Sekarang Echa, Ravindra, Arqian, Rayden, dan Bastian masih senantiasa duduk anteng di atas motor mereka masing-masing dengan pandangan menonton orang-orang di sana yang masih bertanding.
“Kalian pada nggak mau ikut?” Pertanyaan Echa ini membuat keempat sahabatnya jadi mengalihkan atensi ke arah dirinya.
Ravindra mengangkat bahu acuh, “lagi males.”
“Sama,” sahut Arqian, Rayden, dan Bastian kompak.
“Ya udah, berarti gue aja yang ikut. Gue lagi nggak males, kok.”
“Nggak, ya, apaan lo?”
“Bolehkan? Oke, boleh, thank you.” Echa menggerak-gerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri secara berulang dengan senyuman di wajahnya.
“Dih, tanya sendiri jawab sendiri. Stres lo, hah?”
“Lho, iya. Guekan udah lama stres semenjak sahabatan sama kalian,” balas Echa santai, tapi mampu membuat keempat sahabatnya jadi menatapnya kesal.
“Kan tadi niatnya nonton doang, kenapa jadi mau ikut balapan, sih?” Kini suara dengan nada kesal yang keluar dari mulut Ravindra, tak lupa dengan kernyitan di dahinya tak setuju.
“Bolehlah, Ji, udah lama juga gue nggak balapan.” Echa yang tau Ravindra sedang kesal mengecup pipi kiri pemuda itu yang kini duduk di atas motor bersebelahan dengan motornya sekilas, bermaksud untuk membujuk.
Arqian, Rayden, dan Bastian berdecak kompak. Kemudian Bastian membuka suara dengan muka cemberutnya, “Aji doang nih yang dicium, gue kagak? Parah lo, pilih kasih.”
Echa menjulurkan lidah mengejek yang membuat Bastian makin kesal dibuatnya. “Minta cium Deden aja sono, ato nggak minta cium Iyan.”
“Dih, tau ah, aku ngambek.”
Rayden refleks menyahuti, “kamu mah meni ngambek, ih.”
“Atuh aku téh pengen cium,” balas Bastian mencebik.
“Ya udah, sini.” Rayden berkata dengan santainya, tapi mampu membuat Bastian yang mendengarnya jadi bergidik ngeri dan itu tambah membuat Echa, Ravindra, serta Arqian jadi tertawa, terutama Arqian yang suara tawanya paling keras.
Setelah tawa mereda, Echa menghampiri Bastian yang sedang tidak melihatnya dengan berjalan perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara. Kemudian dengan cepat menangkup kedua pipi pemuda itu dengan sebelah tangannya yang membuat Bastian jadi tersentak kaget. Tak lama dia langsung mengecup pipi bulat berisi itu dengan gemas, bahkan sampai membuat bibir Bastian jadi maju ke depan.
Sebelum benar-benar melepaskan tangannya dan juga menjauhkan bibirnya dari pipi Bastian, Echa sempatkan menggigit sedikit keras pipi itu yang jadi membuat Bastian meringis, merengek meminta untuk dilepaskan segera.
“Huaaa, sakit. Bilang-bilang dong, ih, Cha.” Bastian mengelap pipinya sendiri dengan jaket bomber yang dia kenakan.
“Ish, pasti sekarang pipi gue jadi merah, untung nih tempat minim cahaya,” gumam Bastian dengan bibir mengerucut, lalu menatap Rayden yang juga tengah menatapnya. Bukan Rayden saja, tapi yang lain pun juga tengah menatapnya dengan sesekali tertawa saat dia terus menggerutu.
“Pipi gue merah? Nggak keliatan banget, kan?”
“Nggak keliatan apaan? Itu keliatan merah betol, kayak cewek pakek blush on.”
Bastian jadi merengek kembali dan spontan menutupi wajahnya dengan sebelah tangan sembari celingak-celinguk melihat sekitar, tak lupa pula tangan kirinya memukul gemas bahu Rayden yang jarak duduk mereka dekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sequoia ✔
Novela Juvenilೃ⁀➷ ••• Menceritakan kehidupan seorang gadis yang bernama Alvia Decha Arzukna. Gadis yang biasanya dipanggil Echa oleh orang terdekatnya. Dia gadis cantik kelebihan imut, manja, terkadang polos sedikit bego, berpipi tembam menggemaskan, tapi juga b...