“Assalamu'alaikum,” salam kelima orang secara bersamaan dan siapa lagi kalau bukan Echa beserta keempat sahabatnya.
“Wa'alaikumussalam,” balas salam seseorang dari arah dapur. Mematikan api kompor, lalu berjalan menghampiri lima orang yang kini sudah duduk manis di sofa ruang tamu.
“Ealah, kalian. Bunda kira siapa.”
Arqian yang mendengar langsung berdiri kembali, menghampiri wanita yang sudah berumur, tapi wajahnya masih terlihat awet muda itu. Mengambil tangan kanan wanita yang tak lain adalah bundanya sendiri untuk dia salim dan tak lupa mencium pipi kanan sang bunda, kemudian berlalu pergi menuju dapur guna mengambil air minum untuk dirinya sendiri.
Setelah pulang dari cafe tadi, mereka kini berada di rumah Arqian. Tetapi sebelum itu, mereka sempatkan berganti pakaian sekolah menjadi pakaian rumahan di rumah masing-masing.
Ravindra tampak ikut berdiri juga, lalu dia salim diikuti Rayden dan Bastian. Setelahnya, mereka bertiga duduk kembali, membiarkan Echa untuk bersapa ria dengan bundanya Arqian.
“Halo, Bunbun,” sapa Echa ceria.
“Halo juga, Chacha,” sapa balik bundanya Arqian, Amelia Utami namanya. “Peluk dong, Bunbun kangen.” Amelia berujar yang membuat Echa jadi mendekat dan memeluknya.
“Kamu mah sekarang udah jarang ke rumah,” ujar Amelia setelah melepaskan pelukannya dari Echa.
“Echa sibuk, Bunbun. Biasalah, nge-drakor number sekian,” balas gadis itu cengengesan yang membuat Amelia jadi tertawa gemas.
Arqian kembali dengan membawa wadah yang berisi air es dan kotak P3K. “Sini, Cha. Diobatin dulu tangannya.”
“Lho, emangnya tanganmu kenapa, Cha?” tanya Amelia dan Echa jadi menunjukkan cengirannya saat tatapan Amelia tertuju kepadanya.
“Tadi nggak sengaja kena ujung meja, Bun.”
“Kamu ini, lho, kok nggak hati-hati,” omel Amelia.
Bastian yang mendengar pun meringis, kembali merasa bersalah. “Itu salah Babas, Bun. Echanya jangan di, aduh, jangan diomelin,” ujarnya tak enak hati yang membuat Amelia jadi menatapnya.
“Kok bisa jadi salah kamu, Bas?”
“I-itu, Bun. Babas nggak sengaja tepis tangan Echa tadi, terus tangan Echa jadi kena ujung meja,” jelas Bastian dan Amelia jadi mengangguk-angguk mengerti.
“Lain kali hati-hati, ya, Bas. Calon mantu Bunda, nih, nggak boleh lecet.”
Arqian yang mendengar perkataan bundanya itu sontak mendelik. “Apa, sih, Bun. Ngaco ngomongnya, ih. Udah sana, mending sekarang Bunda buatin minum aja. Sekalian cemilannya juga biar enak jadi temen ngobrol. Tolong, ya, Bunda.”
Amelia mengernyit tak setuju. “Terus tadi kamu ke dapur ngapain?”
“Minum sama ngambil ini,” jawab Arqian santai menunjukkan barang bawaan yang ada di tangannya.
“Kenapa nggak sekalian diambilin buat yang lain, Iyan.”
“Tangan Iyan cuma dua, Bunda.”
“Eh, iya juga, ya.”
Arqian tak menjawab, dia hanya tertawa kecil. Kemudian merangkul bahu Bundanya itu dan mengajaknya ke dapur setelah meletakkan kotak dan wadah bawaannya di atas meja.
Saat suasana terasa hening dan canggung setelah Arqian dan Amelia tak terlihat lagi, Bastian langsung memecah keheningan. “Cha, sini. Gue obatin.”
Echa menurut saja, lalu menghampiri dan duduk di sebelah Bastian. Tapi, saat dia sudah duduk di sebelah Bastian, pemuda itu malah pindah jadi duduk di lantai beralaskan ambal berwarna merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Teen Fictionೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...