55 - SCHOOL WAREHOUSE

1.6K 229 51
                                    

Segerombolan siswa dan siswi berseragam olahraga terlihat berjalan beramai-ramai memasuki koridor sepi yang mengarah ke arah halaman belakang di dekat gudang SMA Merdeka.

Kini sampailah mereka semua di depan gudang yang tampak tak terurus, terlihat sekali dari debu yang bertebaran di mana-mana. Gudang itu luas, gudang yang berisi alat-alat bekas tak terpakai, seperti kursi serta meja yang patah, bola-bola yang kempes, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Dikunci,” ujar Althaf memberitahu saat dia tak dapat membuka pintu gudang tersebut.

“WOY, DI DALEM ADA ORANG KAGAK?” teriak Gavin tiba-tiba yang membuat semuanya jadi tersentak kaget.

“Anjirlah, Vin. Bikin kaget aja,” cibir Fadhil yang membuat Gavin jadi menunjukkan cengirannya saja.

“Kalo sampe ketauan lo berdua ngebohongin kita, pala lo berdua yang jadi taruhannya,” ujar Arqian menatap Sintia dan Putri secara bergantian yang kini keduanya jadi gemetar ketakutan.

“Palanya mau lo apain?” tanya Babas pelan, tapi masih dapat didengar yang lain.

“Tutus ke dinding,” sahut Arqian asal, tapi dapat membuat yang lain jadi menatapnya dengan mata mendelik tak percaya.

“T-TOLONG, TOLONGIN GUE!” teriak seseorang yang berasal dari arah dalam gudang berhasil membuat atensi semuanya jadi menatap ke arah pintu gudang tersebut.

“Wanjay, suara siapa tuh?” gumam Gavin sedikit terkejut, terbukti dia yang langsung mundur ke belakang saat mendengar teriakkan itu.

“Ih, itu suaranya dari dalem gudang,” ujar Renifa mencak-mencak heboh.

“Didobrak aja, woy. Lama banget lo pada,” suruh Lisa nyolot.

“Nifa, dobrak pintunya, buruan.” Gavin yang barusan berbicara menyuruh Renifa itu seketika membuat gadis yang disebut namanya jadi mendelik kaget.

“Lah, laki banyak, kenapa harus aku?” balas Renifa tak terima sembari berkacak pinggang.

“Buruan elah, Nif. Lo kan tenaga kuli, tinggal didobrak doang,” kata Fadhil ikut-ikutan.

“Kenapa nggak kamu aja? Laki bukan?” geram Nifa.

“Bu—”

BRAK!

Pintu gudang itu langsung terbuka sempurna saat ditendang tiba-tiba oleh Ravindra yang menimbulkan suara yang cukup keras dan berhasil membuat semuanya jadi terdiam dan saat mata mereka sudah tertuju dengan apa yang ada di dalam gudang tersebut, semuanya jadi menampilkan raut wajah tak percaya masing-masing.

Beda dengan Sintia dan Putri yang kini jadi menyeringai melihatnya sama halnya dengan Sandra dan Dea di dalam sana yang terkapar di lantai dengan tubuh yang terikat mengenaskan.

“Hah?” gumam mereka, kecuali Arjuna yang membuat Echa jadi menoleh ke belakang.

“Waduh, ngapain pada ke sini?” tanya Echa dengan wajah tak berdosanya yang kini duduk di kursi patah bergaya layaknya seorang bos dengan bersedekap dada dan satu kaki yang dia letakkan di kaki satunya lagi.

“Lo apain anak orang, gila?” sentak Arqian tanpa sadar saat matanya tak sengaja menatap keadaan Sandra dan Dea yang sekarang terbilang cukup mengerikan.

Darah dimana-mana, di baju mereka berdua hampir semuanya tertutupi darah, tangan terikat ke belakang, rambut yang acak-acakan, sudut bibir yang lebam, dan pipi kanan-kiri yang merah seperti bekas tamparan.

“Hah?” Echa mengerjap polos, tapi saat tersadar dia jadi melotot dan menggeleng cepat.

“Kagak diapa-apain, w—”

Sequoia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang