Hari ini adalah hari kedua Echa bersekolah di sekolah barunya.
Hening.
Satu kata yang mewakili suasana di kelas XI IPA 1 saat ini. Murid-murid sekarang sedang fokus memperhatikan seorang guru yang sedang berdiri di depan papan tulis, terlihat sekali sedang menjelaskan materi pelajaran.
Suasana yang sepi ditambah suara guru itu yang kecil membuat mereka jadi mengantuk, bahkan mereka yang duduk di pojok belakang pun, ada yang sudah tertidur. Contohnya saja Arga, Fadhil, dan Gavin yang sekarang sudah menenggelamkan kepala masing-masing di atas meja dengan buku yang sengaja ditegakkan seakan-akan mereka lagi membaca agar tidak ketahuan.
Si tukang tidur yang baru ingin memejamkan mata, malah tak jadi karena sebuah senggolan yang tiba-tiba mendarat di bahu kanannya dan pelakunya yang tak lain adalah Echa.
“Jangan tidur,” tegur gadis itu sedikit berbisik.
Fahmi tak mendengarkannya, pemuda itu malah terlihat sedang mengucek-ngucek mata. “Ngantuk.”
Echa yang melihatnya tak tinggal diam, dia segera menahan tangan Fahmi. “Jangan digituin, nanti perih malah jadi merah.”
Seakan tersadar, Fahmi jadi menoleh ke samping menatap teman sebangkunya yang belum genap dua hari duduk bersamanya itu. “Lo siapa, sih?” tanyanya.
Echa jadi menunjuk dirinya sendiri, “Gue?”
“Iyalah. Siapa lagi coba? Gue nanyanya sama lo,” sahut Fahmi ketus.
“Mangkanya, kenalan dulu. Dari kemarin perasaan sombong banget nggak mau ngajak kenalan. Alvia Decha Arzukna nih, anak papa Aldi sama mama Alena. Khusus buat lo, panggil gue Echa, ye.” Echa mengambil paksa tangan Fahmi guna bersalaman.
Echa tersenyum manis pada pemuda itu dengan posisi mereka yang kini sudah saling berhadapan. Untung saja mereka duduk di pojok belakang, jadinya tidak terlalu kelihatan oleh guru yang sedang mengajar itu.
Fahmi menatap tangannya dan Echa secara bergantian. “Ape, nih, pegang-pegang?”
Echa berdecak kesal dibuatnya. Dia yang tadinya ingin melepaskan tautan tangan mereka, lantas tak jadi karena Fahmi segera menahannya.
Echa mengerutkan dahi heran, menatap Fahmi yang kini juga tengah menatapnya. Lalu dia berkata, mengikuti nada bicara pemuda itu tadi. “Ape, nih, pegang-pegang?”
Fahmi jadi terkekeh gemas mendengarnya. “Kenalin, Fahmiansyah Aby Putra.” Dia tersenyum menatap Echa, bahkan dia sampai melupakan niatnya tadi yang ingin menyusuri alam mimpi. “Panggil apa aja boleh, kecuali A—”
“Aby,” potong Echa cepat dan tanpa sadar dia bertepuk tangan heboh.
Fahmi yang tadinya tersenyum, kini jadi mencebik. “Nggak usah panggil gue Aby.”
“Lho, kenapa? Bagus tau, Aby.”
“Geli, gelo. Nanti dikira orang-orang kita aby-umian lagi,” ujar Fahmi sedikit tertawa, geli sendiri mendengarnya.
Echa yang mendengar tawa itu jadi ikutan tertawa. Dan, jadilah mereka berdua tertawa bersama, seakan tak sadar bahwa kini mereka masih berada di dalam kelas yang sekarang hampir semua penghuni di dalamnya menoleh heran ke arah mereka berdua. Harus dipertanyakan, dari segimananya yang lucu? Memang, humor manusia itu berbeda-beda.
“Kalian kenapa, dah?” Nifa bertanya dengan kepala menoleh ke belakang.
“Kesambet lo berdua?” lanjut Gavin yang terbangun dari tidurnya karena mendengar suara tawa.
Lantas, Echa dan Fahmi yang tadinya masih asik tertawa, kini jadi memudarkan tawa mereka dan berganti menjadi raut wajah panik, lalu secara bersamaan mereka berdua menoleh ke asal suara yang baru saja berbicara itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Genç Kurguೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...