden, tadikan lo liat gue baru bangun, ya jadinya nggak tau bapak emak gue ngilang ke mana, nggak ngasih tau gue juga. Jangan sampe pala lo gue tampol pake sendok, ya, Den.” Echa berbicara dengan nada sok lembut dan tersenyum lebar yang terlihat cantik sekaligus imut, tapi bagi Rayden senyum itu terlihat mengerikan dan tanpa sadar Rayden jadi tersenyum kaku membalasnya yang dapat membuat Arqian tertawa terbahak-bahak.
* * *
Setelah selesai makan, mereka tidak langsung pergi dari ruang makan. Melainkan masih tetap setia duduk dengan menyandarkan punggung di sandaran kursi guna mengistirahatkan perut mereka yang tampak kekenyangan.
“Ayo,” ajak Echa yang kini sudah berdiri.
“Ayo ke mana?”
Echa berdecak, “ayo, katanya tadi mau cari angin.”
“Ntar, Cha. Kasih nafas dulu, ya ampun, jangan langsung gas.” Bastian menatap Echa dengan wajah kekenyangannya dan bersendawa.
“Udah lima menit. Ayo, ih.” Echa segera menarik tangan Ravindra untuk berdiri dan dengan terpaksa Ravindra mengikuti langkahnya dengan langkah terseok-seok karena tak siap.
“Ish, nggak ada niatan mau narik tangan gue juga, gitu?” monolog Arqian menatap punggung Echa dan Ravindra, lalu mulai berdiri dan segera melangkahkan kaki mengikuti kedua sahabatnya itu, meninggalkan Rayden dan Bastian yang masih duduk berdiam diri di tempat.
Rayden yang mengetahui fakta kalau dia ditinggal pun tak terima. Pemuda itu berteriak memanggil mereka, tapi belum ada niatan untuk menyusul. Dirinya sekarang masih merasa kekenyangan karena terlalu banyak memakan nasi goreng. Bahkan, dia sampai menambah dua kali karena saking enaknya nasi goreng buatan mamanya Echa atau mungkin buatan bik Inah, selaku asisten rumah tangga rumah Echa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Fiksi Remajaೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...