38 - PAK BAGAS

2.7K 299 92
                                    

Saat mendengar suara deheman dari seseorang, Echa jadi kaget dan refleks menoleh ke asal suara yang berada di belakangnya.

Mata gadis itu seketika membulat sempurna saat tau bahwa sekarang dia sudah tertangkap basah oleh salah satu guru yang sedang berkeliling mencari siswa yang bolos upacara, mau pun yang terlambat.

Ada yang bisa menebak siapa guru itu?

Ah, guru itu tak lain adalah Bagas, lebih tepatnya pak Bagas. Guru yang mengajar mata pelajaran olahraga.

Tersadar, Echa terbatuk-batuk pelan dengan terpaksa. “Aduh, ada Pak Bagas rupanya. A-apa kabar, Pak? Baik dong pasti, ya? Kalo sakit, nggak mungkin juga bisa berdiri di depan saya.” Echa berbasa-basi dan tak lupa pula menunjukkan cengirannya, mencoba untuk sedikit mengalihkan pembicaraan agar tak mengarah ke hukuman.

“Udah mulai bandel kamu, ya.” Guru muda itu tak menghiraukan basa-basi Echa.

“Ohok, kamu. Jangan aku-kamuanlah, Pak. Ntar kalau saya baper, bahaya.”

Pak Bagas menggelengkan kepala dibuatnya. “Kenapa nggak ikut upacara?” tanyanya dan si gadis jadi mencebik sebal.

Shibal, pertanyaan macam apa tuh? Ya karena saya terlambat atuh, Bapak kasep.” Echa greget sendiri. Pak Bagas ini polos apa bego? Heran dia, sampai tidak sadar diri kalau sendirinya juga begitu.

“Kenapa bisa terlambat?”

Echa berdecak pelan. Berasa diintrogasi sama polisi dia tuh. “Karena nggak ada yang bangunin saya, Pak.” Echa lalu menghela nafasnya dramatis. “Bukan nggak ada yang bangunin, sih. Emang sayanya aja yang susah bangun.”

Pak Bagas ikut menghela nafas mencoba bersabar. “Sana kamu ke lapangan, ikut baris sama rombongan yang terlambat,” titahnya.

“Ye, si Bapak. Nanti aja, dah, saya malu diliatin satu sekolah. Kalo udah selesai upacara, hukum aja langsung, udeh. Terserah pokoknya mah, mau hukum apa. Tapi saya nggak mau ke sana. Sumpeh, malu banget, lho.” Tiga kata terakhir Echa mengkatakannya dengan gaya bicara seleb tiktok yang sempat viral, nada panjang dan terkesan dilebih-lebihkan itu terngiang-ngiang di ingatannya.

“Kenapa harus malu? Kamu juga pakai baju. Lagian salah sendiri kenapa terlambat.”

“Dih, malah ngomel kek emak saya.” Echa menahan diri untuk tak mengumpat. Padahal tadi dia tanpa sadar sudah mengumpat dengan bahasa Korea.

Tak tau saja Echa kalau pak Bagas menahan gemas melihatnya. “Udah, sana. Nggak ada bantahan.”

Echa mencebik. “Shibal sekiya, shibal,” umpat Echa pelan, tapi masih terdengar oleh pak Bagas yang langsung saja menyentil bibir gadis itu pelan secara tak sadar.

“Kamu ini, ngumpat terus dari tadi. Dipikir saya nggak bakalan ngerti apa sama bahasa kamu itu? Gini-gini saya juga tau artinya apa.”

Mata Echa mendelik dengan tangan yang spontan menutup mulut seolah tak percaya. “Woah, daebak, jinjja? Bapak ngerti? Njrit, saya pikir nggak ngerti. Maaf banget, Bapak, sengaja.”

Pak Bagas menarik nafasnya sedikit panjang. Saat akan membuka suara, tak jadi karena gadis di depannya ini dengan cepat menyerbunya. “Saya izin ke toilet bentar dong, Pak, mau ganti celana, bentaran doang.”

Yang lebih tua menggeleng. “Nggak. Nggak ada ganti-ganti. Langsung ke lapangan sekarang, cerewet banget dari tadi. Siapa suruh juga ke sekolah pakek celana jeans begitu?” tolak pak Bagas mutlak dengan mengomel.

“Saya bawa motor, Bapak. Ya kali bawa motor gede pakai rok, dikira paha saya paha ayam kali, ah.”

Pak Bagas hanya diam saja dengan kepala mengangguk beberapa kali dan itu berhasil membuat Echa bertambah kesal.

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang